LOGIN"Bas, itu nggak mungkin." Aku segera menggeliat melepaskan diri. Merasakan pipiku menyengat panas karena malu.
"Kenapa?" Dia menarikku dengan mudah membawa masuk kembali ke pelukannya. Napasnya terasa hangat di bahuku saat lengannya melingkari pinggangku. "Everyone make a mistake, aku tahu kamu nggak bermaksud begitu, kamu nggak sungguh-sungguh menyukai Pj."Benar kan?Pria ini sebenarnya sangat manis. Mana mungkin ada orang yang bisa menerima istrinya kembali setelah diselingkuhi secara terang-terangan. Atau perasaannya untuk Gumi memang terlampau besar.Dia berani menekan semua egonya sebagai laki-laki saat jatuh cinta, Gumi kehilangan orang yang paling berharga, sementara aku tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk bersamanya."Bas kamu bisa kena penyakit."Dia mendongak, menatapku dengan alis berkerut. Aku berkata serius. "Aku memang nggak mau nyakitin kamu, tapi gimana kalau aku nyakitin kamu tanpa sengaja? Itu lebih bu"Jadi ini beneran gue nggak dapat duit?"Pagi-pagi aku sudah heboh mempersiapkan pakaian untuk dibawa menuju ke pernikahan Noah. Mereka mengadakan akad di sebuah pulau di Jakarta dengan sangat private namun akbar. Kami diharapkan untuk menginap. Tapi Mona pagi-pagi sudah mengekoriku ke mana-mana seperti parasit."Duit apaan?""Lo janji mau ngasih gue uang supaya tutup mulut tapi sekarang nggak ada gunanya lagi. Lo tuh diam-diam licik ya?" tanyanya judes sambil mengunyah apel lalu bersandar di ambang lemari."Yah, waktu itu kan, aku nggak ada uang." Aku menggeser bahunya sedikit untuk mengeluarkan jaket tebal. Sekadar persiapan karena biasanya dingin. "Kalau sekarang, Bas udah tahu semuanya, kamu bilang apapun aku nggak khawatir.""Makanya itu gue bilang lo licik, ini sama aja gue yang rugi," celetuknya sebal. Lalu menjatuhkan diri di atas kasur."Ikhlasin ajalah, sekalian intropeksi namanya perbuatan mengancam itu memang nggak be
"Udah musuhannya ya?""Bukan aku yang bermasalah."Bas mendengkus meremehkan. "Mana sini album yang mau ditanda tangani?"Mengabaikan aku yang duduk menjauh, Bas masa bodo membubuhkan tanda tangannya untuk kru yang bertugas.Aku sebenarnya pengin kami baik-baik, pengin kami akur dan kembali seperti dulu, minimal saat dia bersikap sopan. Tapi Bas selalu semena-mena. Kesalahanku jadi semacam kunci baginya untuk mengintimidasi terutama ketika di atas panggung. Mungkin karena dia sadar kemampuan permainan gitarku burik. Lalu menuntut aku untuk tampil sempurna."Kita udah mau persiapan tour luar kota tahun depan. Jadi kalau bisa, sebelum itu single terbaru udah keluar. Biar pas perform ada lagu baru. So..." Mas Danu mengoper beberapa album sambil menatapku dan Bas penuh harap. "Demi kelangsungan band, kalian tenang dulu dan jangan ribut-ribut mulu ya?""Hm..." Aku menggumam panjang. Memilih untuk fokus mengerjakan tugas kuli
Tidak, tidak, tidak.Aku melotot ketika satu per satu kru nurut, menjauh dari kolam renang. Ini sama sekali tidak adil. Kenapa mudah bagi Bas untuk memberi perintah? Dan anehnya semua langsung patuh. Bahkan Mas Danu menyunggingkan senyum keji dari bean bag di pinggir kolam. Dia bangkit, mengambil gelas berisi winenya lalu dengan tenang berkata."Selamat bersenang-senang, kids."Kamera yang super besar dan berkilo-kilo itu ditarik mundur. Kabel-kabel digulung dengan hati-hati, lighting dipindahkan.Jantungku berdegup kencang saat merasakan Bas menarikku ke sisinya. Ya ampun, dia mau apa?"CCTV hidup," peringatku."Kamu belum pernah melakukan hal yang tidak senonoh dan direkam, kan?"Mataku melotot. Kalau kalian ingat Jason Mamoa ketika menjadi Aquaman. Begitulah Bas di mataku sekarang, bedanya dia lebih kelihatan muda. Bagaimana aku tidak terintimidasi?"Kak, aku minta maaf." Akhirnya kupilih
"Kopi?""Aku nggak minum kopi, Kak.""Panggil Noah aja, aku ngerasa tua.""Bukan karena aku istri palsu Bas?"Dia tergelak tanpa suara. "Walaupun kamu bukan istri Bas, tapi kamu adik Gumi, jadi sama aja kita tetap saudara." Akhirnya Noah mengulurkan air mineral botol.Di sini, di tempat pasien berlalu lalang, di bawah pohon rindang, kami duduk bersama. Tadinya aku ingin langsung pulang, tapi Noah mengajak melipir sebentar, aku nurut saja, merasa butuh tempat untuk menarik napas sejenak."Waktu kamu sakit, aku sempat datang ke studio kalian. Saat itu kita belum kenalan, tapi aku agak kaget karena kamu mau tidur sama Bas, padahal kalian dalam proses cerai." Noah memulai. Aku suka dengan caranya yang tanpa basa-basi. "Terus aku mikir, yah, mungkin kalian sudah baikan. Bas kelihatan berharap. Waktu dia nikah, aku cuma datang sebentar saat akad karena ada operasi, kesan aku buat Gumi, she's so adorable. Tipikal perempuan yang disukai
Karena harapan itu jatuh dalam sekejap."Kembali ke kontrak awal, enam bulan, sekarang sudah berjalan tiga bulan. Menurut dokter Gumi butuh therapy. Dia belum bisa menggunakan anggota tubuhnya. Jalan masih susah, pegang pena aja harus diajarin ulang. Butuh waktu lama bagi Gumi untuk pulih. Perkiraan kami bisa memakan waktu berbulan-bulan, jadi Marsha Sadipta," tekan Bas dalam-dalam. "Bisa tetap di sini melanjutkan karir Gumi.""Gue setuju." Ghozali menyahut cepat. "Marsha yang berjuang sama kita dari awal. Jadi nggak ada yang perlu dirubah karena toh, secara teknis dialah gitaris The Blues yang asli. Salahnya dia hanya, Marsha memakai identitas orang lain. Kalau soal kualitas, dia nggak kalah kok. Lihat sendiri gimana hasilnya, kan?""Tapi di sana juga masalahnya loh." Rigen menyahut. Dia meliriku sangsi. "Ini bukan gue benci sama lo Gum, eh, Sa. Tapi pemalsuan identitas itu lumayan fatal, karena Gumi udah diterima jadi anggota, kalau Marsha yang datang, b
"Keadaan Gumi nggak bisa langsung membaik dalam satu, dua hari. Dia belum stabil, jadi kamu tetap harus tanggung jawab dengan kontrak kerja kamu." Bas melirik ke arah koperku. "Simpan itu. Setelah semua yang terjadi, nggak mungkin kamu kabur gitu aja."Hidungku kembang kempis, namun aku nurut. Ghozali tampak puas melihat benda itu kumasukkan kembali dalam lemari."Kita diskusi di bawah," katanya.Alis Bas mengerut, dia menyentuh lengan Ghozali yang akan keluar. "Lo udah tau?"Bisa kulihat wajah pria itu berubah keras ketika Ghozali mengangguk. Bibirnya tersenyum sinis sebelum semburan sumpah serapah keluar. Aku sampai memejamkan mata. "Brengsek, jadi di antara kita cuma gue yang nggak tau?""Ini cuma kebetulan, Bas. Marsha nggak pernah cerita apa-apa," tegas Ghozali. "Mending kita bahas di bawah."Sebagai permulaan, Ghozali berjalan lebih dulu di depan. Bas menggeleng samar. Dia memandangku dengan berang, tatapannya persis sepert







