Share

2. Keraguan

Author: DM2112
last update Last Updated: 2022-12-10 14:10:17

Happy Reading . . .

***

"Av, sepertinya ajakanmu kemarin tidak akan berlaku." Ucapku setelah Ava yang langsung mengangkat sambungan telepon yang baru saja aku lakukan kepadanya ini.

"Apa? Kenapa? Ini akan terasa menyenangkan, Mandy-ku."

"Tanpa harus aku beritahu, pasti kau sudah mengetahui sendiri alasannya."

"Pasti si Bryce sialan itu. Bagaimana kau bisa bertahan hidup bersama dengan si pengekangan itu? Kau tidak seharusnya bertahan selama ini, Mandy. Aku tidak tega melihatmu yang seperti ini terus. Rasanya sudah cukup, kau tahu?"

"Kau membuatku ingin tertawa, Av." Balasku dengan senyuman penuh arti. "Sungguh."

"Apa aku perlu yang berbicara dengannya?"

"Jangankan dirimu, aku saja yang sebagai istrinya terasa percuma. Sudahlah, Av. Sepertinya aku memang tidak ditakdirkan untuk menikmati hidupku ini."

"Aku akan datang ke rumahmu sekarang."

"Tidak perlu, Av. Kau sedang bekerja."

"Tidak, karena sekarang aku sudah memutar arah mobilku ke sana."

"Ava!" Panggilanku yang ingin protes kepadanya pun langsung aku hentikan setelah mendengar nada terputusnya sambungan teleponku ini secara sepihak.

Hingga suara mungil yang memanggil diriku menyapa indra pendengaranku, membuatku langsung mengalihkan pandangan menuju asal suara dimana malaikatku sedang melangkah menghampiri keberadaan diriku yang sedang duduk di sofa ruang tengah. "Mommy..." Panggilan Renne yang membuatku tentu langsung tersenyum akannya.

"Hai, Sayang. Kemarilah,". "Bagaimana tidurmu semalam, hah?" Tanyaku sambil mengangkat Renne ke atas pangkuan, lalu menghujani wajah menggemaskannya itu dengan kecupan-kecupan kecil dariku.

Wajah yang benar-benar salinan Bryce. Rambut pirang dan sedikit keriting alami juga adalah dari milik Bryce. Tidak ada satu pun gen milikku, yang aku turunkan kepada Renne. Dan bisa dikatakan, Renne adalah Bryce versi perempuan dan kecilnya. Hal yang cukup membuatku iri dan kesal di saat yang bersamaan, karena anakku satu-satunya itu harus begitu serupa dengan Daddy-nya.

"Mom, semalam Renne bermimpi pergi ke taman bermain."

"Benarkah? Kemana kalau Mommy boleh tahu?"

"Renne tidak tahu. Tetapi Renne bermimpi sedang menaiki carrousel."

"Memangnya Renne sedang ingin pergi ke taman bermain?"

"Bisakah kita pergi ke sana, Mom?"

Apa yang harus aku katakan? Renne belum saatnya mendapatkan kekecewaan dari Bryce yang sejak dulu selalu mengingkari setiap janji-janjinya. Tetapi jika aku menolak keinginan anakku ini, pasti hal itu akan langsung mematahkan semangatnya yang sedang ingin pergi ke taman bermain. Aku sangat tidak suka jika harus dihadapkan dengan situasi seperti ini lagi, dimana Renne yang sedang meminta tetapi aku sendiri tidak bisa berjanji bisa menepati atau memberikan hal yang sedang diinginkannya tersebut.

"Nanti kita tanyakan kepada Daddy terlebih dulu, okay? Jika Daddy mengizinkan dan memiliki waktu luang untuk mengajak Renne beserta Mommy pergi ke taman hiburan, kita akan langsung pergi saat itu juga. Okay?"

"Daddy tidak pernah berada di rumah ketika hari libur. Dan Renne juga tidak pernah bermain dengan Daddy. Apakah Daddy membenci Renne, Mom?"

Hatiku pun terasa hancur mendengar Renne yang sampai memiliki pikiran seperti itu, di saat dirinya yang masih begitu kecil merasa kesulitan hanya untuk bisa bermain dengan Daddy-nya sendiri. Kesibukan Bryce yang sudah diluar akal sehat itu benar-benar sudah begitu membuat keluarga kecilku inilah yang harus menanggung akibatnya. Bahkan Renne yang seharusnya merasakan kesenangan di masa kecilnya, harus merasakan kesedihan hanya karena keegoisan Bryce saja.

"Hei, tidak seperti itu, Sayang. Daddy tidak seperti itu. Renne tidak boleh berpikiran apalagi sampai membicarakan hal seperti itu kepada Daddy. Karena nanti Daddy bisa merasa sedih. Lagipula jika Renne ingin bermain, Mommy selalu siap untuk menemani anak cantik Mommy ini. Jadi Renne tidak boleh seperti itu, okay?" Jelasku yang sebisa mungkin tidak membuat Renne semakin memiliki pemikiran buruk terhadap Daddy-nya itu.

"Maafkan Renne, Mommy."

"Tentu, Sayang." Balasku sambil tersenyum lalu mencium kening anakku dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Hei, tahukah siapa yang sebentar lagi akan datang?" Tanyaku dengan riang dan berusaha langsung mengubah suasana yang sebelumnya terasa cukup sendu.

"Siapa?"

"Aunty Ava. Katanya Aunty sedang merindukan Renne, maka dari itu dia sedang dalam perjalanan menuju ke sini."

"Benarkah!?” Seru Renne dengan semangat yang langsung terlihat dari dirinya itu.

"Ya, tentu."

"Renne juga sangat merindukan Aunty Ava. Tetapi, apakah Aunty akan membawakan Renne coklat, Mom?"

"Hmm..., Renne bisa memintanya sendiri kepada Aunty nanti,”. Hingga tidak lama setelah ucapanku berakhir, bel rumah pun berbunyi hingga membuatku dan Renne langsung berpandang-pandangan.

"Sepertinya itu Aunty Ava. Ayo kita bukakan pintu untuk Aunty," ucapku sambil menggendong Renne lalu beranjak dari sofa di ruang tamu untuk membukakan pintu di depan sana.

"Hallo, Renne! Aunty Ava membawa makanan kesukaan Renne," ucap Ava dengan begitu meriah sambil memberikan dua buah batang coklat kepada Renne.

"Terima kasih, Aunty Ava." Balas Renne yang tidak kalah senangnya ketika mendapatkan dua coklat yang sudah berada di masing-masing tangannya.

"Tentu, Renne."

"Masuklah," ucapku yang menyuruh Ava untuk masuk ke dalam rumah.

"Sepertinya kau sudah sangat terbiasa tinggal di rumah yang sepi seperti ini."

"Kenapa setiap ucapanmu itu selalu membuatku merasa ingin tertawa, Av?"

"Mungkin kau sudah berada di tahap pada semua yang kau lalui hanyalah sebuah lelucon."

Aku pun tersenyum sambil menggelengkan kepala tidak menyangka akan ucapan yang baru saja aku dengar dari mulut sahabatku itu.  Setelah menyalakan televisi, aku pun mendudukkan Renne di atas tumpukan-tumpukan bantal di lantai yang memang sengaja aku susun di sana agar Renne dapat menonton televisi dengan nyaman. Dan tidak lupa juga aku membukakan satu bungkus coklat, sebagai teman menonton tayangan kartun kesukaannya itu.

"Kau ingin minum apa?"

"Aku di sini bukan tamu, jadi tidak perlu bersikap seakan-akan aku ini adalah tamu istimewa. Duduklah," balas Ava sambil menepuk sisi kosong kursi sofa tepat di sampingnya, yang menandakan Ava ingin aku bisa langsung duduk di sampingnya itu.

"Seharusnya kau tidak perlu datang ke sini, Av. Karena itu hanya akan membuatku merasa sudah merepotkanmu."

"Tidak. Aku datang karena memang ingin menghiburmu. Mandy, aku ini sahabatmu. Satu-satunya teman yang kau miliki. Jadi sudah seharusnya, aku bisa selalu berada di sampingmu. Terutama dimasa-masa kau sedang membutuhkan teman bicara seperti saat ini."

"Terima kasih, Av. Sejak dulu kau memang selalu mendukungku."

"Itulah gunanya teman,". "Lalu, bagaimana sekarang? Kau masih ingin bertahan?" Sambungnya sambil menggenggam satu tanganku seakan memberikan kekuatan.

Ava yang memang sahabatku tentu saja sudah mengetahui perasaanku yang sebenarnya, terhadap perihal pernikahanku yang sedang aku rasakan ini. "Aku merasa saat ini belum waktu yang tepat. Aku masih memikirkan bagaimana perasaan Renne nanti, jika aku benar-benar sudah mengeluarkan seluruh isi hatiku kepada Bryce. Hanya perasaan Renne yang berada di pikiranku selama ini. Bahkan tadi saja, dia memiliki pikiran dan mengatakan bahwa Bryce membencinya karena sudah tidak pernah mengajaknya bermain lagi. Aku sungguh tidak tega, Av."

"Hei, semuanya memang membutuhkan waktu. Maka dari itu, tadi aku bertanya kepadamu, bukan? Apakah kau masih ingin bertahan?"

"Mungkin saat ini waktu masih berjalan di dalam pernikahanku, maka dari itu aku masih bisa mempertahankannya."

"Tetapi jika Bryce tidak ingin mempertahankannya, bagaimana?"

"Entahlah. Itu hanya akan membuang-buang waktu saja."

"Tepat sekali! Kau akan membuang-buang waktu karena pernikahanmu ini sudah tidak ada masa depannya lagi, Mandy. Hei, Bryce memang tidak pernah bermain kasar dengan fisik, bukan? Tetapi secara tidak langsung dengan segala omong kosongnya, hatimu yang sedang diserang sehingga secara tidak sadar mungkin saat ini sudah babak belur dan harus dirawat secara intensif. Kau harus memiliki keberanian, Mandy."

"Aku sedang mengumpulkannya."

"Lalu sampai saat ini, presentasenya sudah berada pada angka berapa?"

"Lima..., dari seribu."

"Huh..., aku lelah mendengarmu yang terlalu baik terhadap Bryce."

"Av, berbicara memang mudah. Tetapi di saat aku sedang berhadapan empat mata dengannya, keberanian yang sebelumnya sudah aku kumpulan langsung menguap entah kemana. Itu sama sekali tidaklah mudah."

"Okay, sebaiknya kita hentikan sementara pembicaraan mengenai hal ini. Karena aku datang ke sini hanya ingin mengajakmu untuk bersenang-senang, dan tidak membuatmu semakin merasa sedih dengan kehidupanmu ini,”. “Besok malam, kita datang ke esta di kantorku. Aku juga sudah membawakan gaun untukmu di mobil."

"Aku tidak diizinkan, Av."

"Memangnya kau sendiri merasa nyaman sudah dua bulan tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah seperti ini? Bryce adalah pria ter-sialan yang pernah aku kenal dan temui. Dia tidak lebih menganggap istrinya ini dari seekor burung peliharaan."

"Jika dia sudah mengatakan tidak, aku tidak bisa membantahnya lagi."

"Aku tidak peduli. Jika kau tidak ingin meminta izin darinya lagi, biarkan aku sendiri yang akan turun tangan. Tetapi dengan sedikit kekerasan. Jadi, kau ingin memilih yang mana?"

"Kau ini, sama keras kepalanya seperti Bryce saja."

"Tetapi bedanya aku ini tidak brengsek seperti pria itu."

"Baiklah, baiklah. Akan aku coba lagi."

"Ini baru Mandy yang aku kenal."

"Tetapi, memangnya pesta mana yang akan diadakan di kantor namun bisa membawa teman?"

"Tidak ada."

"Huh?" Tanyaku dengan bingung.

"Iya, tidak ada. Bahkan sebenarnya pesta itu tidak ada catatan plus-one. Hanya karyawan, para model, dan yang bekerja pada Style's saja."

"Lalu untuk apa kau mengajakku?"

"Hanya ingin mengajakmu merasa kebebasan sejenak saja."

“Kau pasti sangat bahagia dengan kehidupanmu ini, bukan? Kau masih sendiri, tetapi sudah mendapatkan pekerjaan yang luar biasa. Aku sedikit iri denganmu, Av.” Ucapku dengan sedikit miris.

 

“Maka dari itu aku tidak ingin merasakan kebahagiaanku yang aku miliki ini sendirian saja, Mandy. Aku ingin membaginya kepada sahabatku, yang tidak lain adalah kau. Ayolah, di sana kita akan bersenang-senang tanpa memikirkan beban hidup yang sedang kau rasakan. Bisakah kau melupakannya, walau hanya sesaat?”

“Aku akan membuatmu malu jika aku tetap memaksa untuk datang. Karena selain aku tidak memiliki koneksi dengan Style's, aku juga merasa tidak pantas berada di sana, Av.”

"Tidak, Mandy. Kau adalah temanku, dan aku ini berstatus asisten kepala editor. Sedikitnya aku memiliki hak dengan apa yang sedang terjadi di Style's."

"Tetap saja, Av-"

"Sshh..., Mandy, sekali lagi. Aku hanya ingin membuatmu senang. Lihatlah dirimu sendiri, kau ini wanita yang memiliki penampilan sempurna. Tinggi tubuhmu saja seratus delapan puluh centimeter. Tubuhmu juga terlihat begitu ideal untuk memiliki satu orang anak. Dan yang terakhir, kecantikan wajahmu sudah menyamai rupa model profesional. Bahkan kau pun juga pantas menjadi model sampul utama Style's. Hanya saja, sayangnya nasibmu yang kurang beruntung. Menikah dengan pria yang posesif-nya sudah tidak memiliki batas, sehingga kau ini sudah sangat pantas mendapat julukan Rapunzel."

"Aku tidak percaya diri."

"Kau tidak membutuhkan itu. Cukup menjadi dirimu dan mendapatkan sedikit sentuhan dari make-up, aku yakin kau pasti akan langsung mendapatkan pengganti Bryce."

"Ava?!" Peringatku dengan sangat terkejut, namun hal itu justru membuatnya tertawa.

"Okay, besok aku akan menjemputmu setelah aku selesai dengan pekerjaanku."

"Baiklah."

"Dan kita ambil gaunmu di mobilku," ucap Ava yang langsung menarik tanganku keluar rumah untuk menuju mobilnya.

***

To be continued . . .

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Urusan Terlarang   61. Sebuah Keputusan

    Happy Reading . . . *** Aku menatap sebuah benda kecil yang sudah melingkar pada jari manis, di tangan kiriku ini. Rasanya sudah cukup lama aku tidak mengenakan benda seperti ini di jari tanganku. Bahkan pada saat aku memiki cincin pernikahan dulu pun aku memutuskan untuk tidak memakainya. Aku yang memang pada dasarnya tidak menyukai memakai hal-hal seperti itu pun, justru kini mendapatkan benda yang sejenis namun kali ini terlihat lebih mewah, bernilai tinggi, dan begitu berharga. Dan semalam, tanpa aku duga Becks baru saja melamarku. Ia begitu membuktikan betapa dirinya tidak ingin kehilanganku, sampai-sampai ia berani untuk melamarku di saat aku yang masih berpura-pura menderita amnesia ini. Dan kini, aku yang harus menjalani peranku atas jawaban yang sudah aku berikan semalam dimana aku menerima lamaran Becks, juga memperlihatkan kepada pria itu jika aku yang masih mencintainya. Walau sesungguhnya rasa itu seperti sudah tidak ada lagi di dalam diriku, dan tidak bisa aku rasakan

  • Urusan Terlarang   60. Lamaran

    Happy Reading . . . *** Genggaman erat tangan Becks pada tangan kiriku yang tidak memegang kruk untuk membantu kaki kananku yang masih belum pulih untuk bisa berjalan dengan normal ini, seakan tidak ingin ia lepaskan sampai kapan pun. Genggaman tangan itu pun seakan memanduku melangkah memasuki sebuah restaurant di depan sana yang terlihat begitu eksklusif dan menggambarkan kemewahan luar biasa dari luar sini. "Kau sudah benar-benar merencanakan makan malam ini dengan sempurna, Becks?" Ucapku saat kami masih melangkah masuk menuju restaurant tersebut. "Kau sudah bisa menebaknya, huh?" "Bagaimana tidak? Hari ini kau sudah mengajakku ke salon, memberikanku gaun yang aku kenakan dengan luar biasa dan pasti tidaklah murah ini, dan sekarang kau membawaku ke restauran berbintang seperti ini. Dan sehabis ini, hal apalagi yang menjadi bagian dari kejutanmu itu, Becks?" "Kau bisa mendapatkannya nanti." "Jadi, kau masih memiliki kejutan untukku?" "Hhmm..., tebak dan pikirkanlah." "Kemb

  • Urusan Terlarang   59. Sebuah Ajakan

    Happy Reading . . . *** Aku menatap diriku di depan cermin untuk melihat penampilan diriku yang setiap hari dan setiap tahunnya seperti ini saja. Rambut panjangku ini, entah sudah berapa lama terakhir kali aku mengguntingnya. Panjangnya yang sudah mencapai pinggangku ini, membuatku bertaruh bahwa terakhir kali aku memendekkan rambutku sudah bertahun-tahun lamanya. Belum lagi bagian dalam rambutku terdapat sedikit potongan rambut yang tidak teratur, yang sengaja dihilangkan pada saat setelah kecelakaan tersebut, untuk menangani bagian kepalaku yang saat itu terkena benturan pada aspal jalanan. Sehingga aku pun memutuskan ingin menggunting rambutku menjadi sangat pendek, membuatku mengira-ngira sampai sependek apa potongan gaya rambut yang cocok untukku. Namun di saat aku yang baru saja sedang mengira, pintu kamar ini pun terbuka dan munculah Becks di sana yang sudah melangkah masuk menghampiriku. "Hei, apa yang kau lihat?" Tanya-nya kepadaku. "Rambutku. Aku ingin menggunting dan me

  • Urusan Terlarang   58. Begitu Emosional

    Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong jalanan di luar sana melalui kaca jendela pintu mobil di sampingku ini. Pikiranku sejak tadi benar-benar tidak bisa terlepas dari ucapan Ava yang mengajakku untuk ikut dengannya pergi ke Paris. Tawaran menjadi asisten Ava, seperti peluang yang begitulah besar bagiku untuk bisa memulai kehidupan baru, dan harus benar-benar aku pertimbangkan dengan sangat baik-baik. Dan pemikiran seperti itulah yang sejak tadi membuatku melamun dan memikirkan kesempatan yang mungkin akan membawaku menuju kebahagiaan yang sesungguhnya, semenjak pertemuanku bersama dengan Ava tadi berakhir. "Hei, Mandy." Panggilan dengan genggaman tangan itu pun membuatku langsung tersadar dari lamunan. "Ya?" "Kau baik-baik saja?" "Ya. Memangnya ada apa?" "Tidak. Hanya saja, sejak dari cafe tadi kau lebih banyak terdiam. Memangnya, hal apa saja yang kau bicarakan dengan Ava tadi?" "Hanya beberapa hal yang aku lupakan saja darinya. Kehidupan barunya di Paris, pekerjaannya

  • Urusan Terlarang   57. Rencana Cadangan

    Happy Reading . . . *** Suara ketukan pintu yang sudah berkali-kali dengan samar-samar aku dengar dari luar sana dan mulai terasa menggangguku itu, membuatku dengan perlahan langsung membuka mata yang sebelumnya masih setengah sadar dari tidurku ini. "Mandy, apakah kau sudah terbangun?" Suara Becks, yang terdengar dari luar sana membuatku benar-benar terbangun dengan sepenuhnya. Aku yang memutuskan untuk meminta kepada pria itu agar kami bisa berpisah kamar saja, membuatku tentu menempati kamar lain di rumahnya ini karena bagiku hal seperti itulah yang terbaik untukku di situasi seperti ini. Aku ingin mulai menjaga jarak dengan pria itu, sekaligus jika bisa membuatnya sadar bahwa sudah seharusnya ia tidak lagi terus berpikir bahwa aku ini adalah miliknya. "Kau bisa masuk," balasku dengan sedikit berteriak dan langsung membuat pintu kamar ini terbuka bersamaan dengan Becks yang muncul di sana. "Hei, selamat pagi. Apa kau baru terbangun setelah mendengar suara ketukan pintuku? At

  • Urusan Terlarang   56. Semakin Menarik

    Happy Reading . . . *** Tiga minggu berlalu, total waktu yang sudah aku habiskan selama berada di rumah sakit dimana aku dirawat ini untuk menjalani pemulihan semenjak kecelakaan tersebut menimpaku. Hingga pada akhirnya, aku pun juga sudah diperbolehkan untuk keluar dari tempat yang sudah cukup menyiksaku selama berminggu-minggu ini. Dan kini, aku sedang bersiap-siap untuk keluar dari rumah sakit yang tentunya dengan bantuan dan keberadaan Becks di sini. Pria itu benar-benar sungguh tidak pernah meninggalkanku sendirian di tempat ini, kecuali ia memiliki pemotretan yang tidak mendesak sehingga tidak bisa ia tolak lagi. "Pakai mantelnya, di luar sedang sedikit dingin." Ucap Becks yang menghampiriku yang sedang duduk di tepi ranjang dan hendak memakaikan mantel yang ia bawa kepadaku."Apakah saat ini sudah memasuki musim dingin?" "Hampir." "Aku lupa bertanya. Apakah saat ini aku berada di Brooklyn? Karena hal terakhir yang aku ingat, aku tinggal di kota itu." "Saat ini kau berada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status