Daniel dan Andi melanjutkan perjalanan pulang ke apartemen. Sepanjang perjalanan, Daniel terlihat senyum sendiri sambil sesekali mengusap bibirnya.
Andi yang melihat bosnya dari spion bertanya-tanya.
"Hmmmm ... sepertinya bos sedang berbahagia," Andi melirik bosnya dari kaca spion mobil
"Tidak. Biasa saja. Mengemudi yang benar!" Daniel menyangkal, tapi masih tersenyum.
"Setiap melihat wajahnya , aku merasa ingin di dekatnya dan mendekapnya," gumam Daniel di dalam hati.
"Boss, saya sudah menemukan dimana paparazy itu tinggal!" ucap Andi tiba-tiba.
"Kalau begitu, langsung kesana saja. Aku akan membuat perhitungan dengannya." Daniel memberi perintah.
"Baik, Boss" Andi melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
Mobil terus melaju dan berhenti pada sebuah gank.
"Paparazy itu tinggal di gank ini boss!" Andi keluar dari mobil disusul oleh Daniel.
Tokkkk tokkkk tokkkk
Andi mengetuk pintu rumah yang ditempati paparazy.
Tokkkk tokkkk tokkkk
Daniel dan Andi saling melempar pandang.
"Maaf, mencari siapa?" seorang wanita paruh baya menyapa meraka.
"Saya ingin bertemu dengan orang yang tinggal dirumah ini" jawab Daniel.
"Ooooo. Wartawan itu baru saja menyerahkan kunci rumah kepada saya. Katanya mau pindah." Wanita itu menjelaskan.
"Shit, kita kecolongan. Huuuhhffff" Daniel menunjuk rumah tersebut dengan dagunya.
"Baik, terimakasih infonya, Bu … kami permisi!" pamit Andi kepada wanita tersebut.
"Paparazy itu benar-benar licik. Dia tau kalau kamu telah menyelidikinya" Daniel meghempaskan bokongnya di dalam mobil
"Maaf boss, ini keteledoran saya," ucap Andi meminta maaf.
"Sudahlah, kamu harus mencari lagi keberadaannya." Daniel mengepalkan tangannya.
"Baik, Boss!" sahut Andi.
"Lalu, apa kamu sudah melakukan apa yang perintahkan terhadap sepeda motor Cinta?" Daniel menatap Andi dari kaca spion.
"Sudah, Bos. Saya memasang GPS di sepeda motor Cinta. Dan saya yakin, dia tidak akan menyadarinya. Bos bisa memantaunya melalui ini …" Andi memberikan sebuah android kepada Daniel.
"Oke, terima kasih!" Daniel langsung melihat ke layar tersebut.
"Dimana ini? mengapa jauh sekali dan seperti berada di hutan," ujar Daniel mengerutkan keningnya
"Karena Cinta memang tinggal di desa terpencil bos," jelas Andi.
"Pantas saja, waktu itu Cinta tidak mau diantar pulang," gumam Daniel.
Daniel mengambil amplop coklat,dan memandang Poto yang diberikan oleh Paparazy.
Poto Daniel mencium Cinta ketika mereka baru saja terbangun dan menyadari kejadian semalam.
"Aku tidak akan melepaskanmu, kamu harus menjadi milikku," Daniel berbicara di dalam hati.
*******
Cinta duduk di samping ranjang Carisa, menatap putri semata wayangnya yang sedang fokus merangkai manik-manik.
Carisa seorang anak yang cerdas, sangat menyukai kesenian. Carisa suka menari, menyanyi, dan membuat beberapa kerajinan tangan yang terbuat dari manik-manik ataupun barang bekas.
"Mama, apakah seseorang boleh memiliki cita-cita lebih dari satu?" Carisa menoleh ke arah Cinta sambil terus fokus meronce manik-manik.
"Tentu saja, Sayang … Carisa punya cita-cita apa?" tanya Cinta mendekati Carisa.
"Hmmmm … Carisa ingin jadi seorang Dokter, tapi Carisa juga ingin jadi seorang Penyanyi. Apa boleh, seorang Dokter menjadi penyanyi juga, Ma?" tanya Carisa menatap ke arah Cinta. Carisa meletakkan manik-manik kembali pada kotaknya, lalu memeluk Cinta dengan manja.
"Tentu saja boleh, Sayang … yang penting, Carisa bisa menjalani semuanya dengan baik." Cinta membelai rambut Carisa dengan lembut.
"Dengan baik, maksudnya bagaimana, Ma?" Carisa tampak bingung.
"Iya, ketika Carisa sedang menangani pasien, Carisa harus bisa menolak tawaran menyanyi. Karena, nyawa orang jauh lebih penting dari segalanya, Sayang!" Cinta menerangkan kepada Carisa.
"Apakah menjadi penyanyi juga membutuhkan uang banyak untuk sekolah, Ma?" Carisa mendongak menatap mamanya.
"Kenapa bertanya seperti itu, Sayang?" tanya Cinta dengan wajah penuh tanda tanya.
"Aku takut, nanti mama akan lelah bekerja karena Carisa banyak kemauannya." Carisa menundukkan wajahnya.
"Carisa mau jadi Dokter aja, Ma … sekalian jualan online seperti mama. Kan, jadinya Carisa juga punya 2 cita-cita. Menjadi dokter dan pedagang yang sukses!" Carisa tersenyum dan memeluk Cinta dengan erat.
"Sayang, apapun cita-cita kamu, mama akan mendukung dan akan membantu mewujudkannya dengan bekerja keras. Dan … tidak lupa dengan Do'a juga." Cinta menoel hidung Carisa dengan gemas.
"Terimakasih, Ma …" ucap Carisa.
Carisa dan Cinta bercengkrama dengan hangat, Carisa bercerita tentang teman-temannya, tentang Ibu Gurunya, dan tentang mama teman-temannya.
Carisa sekolah di Taman Kanak-Kanak yang dikelola oleh sahabat karib Cinta.
"Ma … kapan kita membuat kue lagi?" tanya Carisa pada Cinta.
"Kue? Emangnya temanmu ada yang mau ulang tahun?" Cinta mengernyitkan keningnya.
"Tidak, Ma … Carisa pengen membuat kue coklat yang dihiasi banyak mutiara." Celoteh Carisa.
"Nanti, kalau mama ada waktu, kita buat kuenya, ya!" Ujar Cinta tersenyum.
"Yeayyyy, makasih, Mama …" Carisa mencium Cinta dengan gemas.
Cinta lalu mengajak Carisa beribadah sebelum tidur, dan membacakan dogeng tentang putri yang baik hati.
Setelah Carisa tertidur, Cinta mematikan lampu, lalu kembali ke kamarnya.
Cinta mencoba memejamkan matanya, namun, tiba-tiba bayangan Daniel dan kejadian malam itu membuat Cinta gelisah.
Cinta baru bisa memejamkan matanya ketika lewat pukul 01.00 wib dini hari.
"Heh, Cinta, awas aja ya, kalau terjadi sesuatu pada Carisa, Adit akan membawa Carisa pulang ke rumah kami!" ujar wanita paruh baya yang juga ikut bersama lelaki dengan mencebikkan bibirnya. Daniel kembali menatap Cinta, Daniel benar-benar tidak mengerti siapa sebenarnya mereka.Seorang perawat menghampiri mereka berempat. "Bapak, Ibu, tolong tenang! Jangan membuat keributan di sini!" ujar perawat tersebut seraya melenggang pergi.Mereka berempat pun duduk di kursi tunggu. Cinta menjauhi Daniel dan berusaha untuk terus meminta maaf kepada kedua sosok yang baru saja datang itu, membuat Daniel semakin heran siapa mereka sebenarnya?Setelah sekian lama menunggu, akhirnya melhat Carisa dari kaca pintu, perasaan Cinta benar-benar tidak tenang. Cinta tidak bisa duduk diam menunggu di luar ruangan, namun, jika masuk ke dalam pun, Cinta takut akan mengacaukan Dokter dan tenaga medis lainnya."Dengar ya
"Tenang, Bu! Semoga Carisa tidak apa-apa." Ujar Bidan sambil memegang infus yang tersambung ke tangan Carisa."Andi, cepat!" Seru Cinta dengan suara parau. Perasaan Cinta teramat sangat tidak karuan, Cinta takut terjadi sesuatu yang sangat buruk pada Carisa, sehingga air mata tak henti-hentinya mengalir dari pelupuk matanya.Cinta terus memeluk Carisa dengan erat dengan sesekali menyeka keringat dingin yang mulai keluar dari tubuh Carisa.Melihat keadaan cinta yang teramat sangat cemas, Andi melajukan mobil dengan kecepatan tinggi sehingga perjalanan yang seharusnya ditempuh selama satu jam mampu ditempuh hanya dalam tiga puluh menit. Andi juga memasang suara sirine ambulance dari mobil, agar kendaraan yang lain segera menyingkir. Andi tidak peduli jika nanti yang dilakukannya itu akan berdampak melanggar aturan, yang terpenting adalah Carisa segera sampai ke rumah sakit.Sampai di ruma
Cinta melangkah maju dengan perlahan, dan mendekati Daniel. Selangkah, dua langkah, tiga langkah.Daniel merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Seseorang menyandarkan kepalanya di punggung Daniel, memeluk tubuhnya dengan erat. Daniel membalikkan badannya, dan tersenyum menatap Cinta yang memeluk pinggangnya dengan erat."Ada apa, Sayang?" Daniel membelai rambut Cinta dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya mematikan kompor.Cinta hanya menggelengkan kepalanya,Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.Daniel menangkup wajah Cinta dengan kedua tangannya. Lalu mengecup kening dan ujung hidung Cinta dengan lembut sehingga Cinta memejamkan matanya, menikmati debar jantungnya yang mulai tak karuan."A_aku merindukanmu," ucap Cinta menatap manik mata Daniel. Menyelami sorot mata yang tajam namun sangat meneduhkan."Aku juga merindumu, Sayang
Daniel meninggalkan Cinta ke luar kamar, khawatir akan tergoda melihat Cinta yang tertidur pulas.Namun, pikiran kotor kembali merasukinya."Hey, Daniel, sudah saatnya kamu memiliki istrimu, dia halal untukmu, sudah saatnya kamu menaklukkannya" pikiran itu terus berkelana membuat Daniel kembali membuka pintu kamar dan mendekati Cinta yang tergeletak dan tertidur pulas di atas ranjang.Tatapan mata Daniel kembali tertuju pada kancing baju bagian atas yang tadi dia buka. Daniel naik ke atas ranjang, menelusuri wajah Cinta yang memang sangat cantik.Daniel mendekatkan wajahnya, mengecup bibir Cinta dengan lembut. Menyesapnya dengan perlahan, dan satu tangannya mulai membuka kancing bagian kedua kemeja Cinta. Daniel menurunkan kecupannya ke arah leher jenjang Cinta."Mmmhhh ...." Desahan kecil keluar dari bibir Cinta.Daniel kembali mengecup bibir Cinta dengan rakus. Cinta membuka matanya,
"Ada apa?" Cinta memundurkan dirinya dari hadapan Daniel.Namun, terlambat. Daniel terlebih dahulu meraih tengkuknya dan melabuhkan ciuma di bibir Cinta. Menyesap bibir yang menjadi candu baginya. Melumatnya dengan penuh cinta.Cinta tidak mampu menolak, kerinduan yang dirasakannya membuat Cinta membiarkan Daniel mengecup dan menyesap bibirnya dengan pelan."Aku merindukanmu." Bisik Daniel di telinga Cinta.Cinta hanya tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.Jarak dari perusahaan menuju rumah Cinta hanya memakan waktu sepuluh menit."Assalamualaikum." Cinta mengucap salam dan mempersilahkan Daniel masuk ke dalam rumahnya."Waalaikumsalam." Terdengar jawaban dari dalam.Ayah dan Ibu Cinta membuka pintu dan melihat Cinta bersama seorang lelaki.Ayahnya mengerutkan keningnya melihat penampilan Daniel yang tid
Cinta mengikuti langkah Rina, memasuki sebuah kantor yang sederhana. Cinta tercenung sesaat, Rina meraih tangan Cinta, meminta untuk mengikutinya."Silahkan, Bu …" ujar Rina mempersilahkan Cinta masuk."Assalamualaikum." Cinta mengucap salam."Waalaikumsalam." Jawab beberapa orang dari dalam bersamaan."Bu Cinta, silahkan duduk," sapa seorang laki-laki yang Cinta kenal dengan baik. Laki-laki itu biasa Cinta panggil Bang Iqbal."Makasih, Bang," ucap Cinta tersenyum sambil mendudukkan bokongnya di kursi yang di sodorkan Bang Iqbal."Pak Nai, ini Bu Cinta." Bang Sudir memperkenalkan Cinta pada seorang laki-laki yang tersenyum padanya."Dan … mmmm … Pak Daniel?" Cinta kaget karena saat ini Daniel berada dihadapannya. Cinta tidak bisa mencerna semua ini, bagaimana mungkin Daniel berada di sini."Lho, B