Share

3. Tidak Seperti Biasanya

Happy Reading . . .

***

Seperti biasanya, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam namun saat ini aku justru sedang memanaskan makan malam yang aku simpan untuk Bryce, untuk yang kedua kalinya. Ya, aku sudah menunggu lama yang ternyata Bryce tidak kunjung pulang juga, sampai-sampai aku sudah memanaskan makanan untuk yang kedua kalinya. Setelah dirasa cukup, aku pun menaruh makanan-makanan yang aku masak di piring semula, lalu menatanya di atas meja makan seperti sedia kala.

Lalu aku melangkah kembali menuju sofa untuk menunggu di sana sambil menonton televisi. Hingga tidak lama kemudian, aku pun mendengar suara pintu rumah yang terbuka dan munculah Bryce di sana. Dengan cepat aku pun menghampiri pria itu untuk membantu membukakan mantel sekaligus membawakan tas kerjanya.

"Hai, maafkan aku jika sampai di rumah hingga selarut ini. Pasieku tadi benar-benar begitu tidak terkendali hingga sampai menguras tenagaku." Ucap Bryce lalu ia pun memberikan kecupan pada keningku.

"Tidak masalah. Tetapi, mulai biasakanlah untuk bisa menghubungiku, Bryce. Aku tahu kau ini sangatlah sibuk, tetapi usahakan untuk satu menit saja mengambil ponselmu agar kau bisa menghubungiku."

"Okay, lain kali aku akan memberitahumu jika akan pulang larut lagi."

"Lalu, apa kau masih ingin makan malam?"

"Tentu saja. Aku tidak ingin membuatmu sedih karena aku tidak memakan masakan buatanmu. Tetapi, aku ingin membersihkan tubuh terlebih dahulu, okay?”

"Kalau begitu aku akan menunggumu di meja makan."

"Baiklah."

Setelah melihatnya melangkah menuju kamar kami, aku pun menaruh tas kerja Bryce di kursi dan tidak lupa menggantungkan mantelnya di tempat biasanya. Lalu, aku melangkah menuju meja makan dan menunggu Bryce di sana. Sepiring makanan berisi stik daging ayam dengan guyuran saus tomat khas buatanku sendiri adalah makanan kesukaannya, sudah aku persiapan tepat di depan kursi yang akan pria itu tepati nanti.

"Tidak lama, bukan? Aku ingin cepat-cepat memakan- wow... kau memang tahu apa yang sedang aku inginkan," ucap Bryce setelah melihat menu makanannya itu.

"Kalau begitu cepat makanlah sebelum menjadi dingin kembali." Dengan cepat Bryce pun langsung duduk di kursi meja makan, dan tidak membuang waktu lagi dilahapnya makanan tersebut.

"Bryce..." Panggilku kepada pria di hadapanku yang langsung membuatnya mulai mengalihkan pandangan kepadaku.

"Ya?"

"Tadi Renne cerita kepadaku. Katanya, dia bermimpi sedang pergi ke taman hiburan. Dia ingin ke taman hiburan dan naik carrousel, Bryce. Bagaimana jika kita benar-benar merencakan pergi ke Coney Island?"

"Aku tidak bisa, Mandy."

"Tetapi tadi pagi kau sudah berjanji jika besok akan menghabiskan waktu bersama denganku. Bagaimana jika besok saja kita pergi?"

"Jadwalku benar-benar sudah tidak bisa diubah lagi. Bahkan tadi pun disaat aku memintanya kepada Fey, aku justru dimarahi olehnya karena ia begitu lelah mengatur kepadatan jadwalku."

"Tidak besok pun, tidak masalah. Akhir pekan ini, atau minggu depan. Bagaimana? Kapan pun itu asalkan kita bisa pergi berlibur dengan Renne, Bryce."

"Tidak bisa. Jika kau ingin tahu, empat bulan ke depan jadwalku benar-benar penuh, Mandy. Bahkan hari libur yang aku dapatkan tidak sebanding dengan hari kerjaku, dan aku ingin menggunakannya dengan beristirahat saja."

"Kalau begitu aku saja yang akan mengajak Renne pergi berlibur sendirian."

"Tidak. Tidak ada yang akan menjagamu dan juga Renne. Aku sama sekali tidak setuju, apalagi mengizinkannya."

"Kau tidak bisa egois, Bryce! Selain memikirkan pekerjaanmu yang sangat penting itu, kau juga harus memikirkan Renne. Kau harus memikirkan perasaan anak kita juga," ucapku dengan mulai sedikit menaikkan intonasi suara.

"Aku bekerja untukmu dan Renne. Aku bekerja keras untuk membahagiakanmu dan juga Renne. Apakah hal itu masih membuatmu berpikir dengan aku ini yang bersikap egois? Untuk keluarga kita, Mandy. Bukan untuk diriku sendiri."

"Aku hanya tidak ingin membuat Renne kecewa dan sedih, Bryce. Aku tidak bisa mengecewakan perasaan anakku sendiri," jelasku dengan nada bicara yang mulai sendu.

"Sama denganku, Mandy. Aku juga tidak ingin Renne merasa sedih," balasnya sambil menggenggam satu tanganku.

"Bahkan Renne pun sampai memiliki pikiran jika kau itu membencinya."

"Bagaimana bisa?"

"Hari ini dia mengatakannya kepadaku sendiri. Kau sudah tidak pernah lagi meluangkan waktu apalagi sekedar bermain bersama dengannya, Bryce. Kau masih mempertanyakan hal itu?"

"Maafkan aku, Mandy. Tetapi kau harus tahu, aku pun juga ingin meluangkan waktuku untukmu dan juga Renne. Tetapi sekali lagi, aku tidak bisa. Aku tidak bisa karena pekerjaanku, bukan karena aku yang tidak menginginkannya. Aku mohon kau bisa mengerti, Mandy."

"Okay. Kita tidak perlu membahas mengenai hal ini lagi. Aku tidak ingin membuatmu merasakan tertekan denganku dan juga Renne. Biar aku saja yang memberi pengertian kepada Renne nanti.” Lagi dan lagi, aku harus mengalah kembali dan membiarkan pria itu menang atas keegoisan yang dimilikinya itu.

"Terima kasih, Mandy."

"Habiskan makananmu."

"Oh ya, tadi aku melihat ada gaun di dalam kamar. Itu milik siapa?" Tanya Bryce yang kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Ava yang memberikannya kepadaku. Tadi dia datang ke sini, dan kembali mengajakku ke pesta yang pernah aku katakan kepadamu sebelumnya."

"Kau tetap ingin datang?"

"Jika kau tidak mengizinkannya, aku tidak akan datang."

"Sebenarnya kau ingin datang atau tidak?"

"Hm..., y-ya. Aku menginginkannya,” balasku dengan ragu.

"Jika kau pergi, bagaimana dengan Renne?"

"Mungkin aku akan menunggunya sampai tertidur, mengingat kau tidak mengizinkanku juga untuk mengantarnya kepada Lorraine."

"Ava akan menjemputmu?"

"Dan mengantarkanku pulang kembali."

"Kalau begitu pergilah."

"Apa?" Tanyaku dengan sangat terkejut, sekaligus tidak percaya.

"Ya, pergilah. Kau menginginkannya, bukan? Dan karena ada Ava yang juga akan menjagamu, aku rasa itu sudah cukup. Pergilah, Mandy. Kau membutuhkan kesenangan."

"Kau bersungguh-sungguh? Bryce, aku akan sangat sedih jika keesokan harinya kau berubah pikiran lagi."

"Tidak, Mandy. Aku tidak akan berubah pikiran lagi."

"Terima kasih! Aku sangat senang, Bryce." Ucapku dengan gembira dan langsung memeluk tubuhnya dengan begitu erat.

"Okay! Kau akan menghancurkan tulangku dengan pelukanmu yang seperti ular ini," balasnya yang membuatku tertawa dan langsung melepaskan pelukanku.

"Aku sangat senang, kau tahu?"

"Iya, aku tahu kau sedang senang. Tetapi aku memiliki satu syarat untukmu."

"Oh ayolah, tadi kau sudah berjanji tidak akan berubah pikiran."

"Hei, dengarkan dulu."

"Apa?"

"Jangan pergi menggunakan gaun itu. Terlalu terbuka dan akan memperlihatkan bentuk tubuhmu. Aku tidak suka jika kau ingin tetap memakainya."

"Hanya itu?"

"Ya, hanya itu."

"Kalau begitu aku akan memakai gaun yang pernah kau belikan saja."

"Aku baru bisa bernafas dengan lega."

"Aku pikir kau akan berubah pikiran lagi."

"Tidak, Mandy. Aku hanya tidak ingin milikku ini dilihat banyak orang dengan gaun serba terbuka itu."

"Okay,". " Terima kasih, Bryce. Aku senang kau mengerti dengan perasaanku," ucapku dengan senyuman yang kembali terbit di wajahku.

"Tentu, Mandy. Apapun untukmu," balasnya yang juga tersenyum tidak kalah lebarnya dariku.

***

To be continued . . .

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status