Silvya hendak memesan taxi online ketika ponselnya berdering. Muncul sebuah nomor yang tidak ia kenal di sana.
"Halo?"
"Halo? Apakah benar ini dengan Nona Silvya?" tanya seorang pria di seberang sana.
"Oh, ya benar. Dengan saya sendiri. Ada apa ya?" Silvya mengerutkan keningnya.
"Saya Rey, apakah masih ingat?"
"Oh! Mas Rey yang kecelakaan itu?"
"Hehe, iya benar. Non Silvya masih ingat rupanya." Terdengar suara ketawa kecil di ujung sana.
"Jangan panggil saya non, Mas. Panggil saja saya Silvya."
"Oh, gitu ya? Hehe. Baiklah!" Rey tersenyum puas mendengar Silvya memintanya untuk memanggil nama.
"Oh iya, apakah mas Rey mau mengambil motor?" tanya Silvya to the point.
"Ehm, apakah Silvya ada di rumah sekarang?" tanya Rey balik.
"Tidak, saya mau keluar."
"Oh kemana? Naik
"Kita mau kemana, Mas?" tanya Silvya bingung begitu sadar bahwa rute yang diambil oleh Rey menuju arah luar kota."Lho! Makan siang, kan? Saya punya rekomendasi makan siang yang enak. Hanya saja letaknya agak jauh dari kota," jawab Rey enteng."Oh!" Silvya merasa jantungnya deg-degan. Pergi jauh seperti ini dengan pria yang baru saja dikenalnya benar-benar mengkhawatirkan.Silvya memainkan jarinya dengan tegang. Ia merasa tidak bisa berbuat apa-apa diajak oleh seorang pria asing yang baru saja dikenalnya."Kamu takut?" Rey seolah tau apa yang sedang dirasakan oleh Silvya.Ia melirik ke arah Silvya yang terus menunduk. Melihat Silvya yang terlihat tegang membuatnya gemas."Aku tidak bisa pergi jauh-jauh. Nanti suamiku mencari." Silvya berusaha berdalih."Kalau mencari kan bisa telpon? Tidak masalah, 'kan? Kamu bilang saja sedang pergi bersama dengan temanmu." Rey men
Merasa mobilnya bergerak dengan cepat, Silvya membuka matanya. Dan Rey tidak lewat jalan tol seperti tadi ketika mereka berangkat."Mas, kita mau kemana?" tanya Silvya dengan cemas."Pulang, 'kan? Kamu istirahatlah dulu. Nanti kalau sudah sampai apartemen, kamu aku bangunin ya?" Rey berkata dengan nada lembut.Dan tangannya dengan intim meremas tangan Silvya, membuat Silvya seketika menarik tangannya. Hatinya merasa semakin cemas. Ucapan tante Aura semakin terngiang-ngiang di telinganya. Apakah Rey benar-benar pria seperti yang ia bayangkan di otaknya?Silvya sudah tidak lagi bisa memejamkan mata, melihat rute yang berbeda, ia jadi tidak tau apakah ini benar-benar menuju kota atau tidak? Ia kembali melirik Rey yang terlihat santai mengemudikan mobil. Wajah Rey terlihat baik dan tidak seperti penjahat. Tapi ... bukankah para penipu dan penjahat juga banyak yang berwajah baik?"Kok
Chapter ini berisi hal detail untuk usia 21++ harap di skip bagi yang belum cukup umur! Dan itu sebabnya harus dibuat sedikit mahal ya!Penulis sudah berusaha mencari kata yang wajar sebisa mungkin. Harap dimaklumi jika masih terselip satu atau dua kata."Oh, Mas Rey ... ja ngan ...!" Silvya berusaha menyingkirkan Rey dari atas tubuhnya.Tapi tangan Rey yang sudah lihay dalam menjarah tubuh para wanita segera melemahkan Silvya di area titik-titik sensitivenya. Ia mencumbu telinga dan leher Silvya membuat suara Silvya semakin lemah dan mengeluarkan suara erotis bercampur dengan tangisan yang mulai redup.Dan Silvya memanggilnya dengan sebutan apa tadi? 'Mas' lagi? Ah! Wanita ini pasti sudah dalam fase menikmati dan bukan marah ... ! Rey semakin agresif dalam membuat Silvya melayang."Rey ... ! Mas ... ! Aku ... harus pulang ..." Silvya merasa otaknya sudah hampir lumpuh.
Silvya mengintip dari belakang tubuh Rey. Lampu mobil masih terus saja menyorot ke arah Rey dan gaung mobil semakin keras walaupun mobilnya tidak bergerak.Dari sisi sebelah, Rey sama sekali tidak bisa mengetahui siapa dan apa yang dilakukan oleh si pengendara mobil. Karena cahaya yang menyilaukan itu menghalangi pandangannya. Mobil itu masih berada di posisinya semula dan sama sekali tidak terlihat tanda-tanda bahwa pengemudinya akan turun.Rey memberanikan diri mendekat sambil tetap menjaga Silvya di belakangnya. Sementara itu, tangan satunya menjadi pelindung mata dari sinar yang menyilaukan. Namun baru saja dua langkah ia berjalan terdengar suara pintu mobil dibuka dan ditutup sementara lampu mobil dibiarkan untuk terus menyala.Bayangan gelap itu berjalan sampai di sisi mobil. Tubuhnya terlihat tinggi namun wajahnya masih belum bisa dikenali baik oleh Rey maupun Silvya. Karena ia masih berdiri di sisi yang gelap. N
Silvya menunduk mendengar pertanyaan Bill. Untuk beberapa saat lamanya dia hanya diam."Silvya, did you do that with him?" Bill kembali mempertegas pertanyaannya."You're not my husband, Bill. I don't have to explain anything," jawab Silvya lirih.Wajah Bill seketika menegang mendengar ucapan Silvya. Itu artinya, bisa jadi Silvya memang melakukannya bersama dengan pria itu. Tapi atas dasar apa?"Ok, but I'm curious about him, Silvya. Who is he?" Bill mencoba menekan perasaannya."Bill, I can't explain! Please understand!" Silvya menatap Bill dengan tatapan frustrasi."But why? I'm your friend, Silvya. Just tell me who is he? Why you let him do that to you?" Bill tidak bisa lagi untuk berpura-pura tabah.Dicecar seperti itu, Silvya kembali menunduk dan menangis. Mengingat kejadian itu, ia sendiri sangat malu.Bill berpindah posisi dan dud
Bill sengaja berlama-lama menikmati kopi panas buatan Silvya sementara Silvya juga duduk di hadapannya. Hm! Ini benar-benar sempurna! Minum kopi panas dengan ditemani sebuah pemandangan yang cantik dan menggoda!"Why are you staring at me like that, Bill?" Wajah Silvya terlihat keberatan."Because you're so beautiful of course!" jawab Bill terus terang."Well, I think I have to go to my room to prepare Jim's belongings," ucap Silvya sambil bangkit berdiri dan masuk ke kamar.Ia merasa waktunya akan habis dengan sia-sia jika terus menemani Bill seperti ini. Lagian ia bisa melihat usaha Bill yang terus untuk dekat dengannya sementara Silvya sedang tidak ingin dekat dengan siapapun. Silvya berpikir, akan segera mengurus barang Jim sehingga setelah Bill pulang nanti, ia akan langsung tidur saja.Ia menghindari bertemu dengan suaminya itu. Dan setelah besok Jim b
Pagi itu, di lobby apartemen. Silvya hendak ikut mengantar Jim ke bandara. Tapi, Jim mencegahnya."Sayang, sebaiknya kamu tidak usah mengantarku. Daripada nanti kamu pulang sendiri, itu malah berbahaya." Jim berkata dengan nada penuh perhatian.Wajah Silvya seketika cemberut mendengar ucapan Jim. Jujur saja, Silvya sangat penasaran dengan wanita yang selama ini menjadi simpanan Jim. Secantik dan semenarik apa sih dia? Sampai Jim tidak ingin menduakannya?"Aku pergi dulu ya, Sayang?" Jim mengecup kening Silvya dan pergi."Hhh!" Silvya menghembuskan nafas sambil menatap kepergian Jim."Silvya!" Sebuah suara membuat Silvya menoleh."Mas Rey?" Silvya terkejut melihat Rey sudah duduk di kursi lobby sambil melipat koran yang baru saja dibacanya.Wajah Rey terlihat banyak luka dan ada perban dimana-mana. Jam dinding yang tergantung di dind
"B-Bill?" Silvya melihat ke arah pintu. Bagaimana Bill bisa masuk? Pintu apartemen itu terbuka dan tidak rusak.Silvya seketika duduk dan ia menatap Rey yang jatuh ke lantai.Wajah Bill terlihat kaku dan menahan amarah. Lagi-lagi ia melihat Silvya bermesraan dengan pria yang sudah ia hajar kemarin. Pantas saja Silvya tidak mengangkat telponnya dan tidak membukakan pintu untuknya. Ternyata ia sedang bermesraan dengan pria brengsek ini!!!Bill menarik baju Rey dan memberikan sebuah bogem mentah ke wajahnya. Rey kembali terjatuh dengan darah yang keluar dari bibirnya."Bill!!!!!! Stop!!!!" Silvya berteriak dan ia segera berdiri menghalangi Bill yang sudah bernafsu untuk menghajar Rey sekali lagi."Do you love him, Silvya?! DO YOU LOVE HIM??????" Bill berteriak penuh emosi sambil mencengkeram kedua bahu Silvya."No, Bill!!""So what you just did