Share

Strategi

"Hai, Ainun. Sudah lama menunggu?" tanya Bang Ridho mulai bersandiwara.

"Enggak ko, Bang. Baru aja, iya kan, Mas?" aku beralih pandang pada Mas Wisnu. Ia gelagapan.

"Eh, Wisnu, Wina kamu sedang makan siang?" tanya Bang Ridho.

"I-iya, Pak. Ka-kami sed ...."

"Loh, tadi kata Mas Wisnu dia namanya Ayu?" potongku saat Wina belum selesai mengatakan sesuatu.

Bang Ridho mengerutkan kening, sedangkan Mas Wisnu kulihat salah tingkah.

"Gimana si, Mas?" aku berdecik kesal.

"A-anu, Dek. Sebenarnya aku tak terlalu paham namanya. Kita baru saja bertemu." bohongnya,"kebetulan kami tadi mau makan dan kursi penuh jadi .... " 

"Lah, bukannya kamu sudah kenal dengan Wina sekretarisku. Bahkan setiap laporan yang masuk kan selalu melewatinya sebelum sampai ketanganku." kali ini Bang Ridho bersuara.

Alih-alih berbohong menutupi perselingkuhannya sekarang Mas Wisnu mati kutu.

"Udahlah, kamu tak perlu menutupi dari istrimu, aku yakin Ainun itu wanita yang smart, tak mungkin cemburu pada Wina tanpa alasan. Tinggal bilang kalau kalian makan siang bareng karena sama-sama satu kantor dan tak perlu berbohong tentang nama Wina." 

"Ma-maaf .... " lirih Mas Wisnu.

"Oh ya, Win. Kenalkan dia itu istrinya Wisnu. Ainun. Gadis pandai sarjana ekonomi S2 namun memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Hebat bukan? Bahkan aku sudah membujuknya untuk bekerja menjadi sekretarisku namun menolak, padahal aku yakin dia lebih handal dari kamu!" Bang Ridho meninggikan aku, membuat aku tersipu malu.

"Aku lebih suka kerja bebas, Bang. Yang bisa kutinggalkan kapanpun, seperti berdagang." Ya, aku memang memiliki usaha kuliner diberbagai kota, namun semua kuserahkan pada orang kepercayaanku. Aku hanya bekerja dari rumah menerima laporan, hanya sekali-kali dalam satu waktu aku berkunjung. Itulah kenapa aku memiliki supir pribadi.

"Tapi rasa-rasanya boleh nih jadi sekretarismu, Bang. Kalau Wina udah dipecat!"

Seketika raut wajah Wina memerah, entah tak terima atau apa aku tak tahu, sedangkan Mas Wisnu memilih diam.

"Bagaimana, Mas. Apa aku boleh bekerja di sini mengantikan Wina? Sekalian mengawasi gerak gerikmu agar tak kegatelan."

"Apaan si kamu, Dek!" Mas Wisnu berkata tanpa menatapku, pandangannya tetap menunduk kebawah.

"Maaf, Pak. Saya izin pergi. Saya akan mempersiapkan meeting bapak siang nanti!" pamit Wina, sepertinya dia sudah tak tahan dengan situasi ini. Dia sudah sedikit merasa tersingung. Apalagi aku bilang akan mengantikannya.

"Silahkan, tapi nanti selesai meeting temui aku diruanganku ya!" perintah Bang Ridho yang hanya dianggukan oleh Wina.

Mas Wisnu juga akan beranjak namun segera dicegah oleh Bang Ridho.

"Mau kemana, Wis. Kita ngopi bareng, aku pesenin ya?" tawar Bang Ridho.

"Ngga usah, Pak. Aku baru selesai makan."

Bang Ridho mengangguk, "Ya sudah, tapi kamu di sini dulu nanti kita ngobrol-ngobrol. Ainun ingin curhat katanya. Enak kan kalau curhatnya didengar suaminya langsung!"

Aku mengangguk, namun Bang Ridho justru terdiam. Mungkin bingung atau sudah tahu apa yang akan ia hadapi.

"Harusnya kamu bersyukur memiliki istri macam sepupuku ini. Dia itu wanita hebat, istri yang baik. Kamu tak akan menemukan lagi wanita macam itu. Sayangilah, dia. Bukan malah jatuh cinta pada wanita lain. Ingat aku menentang keras dan akan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang bermain cinta dengan wanita atau laki-laki yang sudah berkeluarga. Camkan itu, Wis!"

"I-iya, Pak!" Mas Wisnu berkata dengan tetap menunduk, mungkin dia patuh dan takut terhadap Bang Ridho.

"Ya sudah, kembali bekerja!" perintah Bang Ridho langsung dianggukan oleh Mas Wisnu yang langsung berdiri pergi meninggalkan kami.

Bang Ridho menatapku, aku mengusap sudut mataku yang mulai basah. Sekuat apapun wanita tetap memiliki sisi lemah. Apalagi tentang perasaan yang terluka.

"Sabar, Nun. Aku tahu kamu wanita kuat. Salut aku sama kamu, bisa sabar menghadapi semua ini. Aku pasti akan tindak lanjuti tentang semua ini. Mereka akan aku keluarkan dari perusahaan."

"Terima kasih, Bang." hanya kata itu yang bisa kuungkapkan.

"Kamu sendiri bagaimana? Apa akan memaafkan Wisnu?" 

"Entahlah, Bang. Aku mau minta tolong sekali lagi sama Abang."

"Katakan, aku akan siap membantumu."

"Selidiki sejauh mana mereka berhubungan, Bang. Karena kalau hubungan dia sudah terlampau jauh aku tak akan memaafkannya."

****

Sore menjelang, Aira sudah turun demamnya, membuat aku sedikit bernafas lega. Merebahkan diri pada tempat tidur. Ternyata pura-pura tegar juga butuh tenaga. Namun kalau bertindak bar-bar lebih menguras tenaga terlebih dapat mempermalukan diri, menjadi tontonan yang tak ayal akan viral di medsos. Apa baiknya? Begini lebih tenang, walau sakit hati, namun tetap terlihat baik-baik saja.

Hp berdering.

"Bang Ridho!"

"Hallo, Nun. Aku sudah memberi pelajaran pada Wina, dia sudah kupecat. Namun untuk Wisnu aku menunggu perintahmu. Kamu terlalu baik, Nun."

"Iya, Bang. Terima kasih, aku hanya kasian pada Ibu Mertuaku jika Mas Wisnu di pecat, siapa yang akan mengobati Ibunya. Bagaimana, apa Abang sudah tahu sejauh mana hubungan mereka?"

"Oh ... Iya, Nun. Sejauh intrograsiku, mereka baru berhubungan lewat chat, dan hanya bertemu di kantor. Kata Wina memang suamimu terkenal loyal makanya dia kepincut. Namun ... Ada sesuatu hal yang pasti akan membuatmu terkaget!"

"Apa itu, Bang?" tanyaku penasaran.

"Wisnu punya wanita lain selain Wina!"

"Apa ...!" mataku mendelik tak percaya.

====!!?=!!====

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status