His heart was about to burst off its ribcage from the amount of continuous consternation he suffered since the drive to the hospital after he receives the catastrophic news about his wife. Ace Taylor the renowned businessman, world-famous pharmaceutical tycoon, and eminent top textile industrialist of the United States dashed through the entrance of Breach Candy hospital. His eyes searching for the reception flurried as drops of sweat settle down on his forehead even on the biting cold night of mid-December. He slaps the desk on tenterhooks unable to form the right words to gain the attention of the middle-aged lady sitting at the entrance. She raises her head to embrace the attention and her eyes were on stalks to receive the striking Aphrodite who only could be anyone's dream watching on big screens and business magazines standing right in front of her. "My wife...Scarlet Taylor..." "Yes sir..yes sir" the receptionist scurried on her speech and looked through her monitor. "Burns case, room number 13, straight from left Dr. Shahnaaz Hussain is treating her. You can speak..." Ace raced in that direction leaving the receptionist hanging on her words. "Scarlet?" His eyes left red with unshed tears as he shook his wife awake. Scarlet opened her eyes and stared at the man standing in front of her dolorous. "Who are you?"
Lihat lebih banyakHari ini adalah tahun kedua pernikahan kami, tidak seperti pasangan suami istri lain, yang merasakan bahagia di tiap anniversary pernikahannya, jangankan perayaan, ucapan hangat dari pasanganpun tidak aku dapatkan. Pagi ini kami bahkan bangun di kamar yang berbeda, bukan karena sedang berjauhan, namun, memang sejak malam pertama kami menikah, tidak pernah sekalipun kami tidur di kamar yang sama.
Perkenalkan, namaku Safeea Azzahra Kalyani, aku seorang yatim piatu yang hidup dan tumbuh besar di sebuah panti asuhan di ibu kota. Usiaku baru enam tahun saat ayah dan ibuku meninggal dalam sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa mereka. Kami sedang berjalan-jalan sore menggunakan sepeda motor butut milik ayah, ketika dari arah depan ada sebuah mobil sedan menabrak kami bertiga.Menurut cerita yang kudengar, kepala ibuku terbentur separator jalan yang membuatnya harus meregang nyawa di lokasi kejadian, sementara ayah, dia masih sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan, namun seperti tidak ingin berpisah jauh dari ibuku, ayah menghembuskan nafas terakhirnya setelah seharian berjuang di ruang ICU.Aku yang masih sangat kecil, dipaksa harus menerima kenyataan jika ayah dan ibuku pergi secara bersamaan, meninggalkan ku seorang diri tanpa ada penjagaan. Aku masih ingat, saat malam sebelum kejadian naas itu menerpa kami, ayah yang kala itu sedang mengelap motor bututnya, tiba-tiba memanggilku untuk duduk di sampingnya, dia berkata jika aku adalah keberuntungan yang Allah kirimkan untuk dirinya dan ibu, dia bercerita bagaimana perjuangan ibu untuk hamil dan akhirnya lahirlah aku di tengah-tengah mereka.“Safeea, kamu tau apa arti nama kamu?” tanyanya saat memulai percakapan.“Memang apa, Yah?” tanyaku polos.“Nduk, ibu sama ayah bukan sembarangan memberi nama itu kepadamu, dahulu, ayah dan ibu sudah berusaha sangat kuat agar bisa memiliki momongan, berbagai cara kami tempuh agar ibu kamu bisa hamil, hingga akhirnya, saat ayah punya uang, kami memberanikan diri untuk periksa ke dokter kandungan, jantung ayah dan ibu begitu berdebar, menanti hasil pemeriksaan lab, hingga akhirnya dokter memanggil kami masuk ke dalam ruangannya.Di dalam, dokter kandungan membacakan hasil lab yang mampu membuat hati dan ibu patah, dokter kandungan itu bilang jika rahim ibumu bermasalah, hingga menyebabkan dirinya susah hamil bahkan tidak bisa hamil. Kami pulang dengan hati yang patah, Nak, membayangkan hidup hanya berdua saja tanpa ada buah hati di tengah-tengah kami.Berhari-hari kami terpuruk karena kenyataan pahit yang menerpa, ibumu sempat meminta ayah untuk menikah lagi agar bisa mendapatkan keturunan, namun ayah tolak, ayah tidak mungkin menyakiti hati wanita yang begitu ayah cintai, hanya untuk mendapatkan anak yang belum tentu akan mencintai ayah seperti yang ibumu lakukan.Kami bangkit, kami mencoba memaafkan keadaan, namun kami tidak menyerah, berbagai terapi tradisional kami lakukan, ibumu begitu gigih ingin bisa hamil, sampai betahun-tahun, kami tidak menyerah, hingga akhirnya saat pagi hari, ibumu mendadak muntah-muntah, ayah mengira jika itu hanya masuk angin biasa.Sudah seminggu ibumu terbaring lemas karena makanan yang dia makan selalu keluar lagi, hingga akhirnya kami memutuskan untuk berobat ke puskesmas. Kamu tau? Ternyata ibumu tidak masuk angin, tapi dia hamil, dia hamil anak ayah, Nak. Sujud syukur kami lakukan di lantai puskesmas, semua orang memandang aneh, kami tidak peduli, yang kami pedulikan adalah ibumu kini sedang mengandung, akhirnya Allah memberikan keberuntungan kepada kami, Nak.Lalu, lahirlah kamu, kelahiranmu disambut suka cita warga desa, karena, saat itu desa kita terkena kekeringan yang berkepanjangan, sawah-sawah kering tidak bisa ditanami, air sungai kering tidak bisa diambil airnya, namun, saat kamu lahir, tiba-tiba saja langit gelap dan turun hujan yang sangat lebat, seketika air melimpah ruah, membuat warga senang, mereka menganggap jika kelahiranmu juga menjadi berkah.Itulah mengapa ayah memberimu nama Safeea Azzahra Kalyani, yang artinya anak perempuan yang beruntung dan membawa keberuntungan, kamu keberuntungan bagi ayah dan ibu, Nak. Kamu membawa keberuntungan untuk warga desa, selama ini hidupmu beruntung karena dikelilingi orang-orang baik, kamu sempat terjatuh dari pohon mangga namun tidak ada luka sedikitpun yang ditemukan di tubuhmu. Kamu juga pernah hanyut di sungai seharian penuh, namun saat ditemukan kamu dalam keadaan sehat wal afiat, itu suatu keberuntungan dari Allah untukmu.Jadi, jika kelak terjadi sesuatu yang kurang buruk kepadamu, jangan sedih, jangan patah semangat, karena pasti setelah hal buruk tersebut akan ada keberuntungan yang mengikutinya,” ayahku bercerita panjang lebar, aku yang masih kecil dan sudah mengantuk hanya manggut-manggut mengiyakan.Sekarang aku baru paham maksud dari perkataan ayah yang memintaku tidak putus asa dan tetap semangat saat hal buruk terjadi, karena, setelah pemakaman ayah dilaksanakan, aku yang tidak memiliki siapapun akhirnya dibawa oleh orang-orang berseragam kepolisian ke sebuah panti asuhan.Baru beberapa hari di sana, aku didatangi seorang pria yang mungkin usianya tidak jauh berbeda dengan ayahku, namanya Pak Aldian, dia mengatakan bersedia menjadi ayah asuhku dan menanggung semua biaya sekolahku sampai kapanpun yang aku inginkan, selain itu dia juga menjadi donator tetap di panti asuhan tempatku tinggal.Seperti yang ayahku bilang, keberuntungan selalu menyertaiku, proses pendidikanku berjalan begitu mulus. Aku dua kali mengikuti program akselerasi di sekolahku, ketika sekolah menengah pertama dan menengah atas. Aku lulus SMA saat usiaku baru menginjak angka enam belas tahun.Setelah lulus SMA aku melenggang masuk ke universitas negeri tanpa harus tes, karena nilai ujian akhirku yang sempurna membuatku bisa masuk universitas dengan jalur undangan. Aku lulus sarjana kedokteran dalam waktu empat tahun, kemudian kulanjutkan mengikuti program profesi selama dua tahun.Siang itu aku dan Pak Aldian janji bertemu di sebuah café dekat dengan kosanku. Rencananya aku ingin mengatakan, jika aku akan mendaftar untuk mengikuti Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI), karena sebagai dokter muda aku harus bisa mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) jika ingin bisa praktek di rumah sakit.Aku masih menunggu kehadiran pak Aldian, tidak biasanya dia terlambat, beliau tipe orang yang selalu tepat waktu, selama mengenalnya, tidak pernah dia membiarkanku menunggu jika sedang janjian untuk bertemu di luar.Aku sangat bersyukur, melalui kebaikan dan kemurahannya, aku bisa sampai pada posisiku yang sekarang, tidak perlu sulit memikirkan biaya hidup dan pendidikan, segala kebutuhan sekolahku hingga kini ditanggungnya, itulah mengapa aku sangat menaruh hormat kepadanya.“Hai Saf! Maaf bapak telat, kamu sudah lama nunggu?” senyumnya merekah tiap kali bertemu denganku, segera bangkit dari kursi, aku menggapai tangannya untuk kucium dengan takzim, aku menganggapnya sudah seperti ayah kandungku sendiri.“Belum kok, Pak, Saf baru sampai juga, Bapak sehat? Kok Saf lihat bapak agak pucat, bapak sakit?” tanyaku khawatir.“Bapak sehat-sehat saja, Saf, jangan dihiraukan! Gimana koas mu? Kapan jadi resminya selesai?” aku tau, Pak Aldian mencoba mengalihkan pertanyaanku.“Bapak kecapean kerja, ya? Jangan terlalu diforsir, Pak, bapak sudah enggak muda lagi, banyak-banyak istirahat!”“Siap ibu dokter! Bapak cuma kurang istirahat, banyak yang harus bapak kerjakan kemarin itu,”“Vitamin yang Saf resepkan masih diminumkan sama bapak?”“Masih, kamu jangan khawatir! Ini minuman buat bapak?”“Hu’um, jus nanas bagus buat kolesterol bapak, hi hi hi,”“Padahal bapak mau kopi, Saf!”“Enggak boleh!!”Ya begitulah kami jika bertemu, saat bertemu dengannya, aku sebisa mungkin mengatur menu yang boleh dan tidak boleh Pak Aldian makan dan minum, terkadang aku memintanya mengirimkan foto makanan yang dia makan setiap harinya, agar aku bisa melihat apa yang dia makan jika tidak sedang bersamaku. Pak Aldian memiliki riwayat darah tinggi dan kolesterol, harus mengatur pola makan dengan benar jika ingin hidup sehat hingga memiliki cucu nanti.“Saf, ada yang mau bapak omongin sama kamu,”“Ya ngomong aja, Pak, Saf dengerin nih, sambil makan boleh, ya?”“Makanlah, Nak, masa bapak larang,” ucapnya tulus, aku suka senyumnya, caranya memperlakukanku seperti ayah memperlakukanku dulu, begitu lembut.“Habis bapak ngomong, Saf juga mau ngomong ya, Pak!”“Iya, boleh,” ucapnya singkat, kemudian terdiam cukup lama, membuatku menghentikan ritual makan siangku.“Bapak mau ngomong apa? Kok malah diam aja?”“Ehmm . . . Saf, kalau bapak minta kamu melakukan sesuatu, apa kamu mau mengabulkannya?” tanyanya ragu-ragu, membuatku bertanya-tanya, perihal apa yang sebenarnya ingin dia katakan.Aku menyingkirkan piring berisi carbonara fettucini ku dari hadapan, meminum sebentar minumanku, sebelum akhirnya mencoba fokus dengan apa yang ingin dibicarakan ayah angkatku ini.“Bapak mau Saf melakukan apa memang? Kalau Saf mampu, akan Saf lakuin, bapak kan tau, enggak mungkin Saf menolak permintaan bapak,”“Tapi kali ini permintaannya beda dari permintaan bapak yang sebelumnya, bapak bukan mau minta Saf lanjut kuliah atau apapun, tapi bapak mau minta, Saf menikah sama anak laki-laki, bapak, Saf mau, kan?” ucapan Pak Aldian kali ini mampu membuatku tersedak air liurku sendiri. Apa tadi katanya? Menikah? Dengan putranya?.Chapter 108 Ace points to the couch sitting opposite their bed. "That is small for both of us to sleep." Scarlet voices her concern. "Darling, if we need to sleep beside one another, we do not need a couch. We can as well sleep on the bed. A couch is to sleep one above the other." A naughty smile was playing on his lips. Scarlet places Vance in his little bassinet and walks to the couch. Ace sleeps sideways behind Scarlet. Covering them in a blanket, he places his hand around her chest squeezing and fondling her breasts. He slightly pulls her pants down and enters from behind her. "Angel might wake up." Scarlet cautions Ace. "There is no way she would wake up. She is sound asleep and even if she wakes up, she wouldn't know what we are doing. We are covered in a blanket." Ace whispers in Scarlet's ears and continues to pound inside her. Slowly the passion builds up in Scarlet. She closes her eyes in ecstasy and an involuntary soft moan releases out of her instigating Ace to touch
Chapter 107Ace feared she would land back to convulsions perceiving her red face and droplets of sweat settling on her forehead. "Darling everything is okay. You are fine. The man left the world long ago." He spoke hastily fearing Scarlet's health.Fortunately, there were no convulsions but Scarlet wasn't going through the best phase either. She stomped to unconsciousness instantly.As the doctor hinted at him in their previous consultation, Ace was prepared for everything. He carried her imperturbably to their bedroom.Little Angel walked behind. "Daddy, what happened to mommy? Why does she often faint?" She asks with her eyes watering. "Did I hurt mamma, that she sleeps frequently?" Her voice was now breaking into a cry.Ace brought out a syringe from the closet, injected medicine into it, and administered it to Scarlet. Though he wasn't associated with the medical field, Ace took a short-term medical course to help the health of his wife. Scarlet was his life, his happiness, and h
Chapter 106"Merry Christmas" Ace greets Scarlet the next day as soon as she wakes up with a tray filled with breakfast of bacon, toast, and pineapple juice along with fruit pie as a dessert."Merry Christmas to you too." Scarlet greets Ace pecking his lips. But Ace had a different intention. The kiss intensified giving rise to a heated smooch and the romantic couple landed on another round of early morning sex until they heard a knock at the door.Little Angel walked in rubbing her eyes still not getting rid of sleep. "Daddy Dora did not get the flower from the fairy." She twisted her lips. Ace chuckles and brings her into his lap kissing her cheek."It is only a dream princess. Dora will get the flower from the princess."For the next two hours, Angel kept fussing for Dora with a flower. Ace had to search half of the kid stores in Pennsylvania to get his daughter, Dora, with a flower from the fairy. Ultimately it became a Christmas gift for her.Daniel was always the older disciplin
Chapter 105"Since I was brought up in a convent from my childhood I couldn't get to do certain things which many normal teenage girls would do at that age. So...." Scarlet stopped, calculating the features of Ace and if she could speak further."So?" Ace raised a single brow. He did not know where this conversation was going but he surely suspected something fishy.Scarlet bit the inside of her cheek suddenly going shy and not able to meet her husband's eyes. "So, I want to get drunk, smoke, dance freely with a man, and end up with him on the bed."Ace left an uncomfortable chuckle, shook his head, unable to believe his ears. He did not understand how to react to his wife's insane request. "You have gone crazy, Scarlet." He exclaimed. "It is not abou
"Anytime I see talks on women empowerment in our families, education of girls, helping them progress, finding them jobs, scholarships, I hear music playing in my head. It increases my heartbeat, causing tension in my arteries. It increases my cortisol levels, testosterone decreases. The left hemisphere in my brain is stimulated." Rickey said going hysterical while pulling the hairs on his head. Sania was frightened seeing his changing personality. She took several steps back from him. It wasn't usual for Rickey to behave in such a way. She had been seeing him since his diaper days and found his body language suspicious. "Rickey you are behaving like an imbecile. What are you doing at this hour in my house, Rickey? Go, get ready. Don't you have school to attend?" She scolded him in response to an older sister mustering her last drop of courage. "When a beautiful rose like you is alone in the house, how can I go and attend the boring lecture of that English teacher? I had been attract
Sania picked up the unexpected call at the odd hour of midnight. She wondered what her parents wanted to speak to her at past 12. Sania picked up the call cheerfully with a smile but the next second what she heard made her fingers tremble and her heart skip a beat. Sania's mother Margaret who was always a brave woman started sobbing on the phone. Her father suffered a stroke and urgently required two stunts near his heart to save his life. The Collins family couldn't afford the cost. Failing to get the surgery done within a month Sania will be losing her father. It was news indigestible for Sania. But she was the older child and had the responsibility to be the backbone of her family. She gulped the obstruction forming in her throat and spoke positively to her mother. "Mama do not worry. Just take care of dad and I will arrange the funds for daddy's treatment." "How would you do that? You are still a student?" Her mother asks but there was a ray of hope in Margaret's speech. She ha
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Komen