แชร์

Part 4 | Nice to Meet You, Jeremy

ผู้เขียน: Hee Yuzuki
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-11-08 15:12:21

Di anak tangga teratas itu, Alle hanya bisa menahan sesak yang kembali menyiksanya, melihat secara nyata bagaimana Earl dan Vale saling berbagi cinta dan sangat menikmati ciuman mereka. Hatinya berdenyut ngilu, dengan jantung yang semakin berdetak kencang memberikan rasa sakit ke sekujur tubuhnya. Ternyata rasa sakit melihat keduanya memadu kasih benar-benar sangat menyakitkan. Alle mengusap air matanya dengan kasar. Dia harus lebih kuat, perjuangannya baru dimulai, menghapus cinta Earl untuk Vale tentu tidaklah mudah, dan dia harus lebih kuat dari rasa cinta mereka.

“Mommy dan Daddy mencari kalian. Makanan sudah siap.” Suara datar Alle membuat keduanya terkesiap dan langsung melepaskan ciuman mereka. Earl menatap bersalah pada Alle yang menatapnya datar, sedang Vale justru tersenyum bahagia dan berjalan cepat menghampiri Alle, meninggalkan Earl yang masih berdiri mematung di tempatnya.

Dengan sengaja Vale merangkul lengan Alle dengan senyum bahagianya, lalu menatap ke belakang dan meminta Earl juga ikut turun.

“Jangan pernah bermimpi memiliki honeymoon bersama Earl, karena semua itu tidak akan terjadi, Allexa. Aku akan selalu ada di antara kalian, dan tidak akan membiarkan Earl memiliki waktu berdua denganmu. Earl hanya mencintaiku, kau mau tau buktinya? Dia akan mengajakku ikut serta dalam honeymoon itu, dan kupikir, itu bukan lagi honeymoon milikmu, tapi milikku dan Earl. Kau hanya akan menjadi penonton kesepian di sana.” Vale menatapnya puas, membuat Alle yang mendengar itu merasa sesak, walau sudah memprediksi jika Earl pasti akan mengajak serta Vale bersama mereka.

“Oh ya? Kau yakin akan selalu bisa ada di antara aku dan Earl? Tidak, Vale sayang. Malam kami di ranjang, kau tidak akan bias menginterupsinya, tembok akan berbicara jika kau setiap hari datang ke sini apalagi menginap. Kau tidak bisa menembus tembok di rumah ini. Atau riwayatmu tamat di tangan orang tuamu. Ah, kau ingin merusak mommen honeymoon-ku bersama Earl? Baiklah, aku juga bisa menggagalkan hal itu semudah aku membalikkan telapak tangan. Bagaimana, jika saat sampai di sana, aku mengabarkan ini pada orang tua kalian? Sangat mudah, kan, Vale?” Alle dengan kasar melepaskan rangkulan tangan Vale dan berjalan mendahului Vale. Namun, Vale langsung mengejarnya.

“Tapi aku tau, kau tidak akan mungkin melakukannya, atau kau akan melihat bagaimana kemarahan Earl.” Vale mengancamnya.

“Ah, begitu? Kebetulan sekali, semenjak mengenal dan menjadi sahabatnya, aku belum pernah melihatnya marah kepadaku. Aku jadi ingin tau, seperti apa dia marah pada sahabatnya ini.” Alle sekali lagi menyunggingkan senyum sinisnya, membuat Alle menghentak kesal, sedang Earl yang hanya mengamati dari belakang mengernyit bingung dan menebak-nebak apa yang dibicarakan keduanya.

“Hei, apa yang kalian bicarakan?” Tanya Earl yang kini sudah menyamai langkah Vale dan merangkul adiknya itu.

“Bukan apa-apa. Ayo, Mommy dan Daddy menunggu kita, jangan sampai membuat mereka curiga.” Vale merangkul manja lengan Earl dan menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Membuat Earl tersenyum dan mengacak gemas rambut Vale.

***

Bulan yang bersinar begitu terang di bawah deburan ombak pantai itu terlihat begitu cantik, namun pemandangan indah di depannya tidak membuat seorang wanita terlihat bahagia. Tatapannya sayu, menatap kosong pada deburan ombak yang saling menggulung satu sama lain. Malam yang syahdu, dengan taburan gemerlap bintang juga cahaya rembulan. Namun, tetap saja, yang dia rasakan hanya sunyi, sepi dan sendiri, kendati ini adalah bulan madunya bersama sang suami. Bulan madu paling menyakitkan karena suaminya lebih memilih menghabiskan waktunya bersama sang kekasih.

Mereka tiba saat senja menjelang di pulau pribadi Addison, tentu saja Earl dengan segala kuasanya berhasil membungkam semua yang bekerja pada keluarganya tentang keikutsertaan Valeria dalam acara honeymoon nya.

Sekali lagi Alle menghela napasnya panjang, merapatkan sweeternya dan mengambil sesuatu dari balik sakunya. Alat bantu dengar, yang jarang sekali ia gunakan, karena ia begitu malu, harus menunjukkan kecacatannya di depan umum, dia trauma, jika harus mendapat serangan bully lagi karena cacatnya. Tapi malam ini, dia ingin mendengar suara ombak, yang mungkin mampu menemani sepinya. Membuatnya memasang alat bantu dengar itu ke telinganya, dan detik berikutnya, riuh deburan ombak juga desau angin malam langsung menyapanya. Suara alam yang begitu ia rindukan membuatnya tanpa sadar meneteskan air mata, teringat jika setiap hari hanya ada kesunyian yang menemaninya, dia tidak bisa bebas menikmati suara alam atau semua bunyi-bunyi yang mungkin memuakkan bagi sebagian manusia.

“Tuhan, kenapa sesakit ini?” Alle merapatkan tubuhnya, duduk dengan beralaskan pasir pantai dan menekuk lututnya, menatap jauh ke depan di mana ombak semakin tinggi dan sesekali mengenai kakinya.

“Apakah ini sebuah keberuntungan, menemukan wanita cantik di pantai sendirian?” Suara itu membuat Alle mendongak, menatap bingung pada pria yang berdiri di depannya, dengan wajah memikat dan senyum yang mempesona. “Hai, kenalkan, aku bukan CEO yang tampan, mapan dan rupawan.” Pria itu terkekeh dengan ucapannya, membuat Alle ikut tersenyum, menatap lebih ramah pada pria yang kini memutuskan untuk duduk di sampingnya.

“Aku Jeremy, yang diberi kepercayaan penuh oleh Mr. Addison untuk mengurus dan mengelola pulau ini. Senang bisa mengenal salah satu wanita beruntung yang menjadi istri dari anak Mr. Addison.” Lanjut pria itu membuat Alle tersenyum kecut.

“Kupikir kau tau banyak tentang kedatangan Vale dan bagaimana Earl mengancam dirimu untuk tidak memberitahukan ini pada Mr. Addison, seharusnya kata beruntung untukku tidak kau ucapkan, benar begitu, Jeremy?” Alle menautkan kedua alisnya, membuat Jeremy terkekeh dan mengangguk.

“Baiklah, aku keterlaluan dengan kata beruntung itu. Bodoh sekali si Earl menyia-nyiakanmu, mau kabur bersamaku? Walaupun aku tidak sekaya Mr. Addison, tapi untuk membahagiakanmu, aku akan melakukan segalanya. Tertarik dengan tawaranku, Allexa Aldene?” Tanya Jeremy dengan menaik turunkan alisnya, membuat Alle kembali terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Wah, aku cukup tersanjung kau mengenalku. Sejauh apa kau mengetahui hubunganku, Earl dan Vale?” Tanya Alle menatap penuh minat pada Jeremy yang kini tertawa begitu keras.

“Tentu saja, siapa yang tidak mengenal Allexa Aldene, seorang designer terbaik yang tengah digandrungi di Eropa, putri seorang Kern Aldene yang kekayaannya tidak perlu diragukan lagi. Tidak ada alasan untuk tidak mengenalmu.” Jeremy terlihat bangga dengan pengetahuannya tentang Alle, membuat Alle sekali lagi tertawa.

“Jadi, apa kau akan melaporkan tentang Vale pada Mr. Addison?” Alle menanti jawab, membuat Jeremy menyeringai.

“Tergantung, tergantung jawabanmu, jika kau mau kabur bersamaku dari si brengsek Earl. Aku akan mempertimbangkan untuk membungkam mulutku dan mengkhianati bosku.” Ungkap Jeremy membuat Alle mengernyit bingung. Dia mendorong pelan bahu Jeremy yang kini menatap lekat ke arahnya.

“Aku seperti bertemu seorang stalker yang sudah lama mengincarku. Kau menyukaiku?” Tanya Allexa to the point, membuat Jeremy kembali tertawa begitu keras, lalu merebahkan tubuhnya di sana dan menatap langit malam dengan tatapan yang sulit diartikan, juga dengan tawanya yang telah pudar.

“Tidak, aku tidak sejauh itu mengetahui tentangmu. Hanya ... hanya karena kita memiliki nasib yang sama, mungkin, jadi aku ingin membawamu kabur dari si brengsek Earl. Tapi aku tau, kau pasti akan tetap bertahan karena kau mencintainya. Benar begitu?” Perkataan Jeremy lagi-lagi membuat Alle bingung, pria yang baru ditemuinya itu kenapa menyebalkan dan terlihat sangat mengetahui perasannya.

“Siapa sebenarnya dirimu, jangan seolah-olah kita mengenal dekat.” Alle terlihat akan beranjak dari sana, namun Jeremy menahannya, menatap sendu pada Alle yang kembali dibuat bingung dan sedikit tidak nyaman.

“Aku mencintai Vale, sama seperti kau mencintai Earl. Aku juga tau bagaimana hubungan keduanya berjalan. Itu kenapa aku bilang kita memiliki nasib yang sama.” Jeremy bangun dari tidurnya, menatap jauh ke bibir pantai, sedang Alle hanya dibuat terkejut dengan ucapan pria yang baru dikenalnya itu.

“Aku tau bagaimana perasaan ingin menghilangkan rasa cinta itu, namun kau tidak berdaya melakukannya, aku tau bagaimana kau ingin mengakhirnya, namun hatimu berkonfrontasi mengatakan jika kau bisa berjuang untuk membuat mereka berpisah dan menyadari jika yang mereka lakukan salah. Tapi percayalah, Alle. Aku sudah bertahun-tahun melakukannya, memberikan segala yang aku punya untuk Vale dan berusaha membuat wanita itu berpaling padaku. Nyatanya, semua usahaku tidak membuatkan hasil, membuatku ingin menyerah, dan keluar dari lingkaran setan ini. Namun, hatiku yang brengsek ini tidak mengijinkannya, dan masih mengharapkan keajaiban jika Vale mengakhiri hubungan gilanya bersama Earl.” Suara serak Jeremy membuat Alle hanya bisa tersenyum miris mendengarnya, dia tidak menyangka jika ada pria yang mencintai Vale dengan tulus sekali pun mengetahui status wanita itu, sama seperti yang dirasakan dirinya.

“Orang bilang, langkah terbaik untuk menghapus seseorang dari hati kita, adalah mencari yang baru, bagaimana jika kita saling menyembuhkan? Kabur bukan ide yang buruk, mungkin kita memiliki kecocokan, selain sama-sama menunggu cinta bodoh dari pasangan gila itu.” Jeremy sudah mengubah ekspresinya menjadi menyebalkan, membuat Alle langsung merengut kesal dan memukul bahu pria itu.

“Kupikir kau akan rugi jika hanya duduk di sini, padahal pulau ini memiliki begitu banyak hal indah dan menyenangkan. Aku akan menjadi guide anda, yong lady.” Jeremy bangkit dari duduknya, berdiri dan mengulurkan tangannya pada Alle, membuat Alle tersenyum dan menyambut dengan senang hati uluran tangan itu.

Tanpa ragu Jeremy menggenggam tangan Alle dan membawa wanita itu menikmati indahnya malam di pulau itu.

“Kau wanita yang hebat, Allexa, kau terlalu berharga jika terus bertahan bersama si brengsek Earl, pergilah sejauh mungkin jika hatimu sudah lelah. Kau bisa menghubungiku, dan tawaranku untuk kabur bersama dari sakitnya mencintai mereka masih berlaku sampai kapanpun untukmu.” Jeremy mengeratkan genggaman tangannya, membuat Alle menatap kesal pada pria itu dan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak paham.

“Kenapa harus menungguku untuk pergi? Kau bisa pergi sejauh mungkin dan melupakan Vale. Urusan hatiku tentu menjadi tanggung jawabku.”

“Sama seperti dirimu, aku tidak sekuat itu untuk meninggalkan Vale yang kucinta. Kadang, cinta membuat kita menjadi manusia paling bodoh, ya? Sudah tau menyakitkan, tapi kita masih bertahan, seolah itu kenikmatan.” Jeremy menggelengkan kepalanya tidak mengerti, membuat Alle juga menyetujui ungkapan pria itu.

“Vale tau bagaimana perasaanmu padanya?” Tanya Alle penasaran dengan kisah cinta pria itu.

“Ya, sangat mengetahuinya, berkali-kali aku mengatakan cinta padanya, memintanya putus dan akan membantunya menghapus Earl di hatinya, tapi dia juga berkali-kali menolaknya.” Jeremy tertawa sumbang, membuat Alle juga ikut prihati mendengarnya.

“Sama sepertimu, dia sering menceritakan hubungannya dengan Earl padaku. Tapi, entahlah, apa yang bisa membuat kedua orang bodoh itu tersadar.” Jeremy menghembuskan napasnya lelah, mengeratkan genggaman tangannya pada Alle dan berjalan menjauhi bibir pantai.

Earl menghentikan langkahnya melihat pemandangan di depannya, di mana seorang pria yang ia ketahui orang kepercayaan ayahnya mengulurkan tangannya pada Alle dan menggenggam tangan Alle begitu erat.

“Apa yang terjadi? Ada apa dengan wajahmu?” Tanya Vale melihat ke mana fokus Earl saat ini, membuatnya tersenyum miris. Jeremy dan Alle, terlihat begitu serasi, sama-sama menyedihkan. Membuat hatinya tertawa senang.

“Sudah malam, sayang. Sebaiknya kita kembali ke resort, agar besok pagi bisa menikmati sunrise yang selalu menjadi favoritmu jika berkunjung ke sini.” Earl merangkul Vale dan mengajak gadis itu kembali ke kamarnya. 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 82 | Her Last Wish [END]

    Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 81 | Death Bell

    Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 80 | Eloise Abigail Adisson

    Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 79 | Daddy's Daughter

    Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 78 | Painful Truth

    Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 77 | Is That A Sign?

    Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status