Beranda / Romansa / Unexpected Marriage / 03 - Kegilaan yang Berlanjut

Share

03 - Kegilaan yang Berlanjut

Penulis: riskandria06
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-19 13:28:32

Raline masih duduk tegang di ruang tamu rumah Gara. Sedangkan laki-laki itu berpamitan untuk mengangkat telepon beberapa saat yang lalu. Setelah sekian menit sendirian, akhirnya Gara kembali, membuat tubuh Raline kian menegang. Ia seakan masih tidak percaya jika laki-laki seperti Gara akan dengan mudah menerima tawarannya. Entah apa yang sebenarnya pria itu pikirkan hingga bisa-bisanya ia setuju dengan rencana gila Raline. Ia jadi sedikit menyesal karena telah berani meminta tolong untuk hal seperti itu pada Gara.

“Raline, saya ada urusan mendadak di luar, masalah pekerjaan. Kamu mau tetap di sini, atau saya antar pulang?” tawar Gara.

Raline mengejapkan matanya. Menyadari ia belum lama di sini, ia yakin Lucas masih ada di rumahnya. Atau bahkan jika dia sudah pulang pun, ia pasti akan datang kembali jika tahu Raline sudah pulang. Namun, jika ia mau menunggu di sini, ia juga sungkan karena sang tuan rumah yang akan pergi dan Cinta yang masih tidur.

“Kalau ikut saja, nggak boleh memang?” Raline mengutuk mulut sialannya yang bisa dengan mudah mengatakan hal gila untuk kesekian kalinya hari ini.

“Kamu yakin mau ikut? Ini masalah kerjaan loh,” ucap Gara. Raline mengerti, Gara pasti keberatan membawanya pergi. Namun, lagaknya hal itu berhasil menyentil batin Raline. Gadis itu bertanya-tanya, apakah dirinya tampak sememalukan itu untuk pergi dengan pria seperti Gara?

“Eh? Nggak bisa, ya? Iya sih. Pakaian saya juga terlalu santai dan saya terlalu biasa buat pergi sama Bapak. Ya udah, saya di sini saja deh. Nanti kalau saya mau pulang, saya bisa kok pulang sendiri,” putus Raline.

Setelah dipikir-pikir sepertinya memang tak seharusnya ia ikut Gara pergi. Memangnya ia siapa? Ia juga tidak mau membuat orang-orang bertanya-tanya jika melihat orang seperti Gara ditempeli oleh gadis sepertinya. Mungkin jika suatu hari ia memang harus pergi dengan Gara, sebaiknya Raline menggunakan pakaian resmi agar orang-orang mengira dia adalah asisten atau sekretaris Gara.

“Bukan nggak bisa. Hanya saja saya ragu apa kamu akan betah jika saya nanti terus membicarakan soal pekerjaan. Tapi, kalau kamu mau, ya ayo!” ajak Gara.

Raline menggeleng cepat. “Nggak usah, Pak. Saya di sini aja. Kalau boleh, mau numpang ngungsi sampai cowok yang dijodohkan sama saya pulang. Habis itu nanti saya bakal pulang naik ojek online.”

Gara tampak menghela napas panjang menatap Raline serba salah.

‘Kenapa? Apa dia juga tidak memperbolehkan aku menunggu di sini? Ck, pelit banget sih. Percuma kaya kalau pelit. Tahu gitu tadi nggak usah diajakin pura-pura pacaran. Kan aku bisa minta tolong mas-mas ojol aja buat jadi pacar gadunganku. Lebih meyakinkan,’ batin Raline.

“Ya sudah. Kamu di sini saja. Tapi, kamu nggak harus pulang naik ojol, kok. Saya usahain nggak lama. Biar nanti saya yang antar kamu pulang, biar sekalian saya tahu rumah kamu,” ujar Gara.

“Eh? Maksud saya nggak gitu, Pak. Nggak usah. Saya-“

“Sudah, ya. Saya harus buru-buru soalnya. Tolong jaga rumah dengan baik dan jangan kemana-mana!” pesan Gara. Setelah itu, Gara pun segera meraih kunci mobilnya dan pergi begitu saja dari hadapan Raline.

Bahu Raline merosot. Sungguh. Ia semakin menyesal telah mengungkapkan rencana gilanya pada Gara. Sekarang ia merasa benar-benar bodoh. Ditambah lagi nasib sialnya yang membuat Gara bisa-bisanya langsung menyetujui ide itu begitu saja.

“Bego banget sih kamu, Raline! Nggak! Ini sih udah kelewat bego namanya. Udah gila!” runtuk Raline sambil memukul-mukul kepalanya sendiri. “Apa yang sebaiknya aku lakuin sekarang, ya? Sumpah udah nggak punya muka banget aku di depan Pak Gara. Apa sebaiknya aku kabur aja, ya? Eh, tapi nggak sopan dong?”

Raline menimbang kembali keputusannya. Setelah hampir sepuluh menit berpikir, akhirnya tekadnya sudah bulat untuk kabur. Ia pun segera bersiap memesan ojek online melalui ponselnya. Namun, ternyata polselnya mati – mungkin karena kehabisan daya.

“Argh sial! Lagian ada-ada aja sih? Apa ini azab karena aku kabur-kaburan dari Ibu?” runtuk Raline. Ia mengacak-acak rambutnya kesal. Sampai-sampai ia tidak sadar jika ada seseorang yang sedang memperhatikan tingkah absurdnya itu.

“N- Non? Non Raline nggak apa-apa?” tanya Bibi yang bekerja di rumah Gara.

Menahan malu, tubuh Raline sedikit menegang. Ia segera merapikan kembali rambutnya agar tidak terlihat seperti orang gila.

“Eng- nggak kok, Bi,” jawab Raline.

“Non Raline pusing, ya? Biasanya diminumin obat apa kalau sedang pusing? Coba Bibi carikan di kotak obat nanti,” tawar Bibi.

“Eh? Enggak kok, Bi. Saya cuma lagi kesel aja, soalnya batrai HP saya habis, hehe,” ucap Raline seadanya.

“Oh … mau Bibi carikan charger? Siapa tahu ada yang cocok.”

“Enggak, Bi nggak usah. Kalau boleh, saya mau pinjam HP Bibi aja sebentar buat pesan ojek online. Nanti saya bayarnya cash kok, Bi. Janji nggak akan bikin saldo Bibi berkurang,” pinta Raline.

Bibi itu tersenyum ramah. “Memang Non Raline sudah berpamitan ke Pak Gara?”

“Sudah tadi. Saya sudah bilang kalau saya bakal pulang pakai ojek online. Tapi sayangnya HP saya keburu mati, Bi,” bohong Raline. Sebenarnya ia tidak sepenuhnya berbohong. Karena memang nyatanya dia sudah mengatakan hal itu pada Gara. Hanya saja, Gara yang sebenarnya belum setuju.

“Oh kalau begitu boleh, Non. Ini, pakai saja HP Bibi!” ujar Bibi menyerahkan ponselnya. Raline pun bergegas menerimanya, dan langsung mencari aplikasi ojek online.

“Kalau Bibi boleh tahu, Non Raline ini apanya Bapak? Calonnya, ya?” tanya Bibi saat Raline sibuk mencari ojek online.

“E- eh? Eng- enggak kok, Bi. Cuma orang yang tadi kebetulan ketemu di café terus ada insiden kecil gitu. Oh iya, Bi. Cinta masih tidur, ya? Dia udah biasa pas bangun nggak ada papanya?” Raline berusaha mengalihkan pembicaraan. Karena jujur saja, setiap memikirkan hubungannya dengan Gara, mendadak kepalanya terasa pusing.

“Sudah biasa, Non. Dari kecil Non Cinta mah cuma sama Bibi kalau Bapak lagi kerja,” jawab Bibi.

“Oh gitu? Eh ini saya sudah ketemu ojeknya, Bi. Kalau begitu, saya pamit dulu ya, Bi. Titip salam buat Cinta kalau dia bangun nanti,” pamit Raline. Ia mengembalikan ponsel milik asisten rumah tangga Gar aitu, kemudian bergegas mengemasi barangnya dan pergi dari sana.

Raline memang sangat buru-buru, karena ia parno Gara akan kembali sebelum ia meninggalkan rumah ini. Namun, untung saja kekhawatiran Raline itu tidak terjadi. Hingga ojek yang ia pesan datang, mobil Gara belum juga menunjukan tanda-tanda keberadaannya. Raline menghela napas lega, meski sebenarnya kini masih ada satu hal penting yang harus ia pikirkan – Lucas.

***

“Makasih, Pak,” ucap Raline setelah ia turun dari motor ojek yang mengantarnya pulang. Setelah itu, ia pun berjalan malas menuju rumahnya. Tampak sekali jika ia sangat terpaksa pulang secepat ini karena tak punya tempat tujuan lagi. Dan rasa malasnya itu kian menjadi saat ia menyadari sebuah mobil berwarna putih masih terparkir rapi di depan rumahnya.

Raline melangkahkan kakinya masuk sambil mengucap salam. Tak lama, terdengar dua suara yang menyahuti salamnya. Raline hanya tersenyum tipis saat sosok rupawan yang tengah duduk berhadapan dengan ibunya itu menyapanya ramah.

“Raline, dari mana aja kamu? Kok tadi Nak Lucas telepon nggak bisa?” tanya Sang Ibu.

“HP Raline mati, Bu. Habis batrai kayaknya. Nih kalau nggak percaya!” seru Raline sambil menunjukkan ponselnya yang dalam keadaan mati. ‘Kena azab karena niat ngebohongin Ibu sih lebih tepatnya,’ lanjutnya dalam hati.

“Nak Lucas ini nunggu kamu dari tadi, loh. Dua jam ada dia di sini. Sini kamu buruan temani Nak Lucas ngobrol!” suruh ibunya.

Raline memutar bola matanya malas. “Bu, Raline baru aja pulang loh. Capek banget. Memang nggak bisa ngobrolnya kapan-kapan aja? Lagian, kan Lucas sudah lama di sini. Nggak bosan? Kamu nggak mau pulang saja?”

“Raline!” tegur ibunya.

“Raline cuma ngasih saran, Bu,” elak Raline.

“Hmm … nggak apa-apa, Tante. Saya bisa ngerti kok. Kelihatannya Raline memang sedang kecapekan. Nggak enak juga kalau saya ganggu,” ucap Lucas menengahi.

Ibu Raline hanya bisa menghela napas panjang, seolah sudah tahu jika ini hanya akal-akalan Raline untuk kabur saja. Padahal ia sudah sering memberi pengertian pada Raline, agar anak gadisnya itu mau membuka hatinya untuk Lucas. Namun, Raline tampak tidak berminat. Putri sematawayangnya itu tampak menutup hatinya terlalu rapat hingga membuat orangtuanya khawatir dengan status kesendiriannya di usia yang sudah terbilang matang ini.

“Ya sudah, Tan, Raline, kalau begitu, saya pamit dulu,” pamit Lucas. Raline mengulas senyuman ramah sebagai ucapan terima kasih karena Lucas mau mengerti dirinya.

“Oh iya, Raline. Kapan kira-kira kita bisa bertemu? Nanti sore? Rasanya sudah sangat lama kita tidak mengobrol. Aku ingin membawa kamu jalan-jalan sebentar agar kita bisa jadi lebih akrab.”

“Hm? Nanti sore? Kayaknya nggak dulu deh, Luc. Kapan-kapan kalau aku ada waktu, aku kabarin aja deh, ya?” balas Raline. Sebenarnya ia tidak enak hati terus-terusan menolak ajakan Lucas seperti ini. Namun, ia benar-benar tidak ingin perjodohan itu terjadi.

“Raline, kamu tahu, kan, Nak Lucas ini kerjanya di luar kota. Dia yang lebih sibuk dari kamu. Jadi, udah deh biar Nak Lucas aja yang menentukan waktunya,” ujar sang ibu.

“Ya udah terserah. Yang penting aku mau istirahat sekarang. Luc, sori, ya?” ungkap Raline. Lucas hanya bisa mengulas senyum tipis meski sesungguhnya ia merasa sangat kecewa, karena lagi-lagi kedatangannya yang tak dihargai oleh Raline.

Namun, ia bisa apa selain hanya menebalkan kesabarannya dalam menghadapi Raline? Ia masih berusaha menjaga keyakinannya jika suatu hari ia pasti berhasil meluluhkan hati Raline – membuat Raline bersedia menerimanya serta perjodohan mereka.

***

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Unexpected Marriage   20 - Serba Salah

    Raline berencana bangun lebih pagi. Saking kepikirannya, ia bahkan sampai tidak bisa benar-benar lelap dalam tidurnya. Tidur Raline mudah terusik. Begitu pun saat ia merasakan gerakan kecil dari sampingnya. Sebuah tangan terasa mendekapnya begitu erat selama beberapa detik, sebelum terlepas dan berganti menyentuh bagian-bagian wajah Raline. Saat Raline membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah senyum Cinta. Gadis kecil itu masih tampak pucat, meski sudah tidak sepucat kemarin. Namun, ada yang aneh dengan gadis cilik itu. "Mama sudah bangun? Cinta gangguin Mama, ya? Maaf, ya, Ma," ungkap Cinta sambil kembali mendekap Raline. Saat Cinta kembali memeluknya, Raline merasa semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan anak sambungnya itu. Raline segera mengurai pelukan Cinta dan memeriksanya. Ia tempelkan punggung tangannya ke kening Cinta. Dan benar saja ... "Cinta, kamu demam?" heboh Raline. Ia langsung menarik dirinya paksa untuk duduk. Ia memastikan sekali lagi suhu keni

  • Unexpected Marriage   19 - Disalahkan

    Untuk mengusir rasa bosan, Raline membantu asisten rumah tangganya menyiapkan makan malam. Ia juga ikut menatanya di atas meja makan. Hingga saat Raline terlalu fokus dengan barang bawaannya, ia nyaris saja bertabrakan dengan seselorang. Raline mendongak lalu mundur satu langkah saat melihat kuah semur yang ia bawa nyaris saja mengenai Gara. Andai itu terjadi, Raline yakin, masalahnya dengan Gara pasti akan menjadi semakin runyam. "Ah iya. Ini makan malamnya sudah siap. Mas tunggu di meja makan saja! Oh iya. Cinta mana?" Gadis itu berusaha bersikap biasa saja. "Cinta di kamar. Aku ke sini cuma mau ambilin makan dan obat buat dia,'' jawab Gara seperlunya. Melihat Raline yang terlalu lama mengambilkan apa yang Gara buruhkan, lelaki itu pun segera mengambil inisiatif untuk mengambil alih makanan yang Raline pegang. "Mas, tunggu! Lebih baik Mas makan saja. Biar makanan dan obat Cinta aku yang urus," Raline dengan begitu tulus. "Tidak perlu. Aku masih bisa mengurusnya sendiri kok,"

  • Unexpected Marriage   18 - Permasalahan Pertama

    Tiga hari berlalu pasca pernikahan Raline dengan Gara. Namun, semua masih terasa sama. Gara masih terkesan dingin pada Raline. Bahkan Raline merasa seolah Gara enggan menganggap keberadaannya. Saat ini, Raline masih mengerjakan tugas-tugas kantornya. Pekerjaannya cukup banyak karena memang kesibukan Gara di kantor sedang meningkat. Namun, waktu menunjukkan pukul setengah empat sore. Yang artinya sudah akan memasuki jam pulang kantor. "Tinggalkan saja pekerjaannya! Prioritas kamu sekarang kan ngurusin Cinta," ucap Gara. "Iya, sebentar lagi ini selesai kok. Lagi bantu merapikan bahan meeting besok soalnya," balas Raline. "Tinggal saja! Nanti Cinta nyariin," Gara memaksa. "Sebentar. Paling lima belas sampai dua puluh menit lagi selesai kok." Dan Raline masih kekeuh ingin menyelesaikan pekerjaannya dulu. Saking fokusnya Raline pada pekerjaannya, gadis itu sampai tidak sadar jika bos sekaligus suaminya itu sudah beberapa kali menghela napas panjang. "Raline, kamu masih ingin bekerj

  • Unexpected Marriage   17 - Terluka di Hari Pertama

    Pukul sembilan malam, Raline, Gara dan Cinta telah sampai di rumah. Beberapa kali Cinta mengucek matanya sambil menguap - menandakan jika anak itu sudah mengantuk. "Mama," panggil Cinta. "Ya, Cinta? Mau Mama yang nemenin kamu gosok gigi sama cuci muka?" tawar Raline. Cinta mengangguk dengan raut wajah yang sangat lucu. "Tapi Cinta juga mau tidur sama Mama, dikelonin Mama," pinta Cinta. Raline refleks menoleh ke arah Gara, seolah meminta persetujuan. Sebenarnya, Raline tidak keberatan tidur di mana saja malam ini. Entah bersama Gara atau pun Cinta, bagi Raline sama saja selagi ia masih bisa tidur untuk mengusir rasa lelahnya. Namun, biar bagaimana pun Gara adalah suaminya. Raline perlu meminta pendapat pria itu walau sekadar hanya untuk formalitas. "Ya udah sana! Cinta boleh tidur sama Mama. Tapi janji, ya, besok pagi jangan susah bangunnya!" pesan Gara. Raline tersenyum mendengarnya. Ia juga sebenarnya lebih senang jika ia tidur bersama Cinta. Karena rasanya pasti sangat cang

  • Unexpected Marriage   16 - SAH! (Hari Pernikahan)

    16. SAH! (Hari Pernikahan)Raline menghela napas panjang berkali-kali. Ternyata benar. Semakin mendekati hari pernikahan, maka ujian yang datang akan semakin berat. Hari itu telah tiba, dan Raline tak bisa menghindarinya. Pagi ini, ia sudah didandani sedemikian rupa untuk acara pesta pernikahannya. "Mama cantik banget!" seru Cinta yang baru saja datang. Anak itu mengenakan pakaian berwarna pink pastel yang cantik. Cinta sendiri yang memilih model tersebut saat mereka datang ke butik Bu Almira. "Anak Mama juga cantik. Yang ngehias rambutnya siapa, sayang?" tanya Raline melihat rambut anak tirinya yang sudah ditata bak seorang princess negeri dongeng. "Oma," jawab Cinta dengan senyum lebar di bibirnya. Tak lama, Bu Almira muncul. Dia memberitahukan jika pestanya akan segera dimulai sebentar lagi. Maka dari itu, dia datang untuk menjemput Raline dan Cinta. Sebelumnya, Raline sudah berpesan agar pesta pernikahan dilangsungkan secara sederhana saja. Sebab ia bukanlah tipe orang yang

  • Unexpected Marriage   15 - Suasana Hati yang Buruk

    Raline sering uring-uringan akhir-akhir ini. Sebab, ia tidak menyangka jika keluarganya dan Gara akan merencanakan pernikahan secepat ini. Raline pikir, pernikahan mereka mungkin akan digelar setidaknya enam bulan lagi. Namun, ternyata jauh dari itu – Gara meminta pernikahan mereka dilaksanakan dua bulan lagi, dan gilanya hal itu disetujui oleh semua orang kecuali Raline. Tentu, Raline kalah suara. Akhirnya ia pun hanya bisa pasrah menerima keputusan itu.Tidak banyak yang berubah dengan hubungan Raline dan Gara selama satu setengah bulan terakhir. Gara masih sibuk dengan urusan kantor sekaligus sesekali meluangkan waktunya untuk menyiapkan pernikahannya dengan Raline. Sedangkan Raline masih berusaha menyesuaikan diri dengan kesibukan barunya sebagai ‘pengasuh’ Cinta sekaligus pekerja kantoran.Waktu menunjukkan pukul dua siang. Raline masih setia menunggu Gara di ruang kerjanya. Pria itu belum kembali juga sejak jam makan siang tadi. Yang Raline tahu, Gara pergi bersama sekretarisnya

  • Unexpected Marriage   14 - Lamaran

    Satu hari setelah kedatangan Gara ke rumah Raline, Raline diizinkan pulang cepat. Pukul tiga sore ia sudah sampai rumah setelah diantar oleh sopir Gara. Gara menugaskan Raline untuk bersiap sebelum Gara menjemputnya dan kedua orangtuanya jam enam petang nanti.Setibanya di rumah, Raline langsung membuka bingkisan yang Gara titipkan melalui sopir. Dan ternyata isinya adalah sebuah gaun yang elegan – yang Raline yakini memiliki harga cukup fantastis.“Loh, ini kan brand-nya Tante Almira,” gumam Raline saat melihat label pada gaun berwarna olive itu.Baru saja Raline akan mencoba gaun itu, suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Tanpa bertanya pun ia tahu siapa yang mengetuk pintu kamarnya. Sebab, di rumah ini hanya ada dirinya dan sang bunda.“Masuk aja, Bun!” seru Raline.Tak lama berselang, sosok Bu Arum tampak memasuki kamar putrinya. Tatapan Bu Arum langsung tertuju pada kain berwarna olive di tangan Raline, juga paper bag yang ada di dekat putri tunggalnya itu.“Itu dari Nak

  • Unexpected Marriage   13 - Rencana Gara

    “Sudah susah-susah saya selalu berusaha meyakinkan kamu, kamu masih saja sering ragu?” ketus Gara, begitu ia mendengar penjelasan dari Raline, tentang kenapa gadis itu kembali bersikap aneh sebelumnya.“Ya maaf. Lagian kan wajar, saya sebagai perempuan yang latar belakangnya terlalu bias aini ragu buat nerusin hubungan sama orang kayak Mas,” balas Raline.“Memang dari yang kamu lihat, baik saya maupun orangtua saya, peduli dengan apa yang kamu takutkan tadi?” Raline menggelengkan kepalanya.“Namanya juga takut, Mas. Dan lagi, masalah utamanya bukan itu sekarang. Tapi Bunda dan Ayah. Gimana cara Mas mau meyakinkan mereka? Saya aja tiap ngobrol sama mereka, pasti saya yang kalah. Pasti saya yang akhirnya jadi bimbang lagi,” terang Raline.“Posisi kamu sesulit itu, tapi kamu masih saja sering menghalang-halangi saya untuk bicara dengan kedua orangtua kamu,” balas Gara yang membuat Raline kembali meminta maaf.“Hhhh … sudahlah. Biar kali ini saya yang pikirkan jalan keluarnya. Kamu hanya

  • Unexpected Marriage   12 - Keseriusan

    Raline seketika gugup dan kembali bimbang meski kini ia sudah berada di depan sekolah Cinta. Seperti janjinya kemarin, ia ingin menjemput dan mengajak Cinta makan siang berdua dengannya. Hanya saja, ia masih bingung dengan langkah apa yang akan ia ambil setelah ini. Karena biar bagaimana pun juga ucapan kedua orangtuanya semalam memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pikirannya.“Mama! Bu Ayu, itu mamanya Cinta!” seru seorang gadis cilik dengan rambut kucir kuda yang sangat lucu.Melihat anak itu berlarian ke arahnya diikuti oleh salah seorang guru, senyum Raline pun otomatis tersungging. Gadis itu bersimpuh dan langsung menerima pelukan erat dari Cinta.“Cinta seneng banget Mama menepati janji Mama buat jemput Cinta. Cinta udah kangen banget sama Mama,” ujar Cinta, yang membuat Raline terkekeh.“Baru juga kemarin kita bertemu,” balasnya.Cinta segera mengurai pelukannya agar ia bisa memandangi wajah Raline sepuas hatinya. “Kalau bisa, Cinta maunya sama Mama terus. Nggak mau pisah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status