Share

31. Pergilah

Author: Cerita Tina
last update Last Updated: 2025-09-21 12:59:23
Diperjalanan menuju kerumah sakit, hatinya penuh sesak, seribu pertanyaan berkecamuk. Bukankah ia sudah berjanji tak akan berhubungan dekat lagi dengan Niki?. Namun yang tadi ia lihat justru kebalikannya. Tawa ringan, hubungan yang akrab, seakan dirinya tak pernah ada.

“Aku bahkan seperti tak terlihat,” gumamnya lirih, dan tak sadar air matanya jatuh begitu saja.

Di belakangnya, Varen menyusul. Sesampainya di parkiran, ia menahan langkah Viona.

“Vio, tunggu. Jangan salah paham. Tadi itu tidak seperti yang kau pikirkan.”

Viona hanya terus berjalan. Ia mendengar, tapi tak ingin menoleh.

“Vio, kumohon, percaya padaku.”

Suara Varen nyaris putus asa. Ia lalu berdiri menghadang, melintangkan tangan.

“Kak, aku harus bekerja,” ucap Viona datar, mencoba menahan getar suaranya.

“Aku akan di sini sampai kau percaya padaku.”

“Jangan begitu, orang-orang memperhatikan kita,” balas Viona tegas.

“Percaya padaku, Viona. Itu tadi hanya kebetulan.”

Viona hanya mengangguk seadanya, lalu melangk
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Vonis Cinta Sang Hakim   73. Damai

    Lino yang sejak tadi memetik gitar, melirik ke arah mereka. “Oke, karena semua sudah di sini, mari kita nyanyi.” katanya. Viona langsung menyela, "Ayo Mayang tunjukkan aksimu." katanya terkekeh. "Ayo, siapa takut." balas Mayang dengan penuh percaya diri. Mereka pun bernyanyi kecil bersama. Mereka menyanyikan lagu-lagu lama, kadang sumbang, tapi hangat. Varen menutup mukanya, "Ya ampun, Mayang. Cukup!" katanya sambil tertawa kecil. Tari menutup telinganya sambil tertawa juga. "Apa-apaan ini. Musik dan liriknya tidak nyambung sama sekali." Radit yang sedang memanggang ayam didekat mereka, terlihat bahunya bergetar menahan tawanya. Dia tidak menyangka suara kekasihnya berbanding jauh dari wajahnya. Radit akhirnya tak tahan dan tertawa keras, “Sayang, suaramu bisa bikin ayam gosong, tahu nggak?” Mayang langsung memukul bahu Radit dengan spatula, “Berani sekali kau!” katanya pura-pura marah, tapi matanya ikut tertawa. Lino menahan tawa di antara petikan gitarnya, “Tenang

  • Vonis Cinta Sang Hakim   72. Pertama Kali

    Radit terkekeh melihat Lino yang sibuk berlari menghindari Tari. “Baru kali ini aku lihat Lino jadi dirinya sendiri di depan seorang gadis,” katanya geli.Varen mengangguk sambil tersenyum penuh arti. “Ayo, kita bantu mereka supaya bisa berdua. Tari sepertinya benar-benar paham cara menghadapi Lino.”Mayang yang duduk di sandaran sofa hanya menggeleng pelan. “Mereka berdua seperti bocah kecil. "Tak lama kemudian, Lino kembali menghampiri mereka. Nafasnya tersengal, keringat menetes di pelipis. “Nafasku hampir habis sama dia,” katanya terengah-engah sambil menunjuk ke arah Tari yang berdiri dengan tangan di pinggang, menatapnya tajam. “Astaga, tenaganya kuat banget.”Tari mendengus, tapi senyum tipis tak bisa ia tahan. “Lain kali jangan mulai duluan. Aku cuma membalas.”Viona tertawa kecil, memandang mereka berdua. “Sepertinya liburan ini akan ramai, ya.”Radit mengangkat alis. “Kupikir ini malah awal dari kisah baru,” katanya, melirik Lino sekilas.Ucapan itu membuat yang lain sere

  • Vonis Cinta Sang Hakim   71. Hanya Figuran

    Beberapa saat kemudian, Mayang datang juga. Langkahnya tergesa. “Hai, semua. Maaf ya, aku telat,” katanya sambil bersedekap, mencoba menata napasnya. Viona segera berdiri sedikit, menepuk kursi kosong di sampingnya. “Hei, tenang dulu. Duduk dulu, May,” ujarnya. Radit tampak lega dan jelas senang melihat kekasihnya akhirnya datang. Namun ekspresi Lino justru berubah kaget. Ia menunjuk bergantian antara Radit dan Mayang. “May. Ja, jadi kau pacarnya Radit?” suaranya gagap dan meninggi, nyaris seperti sedang menuduh. Mayang memutar bola matanya, lalu menjawab dengan nada menggoda, “Ya ampun, apa itu sebuah dosa?” Mereka yang mendengar itu langsung tertawa. Bahkan Varen sampai menepuk meja, sementara Viona menutup mulutnya menahan geli. Melihat semuanya bersikap santai, Lino semakin heran. “Tunggu, jadi kalian semua tahu kecuali aku?” katanya tak habis pikir. Varen, Viona, dan Radit kompak mengangguk sambil tersenyum penuh arti. Lino mendesah panjang. “Hebat. Jadi aku ini sahab

  • Vonis Cinta Sang Hakim   70. Pantas

    Di sisi lain, kedua napi yang kabur itu masuk kedalam sebuah mobil tua yg dijmput di luar lapas. begitu masuk mereka langsung disekap oleh orang yg sudah dulu ada dimobil itu. Muka mereka ditutup. Tangannya di ikat mreka tidak bisa melawan. Mobil itu melaju dan berhenti sebuah gudang yg jauh dr pemukiman. Mereka turun, dan langsung di arak kedlam gudang itu. Disana ada beberapa orang yg sudah menunggu dengan tersenyum puas. Yang paling mengejutkan, meraka itu adalah pak Jaya, Varen, Radit dan Lino. Mereka sudah berniat memberi hukuman yg lebih pantas kepada mereka daripada dilapas yangg bisa diatur oleh semau tuannya. "Untuk sementara biarkan mereka disini dulu." Ucap lino. Pak Jaya mengangguk, "Biar anak buah saya yg mengurusnya." Pak Jaya dan yg lainnya akhirnya keluar. Tinggallah beberapa orang anak buah pak jaya yang bertampang sangar siap melaksanakan tugasnya seperti yg telah direncanakan. *** Beberapa hari kemudian, kabar tentang dua napi yang hilang sampai ke

  • Vonis Cinta Sang Hakim   69. Kabur

    Varen menatap bergantian ke arah kedua napi tahanan itu. Lalu tangannya mengambil satu pion putih dari tengah papan. Ia memainkannya di antara jari-jari, pandangannya tajam namun tenang. “Kalian bermain dengan bagus,” katanya pelan. “Tapi ingat, permainan ini belum selesai.” Sopir berkumis menelan ludah. “Kami nggak buka mulut, Pak. Kami tahu aturan.” Varen menatapnya datar. “Bagus. Tetap seperti itu.” Ia meletakkan pion itu kembali ke papan, lalu menggesernya satu langkah ke depan hingga memojokkan raja hitam. “Skatmat,” ucapnya ringan, bibirnya terangkat dalam senyum miring. Sopir satunya menatap Lino dan Radit bergantian, menyadari bahwa ini bukan kunjungan biasa. Lino menatap datar. “Kalian pikir siapa yang memastikan kalian dapat ruang nyaman di sini? Siapa yang buat kasus kalian nggak berat?” Mereka sadar, kalau Varen adalah kepercayaan dari bos besar. Sopir yang berkumis mencoba bersikap tenang, tapi tangannya sedikit gemetar saat memegang bidak. “Kami tidak p

  • Vonis Cinta Sang Hakim   68. Tutup Mulut

    Beberapa hari kemudian. Sepulang kerja, Varen mengajak rekan kantornya bertemu diam-diam. Varen tiba di kafe yang tenang di dekat gedung pengadilan. Hakim Surya seniornya sudah duduk di pojok ruangan dengan secangkir kopi didepannya. “Jarang kau ajak aku bertemu di luar jam kerja,” ujar Surya sambil melirik jam tangannya. Varen tersenyum tipis, lalu duduk berhadapan. “Saya tidak mau membicarakan ini di kantor. Terlalu banyak telinga di sana.” Surya hanya mengangkat alis, menunggu. Varen meletakkan map tipis di atas meja. "Besok, sidang Pak Jaya akan jadi perhatian media. Saya ingin kita selesaikan dengan tenang. Pak Jaya tidak akan naik banding, dia siap menerima putusan. Tapi saya berharap para sopir yang terlibat diberi hukuman ringan saja.” Surya memandangnya lekat. “Dan yang lain? Bukti tentang pejabat yang disebut di berkas?” Varen mencondongkan tubuhnya sedikit, dan menurunkan suaranya “Tidak perlu jadi sorotan. Tidak ada gunanya membuka lebih lebar. Yang kita pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status