Share

9

-Ketika rasa sedikit demi sedikit mulai disadari, disitulah ujian dimulai-

Ziya dan Nanda makan siang di sebuah warung makan Malioboro. Setelah dari museum, mereka pergi ke Malioboro dan diberi waktu sekitar tiga jam untuk bermain-main. Nanda yang seorang pecinta kuliner mengajak Ziya untuk berburu makanan di sepanjang Malioboro.

Ziya mengikuti saja, ia juga ingin membeli banyak hal yang bisa dibawa untuk oleh-oleh. Ia ingin membeli lumpia dan bakpia nanti ketika mau pulang. Saat ini mereka menikmati sepiring gudheg lengkap dengan tempe goreng serta es teh.

Dari dulu memang Ziya ingin sekali pergi ke Jogja, terutama naik kereta api. Ia sering melihat postingan-postingan di media sosial mengenai keindahan dan keragaman kuliner Jogja. Baru saat ini ia bisa menikmatinya bersama sahabatnya.

“Zee, tadi aku lihat banyak banget foto kamu di kameranya Regar.” Ziya hampir tersedak mendengarnya.

“Gabut aja kali tuh orang, aku kan juga orangnya fotogenik,” balas Ziya sekenanya. Padahal jantungnya sudah berdegup sangat kencang.

“Ih tadi aku udah kirim semua foto kamu dan foto kita ke hp aku hehehe, nih liat,” kata Nanda sambil menyodorkan ponselnya pada Ziya.

“Gercep banget deh,” tak urung Ziya mengambil ponsel Nanda juga. Ia melihat-lihat dan memang benar, ada beberapa potret dirinya berlatar belakang pantai, bahkan potret dirinya di dalam bus pun ada. “Kok serem sih, kek penguntit ini bocah,” ucap Ziya. Nanda menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Iya juga ya, ih tapi kalian kan sahabatan, suka juga kan kamu difotoin kaya gitu, lumayan tau, kayanya Regar suka deh sama kamu.” Ziya memutar bola matanya malas. Tidak mungkin sekali pikirnya.

“Ya udah kirim deh foto-fotonya, mau aku kirim ke Bunda.” Nanda tersenyum lalu mengirimkan semua foto yang terdapat gambar diri Ziya ke ponsel sahabatnya itu.

“Abis ini mau kemana?” Ziya berpikir sambil menggulirkan layar ponselnya dan menemukan beberapa pesan dari adiknya.

“Beli kaos Jogja, ini adikku nitip banyak banget.” Nanda mengangguk, ia juga ingin membeli beberapa kaos untuk dipakainya sendiri.

Setelah selesai makan, Ziya dan Nanda keluar dari warung sambil tertawa-tawa. Tak jauh dari tempat mereka, Ziya melihat Regar duduk sendiri sambil mengusap rambutnya frustasi.

“Zee, aku ke toilet dulu ya, kamu mau ikut atau nunggu sini?” tanya Nanda. Ziya berpikir sejenak.

“Aku nunggu di tempat Regar sana ya,” Nanda tersenyum yang langsung didorong lengannya oleh Ziya. Ia lalu meninggalkan Ziya sambil tertawa.

Ziya menghampiri Regar. Ia sebenarnya malas, tapi daripada menunggu sendirian di depan warung tadi. Ia juga sedikit penasaran mengapa Regar terlihat marah dan frustasi.

“Ngapain mas sendirian di bawah pohon? Kesambet ntar,” celetuk Ziya yang sudah duduk di kursi depan tempat Regar duduk. Regar tergagap lalu mengangkat kepalanya melihat kearah Ziya.

“Eh Zee, udah makan?” tanya Regar. Ziya mengangguk sebagai jawaban. Ia lalu mengeluarkan ponselnya yang bergetar. Pesan adiknya kembali masuk melalui nomor ibunya. Adiknya itu terlalu takut kalau apa yang diinginkannya lupa dibelikan oleh Ziya.

“Selamat sore kakak ganteng, kami dari mahasiswa Universitas X sedang menggencarkan kampanye Peduli Remaja, ini mohon diterima ya,” ucap seorang perempuan pada Regar sambil memberikan setangkai bunga mawar merah. Regar tersenyum sambil berterimakasih. Ia lalu melihat-lihat bunga tersebut yang ternyata ada catatan kecilnya.

“Woylah emang tampangku ada tampang-tampang calon pemakai apa yak,” Ziya memandang Regar yang sibuk mendumal perkara bunga.

“Kenapa sih?” tanyanya.

“Liat, masa aku dikasih bunga tulisannya, ayo jauhi narkoba.” Ziya tertawa mendengarnya. Namanya juga kampanye peduli remaja. Tapi memang aneh sih, ada beberapa orang yang duduk di sekitar mereka, yang diberi bunga tersebut hanyalah Regar.

“Ya udah lumayan kan buat kenang-kenangan, buat pengingat juga kalau kita gak boleh deket-deket sama barang haram itu.” Regar mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia mengerti, tetapi masih kesal juga.

“Nih buat kamu.” Ziya mendelik. Regar yang sadar akan hal itu lalu melepas catatan yang ada pada bunga tersebut. “Nih udah aku lepas, ini biar aku simpen sebagai pengingat seperti katamu, bunganya kamu yang simpen, ya kali aku cowok bawa-bawa bunga,” Ziya dengan ragu menerimanya.

Nanda yang baru selesai dari toilet menghampiri mereka sambil sesekali mengejek sahabatnya yang membawa-bawa bunga mawar. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang melihat mereka sedari tadi.

***

Saat perjalanan pulang, Ziya melihat-lihat foto yang tadi dikirim Nanda. Setelah diamati, ternyata kemampuan fotografi milik Regar memang sudah seperti profesional. Ia tersenyum dan berpikir untuk berterimakasih pada Regar, tetapi ia malu.

Ketika hendak memejamkan matanya, Ziya merasakan ponselnya bergetar pertanda ada pesan masuk. Ia melihat nama Regar tertera pada layar ponselnya.

Regar : Zee, maaf ya, foto-foto kita tadi kehapus dari kameraku, tadi dihapus sama temen-temennya Yumna. Padahal aku belum punya salinannya trus udah susah payah  banget ngajakin kamu foto juga.

Ziya terkejut membaca pesan tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi? Katanya Yumna sudah memiliki pacar yang levelnya lebih tinggi dari Regar. Tapi mengapa seolah Yumna sangat menyukai Regar sampai tidak menyukai kedekatannya dengan Regar? Ziya segera mengirimkan pesan pada Nanda.

Nan, jangan bilang sama Regar kalau kita udah punya foto-foto yang tadi, foto-foto di kamera Regar dihapus sama temen-temennya Yumna.

Ziya menyadari jika perlakuan Regar padanya sedikit berbeda. Ia tidak mau jika harus terjebak lagi setelah bagaimana usahanya sampai saat ini untuk melupakan perasaannya pada Regar.

Nanda : otw illfeel sama mereka. Segitunya banget ya ampun. Oke aku gak bakalan upload-upload foto kita yang pake kamera Regar.

Ziya lalu menyimpan ponselnya tanpa membalas pesan Regar dan Nanda. Ia merasa jika hari-harinya setelah ini akan terasa berat. Ia sadar jika keberadaannya di sekitar Regar tidak disukai oleh Yumna dan teman-temannya. Ziya tidak mau membuang waktu untuk berurusan dengan mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status