Orang-orang kian menjauh saat dua pancaran kekuatan dari pemburu tingkat tinggi saling beradu. Namun, yang satu terasa lebih dominan dari lawannya. Terlebih, jumlah dari pihak yang satu lebih banyak. Jelas sekali, orang-orang segera dapat menebak siapa yang akan menang, bila kedua pihak beradu kekuatan dan apa yang akan terjadi pada area di sekitar adalah kehancuran. “Seorang penyidik memang selalu lemah ya...” ejek pria itu yang memandang dengan sinis Nisa yang tampak berkeringat hanya dengan menahan tekanan dari pancaran energi kacaunya. Namun-... “Oh, begitukah?” sahut seorang pria yang cukup tampan dan memakai jas hitam tiba-tiba masuk ke dalam area yang kacau itu. Dia memandang pria yang barusan mengejek nama baik penyidik dengan tajam. Dia juga memancarkan energi kacau yang sedikit lebih besar daripada pria itu. “Komandan...” gumam Nisa dengan hati yang sedikit lega, karena akhirnya ada yang mau membantunya dalam pertikaian ini. Meski pada dasarnya, tak ada kewajiban bagi seb
“Eh?” Setelah keduanya mendengarkan penjelasan singkat, padat, dan jelas dari Nathan, Dadan dan Nisa sungguh dibuat bingung sekaligus merasa dipermainkan oleh Ryan sang Amukan Badai atau Bos dari Tim Alis Bercodet. Tentunya, penjelasan Nathan bukanlah fakta yang telah terjadi. Dia hanya menjelaskan secara visual apa yang telah orang-orang lihat. Sedangkan yang dialami oleh Ryan aslinya adalah ilusi yang tak seorangpun dapat melihatnya. “Tapi, syukurlah ya. Masalah telah selesai tanpa ada yang terluka...” ucap Nisa dengan seutas senyuman terukir di bibirnya. Dia sebagai seorang wanita dewasa tentu merasa terpesona oleh penampilan Nathan dan kini pandangan matanya tak henti-hentinya tertuju ke wajah tampan dari pria bertubuh tinggi itu. Nisa yang dikenal oleh orang-orang adalah wanita yang cuek terhadap lawan jenis. Bisa jadi, itu karena dia memang tak merasa ada yang menarik perhatiannya sejauh ini. “Ehem...” Dadan jadi merasa terasingkan karenanya. Selain itu, dia sungguh menemuk
Ini adalah hari kedua setelah Alina mulai berjualan cemilan di Jalan Ambarkasih yang menjadi kemunculan Gerbang Monster terbaru. Belum ada yang dapat menyelesaikannya sejauh ini. Dari pembicaraan orang-orang, katanya telah ada dua kelompok kecil pemburu yang masuk-keluar dengan penampilan yang berantakan. Tak ada yang melihat dari mereka membawa satupun artefak yang selalu menjadi hal yang lumrah untuk dipamerkan saat keluar. Tak peduli artefak yang didapat itu hal yang umum sekalipun, seperti halnya cincin penyimpanan. Hal itu dilakukan adalah sebagai promosi bagi mereka yang ingin membeli artefak yang didapat. Agar, setelah didaftarkan ke Serikat Pemburu, artefaknya akan laku secepatnya. “Apakah itu suatu pertanda?” gumam Nathan di kala tak ada pembeli yang datang ke dagangan Alina. “Mungkin saja begitu ada sesuatu di dalam sana?” Alina yang baru saja selesai melayani seorang pelanggan menyahuti gumaman Nathan. Dia sendiri memang tak begitu tahu situasi yang biasanya dialami oleh
Sebuah kejadian yang mengejutkan! Tim Mata Bintang telah melakukan ekspedisinya tak sampai memakan waktu seharian, lebih tepatnya lebih dari setengah hari. Tapi yang mengejutkannya adalah hanya ada seorang saja yang keluar dari sana. Orang-orang segera dapat mengenalinya. Dialah pemimpin Tim Mata Bintang, seorang pemburu berperingkat A. Penampilannya saat ini sungguh berantakan dengan sekujur tubuh dan perlengkapannya dipenuhi warna merah yang berbau amis. Dia berjalan tartatih-tatih dan memandang sekitar dengan tatapan bengis, seolah dia menyalahkan orang-orang yang ia lihat saat ini. “Kalian, bantu aku!” serunya dengan tegas yang bercampur nada ancaman kepada sekelompok kecil orang yang berada di dekatnya. Sudah jelas dia berada dalam situasi yang tak memungkinkannya untuk bersikap seperti itu kepada orang lain. Enggan sebenarnya meminta bantuan kepada orang lain, apalagi di hadapan publik seperti ini. Tapi, dia tak memiliki pilihan lain dan berpasrah menggunakan popularitasnya un
“Salah pengukuran? Bukankah kalian sengaja menipu mereka?” Yang berani berbicara seperti itu secara terang-terang tidak lain adalah Jeremy Rainbownose. Dia adalah pemimpin Serikat Maung Bodas generasi ini. Perawakannya yang kekar dan tinggi, dia terlihat seperti seorang raksasa. Terlebih, tempramennya yang kasar dan selalu terlihat penuh amarah itu menjadi momok yang sangat ditakuti oleh kebanyakan orang. Dia memang adalah seorang pemimpin dari sebuah serikat, tapi dia tak tampak memiliki sikap dari seorang pemimpin seperti yang seharusnya. Bisa dibilang, dia termasuk pakar kejahatan yang tak teridentifikasi oleh para penyidik karena memiliki topeng yang tebal dari serikat yang dipimpinnya. Sedangkan, sebuah serikat yang memiliki visi dan misi yang sama seperti yang lain seharusnya menjadi perisai bagi masyarakat. Tapi, dia melanggar lalu lintas yang telah dibuat dan menyelewengkan kekuasannya. Topengnya sungguh tebal untuk menutupi semua kejahatannya. “Maaf. Saya selaku komandan p
“Saat situasi menjadi bahaya, segeralah kabur secepat mungkin!” Begitulah rencana sederhana yang telah diperintahkan oleh Jeremy kepada seluruh anak buahnya beberapa waktu sebelumnya. Meski terbilang sederhana, tampaknya rencana itu akan berjalan dengan lancar. Terlihat, masing-masing dari mereka berada di baris pinggir setelah lapisan terluar formasi. Sebuah posisi yang aman dan mendukung untuk kabur pada saat situasi yang membahayakan terjadi. Entah bagaimana mereka dapat melakukannya tanpa ada yang menaruh kecurigaan. Semua orang tampaknya sedang berkonsentrasi penuh memperhatikan sekitar, takut bila sewaktu-waktu mendapat serangan kejutan. Langkah kaki semua orang senada, cukup untuk mengurangi kebisingan dan ada celah untuk mendengar kondisi sekitar dengan jelas. Formasi yang sedang digunakan adalah formasi yang cukup umum. Hal itu, karena formasi ini cukup baik untuk digunakan oleh semua pemburu dari semua spesialis. Para penyidik yang ikut bersama beberapa pemburu yang bersp
Aisyah seperti biasa menunggu kepulangan anaknya di depan pintu rumahnya. Tampaknya, dia akan selalu melakukan itu, bila anaknya belum pulang setelah matahari terbenam. Sungguh, dia adalah ibu yang hebat. Tak peduli tubuhnya yang telah cukup tua itu masih kelelahan setelah bekerja, dia tetap melakukannya. Nathan menyesal untuk yang kedua kalinya, karena dia tak dapat mengajak Alina untuk segera pulang sebelumnya. Dia tak tega melihatnya. Apalagi, keduanya sama-sama kelelahan dan terlalu memaksakan diri. “Saya akan lebih tegas nanti...” “Kami pulang, Nyonya...” “Ya ampun, lihatlah putriku ini...” Aisyah segera mengajak Nathan masih dan menyuruhnya untuk langsung ditempatkan di kamarnya. Nathan sebenarnya sedang terburu-buru, tapi dia tak enak hati untuk memontong curahan hati seorang ibu. Dia mendengarkan dengan sabar dan berharap tak terjadi sesuatu yang berakibat pada korban jiwa di Gerbang Monster itu. “Apa Tuan Nathan bisa membujuk Alina untuk tak pulang terlalu larut. Setidakn
Sebuah pemandangan yang aneh bagi semua orang. Mereka melihat monster aul itu sedang tertunduk dengan hormat kepada seseorang yang mengenakan jas hitam rapi. Pria berjas hitam itu nampak biasa saja dalam pandangan mereka. Karena, kekuatannya memang takkan pernah dapat mereka ukur atau bahkan hanya sekedar merasakannya. Sebuah entitas pada tingkatan yang berada di dunia yang berbeda sungguh membuat mereka merasa konyol.“Apa-apaan!?” Seseorang tampaknya tak terima melihat makhluk yang mereka takuti itu merendahkan diri dengan konyolnya. Tentu saja siapapun akan merasa seperti sampah atau bahkan lebih rendah dari itu saat sesuatu yang lebih tinggi darinya ternyata merendahkan diri di hadapan sosok yang bahkan tak terasa adanya energi kacau terpancar darinya seperti, hey tidakkah aku lebih jelek dari seekor keledai.“Eh? Aku sepertinya pernah melihat bentukan wajah menawan itu dan mata merah gelapnya...” seorang perempuan tentunya takkan melupakan pesona Nathan begitu saja. Kalaupun bisa