Di sebuah rumah, yaitu rumah sang mertua selalu terjadi percekcokan. Ada dua menantu di sana, menantu kaya dan menantu miskin. Seperti biasa terjadi di kehidupan sehari-hari, kalau ada dua menantu dan perbedaannya sangat signifikan, pastilah ada yang di ratu-kan dan di babu-kan. Airin, menantu kaya, dari keluarga terpandang, sosialita, berpendidikan tinggi, berasal dari kota dan kalau dia datang ke rumah mertua tentu sangat di puja, di sanjung dan di elu-elukan apalagi kalau dia datang membawa oleh-oleh yang membuat mertuanya menyanjung setinggi langit ketujuh. Padahal dia datang berkunjung ke rumah mertua belum tentu bisa setahun sekali. Sedangkan menantu lainnya, yaitu Yati. Dia perempuan desa, tak kaya, sekolah hanya tamatan SD, selalu di hina dan di rendahkan. Apa yang Yati lakukan tak pernah benar di mata mertuanya terutama sang ibu mertua, padahal Yati telah melakukan apapun yang diperintahkan oleh ibu mertua. Dia tak masalah di anggap seperti babu di rumah mertuanya, melakukan semua yang bisa ia lakukan supaya ibu mertuanya senang dan menganggap keberadaannya ada di antara keluarga suaminya. Tapi, sekeras apapun Yati berusaha tak membuat ibu mertuanya luluh, bahkan dengan teganya ibu suaminya itu menghempasnya dengan hinaan hingga ke kerak bumi. Apakah Yati yang bukan menantu impian ini sanggup bertahan?
View More“Ah, kepalaku sakit.” Brianna bangun dari tidurnya sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit.
'Apa yang terjadi denganku?'Wanita itu terbangun dengan rasa sakit di kepalanya. Tenggorokannya kering dan perutnya juga tidak nyaman. Dia terkejut menemukan dirinya sedang berbaring di ruangan VIP di kelab tempatnya bekerja.Malam itu dia minum lebih banyak daripada malam-malam sebelumnya. Brianna ke kamar mandi dan muntah. Dia merasa sangat tidak nyaman, perutnya bergejolak dan pandangannya berbayang, dan terakhir dia tidak sadarkan diri.Dia tidak ingat lagi apa yang terjadi dengannya, kemudian dia bangun dan berada di ruangan ini. Sebelum dia tidak sadarkan diri tadi, samar-samar dia melihat bayangan seseorang."Kamu sudah sadar?" Tiba-tiba terdengar suara pria di dekatnya. Suaranya dalam dan dingin, suara yang sudah lama tidak dia dengar.'Suara itu...'Brianna mendongakkan kepalanya dan menemukan seorang pria duduk disana menatapnya tajam. Pria itu...'Steven...'Pria yang pernah singgah di hatinya empat tahun lalu... Brianna terkejut, dia duduk membatu dan tdak bisa menemukan suaranya.Steven berjalan mendekatinya dan memberikan sebuah botol kecil kepada Brianna, "Pereda mabuk, minumlah."Brianna mengambil minuman itu dari tangan Steven. "Terima kasih." Ucapnya parau sambil menatap botol yang ada di tangannya. Matanya tidak berani melihat pria itu.Kemudian Steven duduk di sofa lain di seberang dari tempat Brianna duduk. Brianna meminum minumannya sambil melirik mencuri pandang ke arah Steven.'Apakah aku sedang bermimpi?'Melihat sosok laki-laki yang pernah hadir dalam hidupnya empat tahun lalu membuat pikirannya kembali ke masa lalu. Empat tahun lalu, saat mereka duduk di bangku SMA, Steven yang menjadi pujaan para gadis selalu menjadi pusat perhatian. Gadis-gadis selalu mengikuti kemanapun Steven pergi. Steven bagaikan artis idola yang dikejar-kejar penggemar dan juga paparazi.Steven tidak berubah, tetap menawan dan sangat tampan. Namun sekarang dia terlihat lebih dewasa. Pakaiannya, gaya rambutnya, rahangnya yang semakin tajam, membuatnya semakin seksi dan maskulin.Steven berdeham dan membuyarkan lamunan Brianna."Apakah kamu merasa lebih baik?" tanya Steven.Brianna tidak berani menatap Steven. Dia hanya perlahan mengangguk dan menjawab pertanyaannya, "Ya, aku merasa lebih baik. Terima kasih.. untuk ini." Kata Brianna sambil mengangkat minuman pereda mabuknya.Melihat Brianna yang tidak memandangnya, Steven menghela nafas dan bertanya dengan suara berat, "Kenapa kamu harus minum kalau kamu tidak bisa minum?""Aku tidak bisa menolaknya." Dia menjawab sambil menunjuk mengangkat kedua bahunya."Tidak bisa menolak atau tidak mau menolak?" Steven melayangkan senyuman sinis kepadanya.Brianna menggenggam botol kosongnya dengan kuat, namun dia tetap diam tidak menjawab Steven.“Aku tahu wanita seperti apa kamu, Brie.. Kenapa tidak sekalian jual tubuhmu? Atau cari pria kaya yang bisa menyokongmu? " Tanya Steven dengan nada cemooh. Dia berdiri dihadapan Brianna dengan tangan di saku celananya. Membuat Brianna semakin menciut.Tangan Brianna bergetar karena marah. Tidak dia sangka orang yang pernah dia cintai menganggapnya sebagai wanita murahan hanya karena dia bekerja di kelab dan minum-minum. Dia menggertakkan gigi dan mengangkat kepalanya."Aku disini bekerja, bukan menjual tubuh. Siapa yang tidak butuh uang? Semua orang membutuhkan uang. Tapi kamu tidak berhak mencemoohku." Mata Brianna berkilauan menatap Steven.Steven tidak menjawabnya. Mereka berdua saling memandang. Jantung Brianna berdegup kencang karena tatapan mata Steven seperti menghisap jiwanya.Setelah beberapa saat, Brianna menarik napas panjang dan menghembuskannya. Setelah merasa tenang dia melanjutkan. "Terima kasih atas pertolonganmu, Tuan. Biar kutraktir Anda dengan segelas minuman. Aku permisi."Pria itu menyilangkan kakinya dan menyenderkan badannya ke sofa, dan bibirnya membentuk senyum dingin, "Oh, jadi kamu bekerja ditempat ini.. Beginikah caramu melayani tamu?""Apa maksudmu?" Tanya Brianna sambil memicingkan matanya."Aku sudah menolongmu saat kamu tidak sadarkan diri tadi, dan aku tamu VIP disini, tapi kamu melayani dengan cara yang sangat tidak profesional." Steven menyilangkan tangannya di dada."Aku bisa membuatmu berhenti dari pekerjaanmu dengan sikapmu ini. Ngomong-ngomong, pemilik kelab ini adalah teman baikku." Kata Steven sambil mengangkat sebelah alisnya. "Apakah kamu bisa terus bekerja di sini atau tidak...."Brianna tercengang mendengar ancaman Steven. 'Mengapa pria ini harus menyusahkanku?'"Jadi apa maumu, Tuan?""Mudah saja. Pertama, jangan panggil aku tuan, panggil aku Steven. Kedua, aku tidak ingin lagi melihatmu mabuk lagi seperti hari ini. Ketiga, kamu mau uang? Aku akan memberikannya padamu. Mulai besok kamu harus menemaniku minum."Perkataan Steven membuat Brianna sedikit lega. Dia mengira Steven akan mempersulitnya dan memecatnya. Tapi berada di dekatnya juga akan sulit untuknya. 'Setidaknya aku masih bisa bekerja disini. Tapi menemaninya minum setiap hari, sepertinya bukan ide bagus. Tapi aku bisa berbuat apa lagi?'"Terserah kau saja." Brianna berkata sambil bangkit berdiri. "Aku permisi." Brianna kemudian berjalan menuju pintu keluar ruangan itu.Setelah ragu sejenak, dia berbalik dan ingin mengatakan sesuatu. Tapi kata-kata itu tercekik di tenggorokannya. Dia menelan kata-kata itu dan berbalik, membuka pintu dan pergi.Setelah Brianna pergi, Steven menelepon asisten pribadinya. "Aku ingin kau menyelidiki seseorang, Brianna Hart."Keesokkan paginya, Steven sedang berada di kantornya sambil mendengarkan informasi dari asisten pribadinya."Jam 10 anda ada meeting dengan kantor pusat di New York. Jam 1 siang ada pertemuan dengan para pemegang saham, untuk memperkenalkan kepemimpinan anda secara resmi. Jam 7 ada makan malam dengan para direksi.""Lewatkan makan malamnya." Kata Steven tegas. Matanya melihat pemandangan gedung-gedung tinggi dari balik jendela besar di ruangannya."Baik, Tuan." Balas asisten pribadinya."Kamu sudah mendapatkan informasi yang kuminta?" Tanya Steven mengganti topik.Empat tahun lalu, Steven dan Brianna adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Namun Brianna memutuskan hubungan mereka di malam pesta perpisahan hanya melalui pesan singkat. Lalu Steven meninggalkan negaranya. Kini dia kembali dan dipertemukan kembali dengan Brianna."Saya sudah mendapatkan informasi yang Anda minta, Tuan Pierce." Kemudian asisten pribadinya memberi tahu Steven semua informasi tentang Brianna."Brianna Hart, usia 21 tahun. Setiap pagi dia bekerja di restoran, siang dia bekerja di sebuah butik, dan sejak beberapa hari yang lalu, dia bekerja di Golden Sky pada malam hari. Orang tuanya berpisah empat tahun lalu, dan Nona Brianna ikut bersama ibunya. Tapi Nona Brianna tidak tinggal bersama ibunya, dia tinggal sendiri di sebuah kontrakan kecil di pinggiran kota.""Selidiki lagi lebih lanjut!" Steven sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di senderan tangan kursinya."Baik, Tuan." Jawab James tanpa ragu."Oh ya Tuan, ada pesan penting dari kakek Anda. Beliau berpesan, Anda mempunyai waktu satu minggu untuk menikah. Tapi Nona Selena... ""Jangan sebut nama itu lagi!" Steven berkata dingin."Maaf Tuan." James menjawab sambil menundukkan kepalanya."Keluarlah!" Perintah Steven.'Brianna...' Bibirnya melengkung menampilkan senyum penuh makna."Dek...Dek...bukan itu Rido yang mengetuk-ngetuk pintu," ucap bang Rozi seraya menggoyang-goyangkan tubuhku.Aku terkesiap bangun, "Iya, Bang. Ada apa ya?""Nggak tahu, ayo kita bukakan pintu," ucap suamiku seraya bangkit dari peraduan kami.Aku pun mengekor di belakang bang Rozi, saat melewati ruang tamu kulirik jam dinding, menunjukkan hampir pukul setengah empat pagi."Ada apa, Do?" tanya bang Rozi pada adiknya itu saat pintu rumah kami terbuka."Bang...aku baru saja dapat kabar kalau Airin meninggal...""Hah!..." Aku dan bang Rozi serentak terkejut."Inalillahi wa Inna ilaihi Raji'un," ucapku pelan, "Siapa yang ngabarin, Om? Nanti jangan..." tanyaku pula."Nggak, Kak. Ini beneran, Joe yang menelpon ku tadi," sahut Rido cepat."Astaghfirullah...maaf, Do," ucapku sungkan, wajar saja aku suudzon Airin sudah berulangkali bersandiwara membohongi kami dengan tujuan untuk menarik perhatian Rido."Iya, Kak nggak apa-apa, awalnya tadi aku sempat mikir gitu juga," ucap Rido pelan, "Kasihan
Hari ini, hari minggu kami semua berkumpul di rumah emak, kami masak tumpeng bersama. Karena hari ini ulang tahun emak, tidak ada salahnya kami anak-anaknya memberi sedikit kejutan untuknya.Potong tumpeng sudah selesai, makan bersama pun juga sudah. Emak dan bapak terlihat begitu bahagia, bermain bersama ketujuh cucu-cucunya di halaman belakang. Emak dan bapak tak henti-hentinya tersenyum melihat tingkah polah cucu-cucunya itu.Santi dan Resti membereskan dapur. Sedangkan aku menyapu seluruh rumah, karena rumah sudah seperti kapal pecah, karena ulah dari anak-anak kami. 'Drett...drett''Dret...drett...'Berulang kali ponsel milik Rido bergetar, ponsel itu tergeletak di atas meja ruang tamu. Sedangkan Rido mengobrol di teras bersama bang Rozi dan suami Resti.Aku ambil ponsel itu, dan melihat nama yang memanggil. Ternyata mama Airin yang berulang kali menghubungi Rido."Om, dari tadi hpnya berbunyi," ucapku seraya menyerahkan ponsel itu pada Rido.Rido pun menyambut ponselnya dari ta
"Mama, Afa mau tidur dengan Mama," rengek anak sulungku pada Airin. Mungkin ia begitu rindu pada mamanya itu."Tapi, mama nggak bisa lama-lama di sini, Nak," sahut Airin dengan lembut."Kemarin mama janji mau tidur di sini sama Afa," ucap Raffa lagi, Ia terlihat begitu kecewa."Iya, tapi...""Mama jahat!" Seru Raffa, lalu pergi berlari ke kamarnya.Nggak bisa dipungkiri, hati ayah mana yang tak terluka melihat anaknya bersedih seperti itu. Ya Tuhan, andaikan aku dan Airin tak bercerai, pasti hati anakku tak akan terluka seperti itu.Apa yang ku pikirkan ini, sekarang ada Santi dan Raisa di hidupku. Walau bagaimanapun, Santi, Raisa dan Raffa adalah hal yang terpenting dalam hidupku. Airin masa lalu, akan tetap jadi masa lalu. Masa depanku adalah keluarga kecilku saat ini."Kau mau pulang sekarang, Rin?" tanyaku pada Airin.Aku keluar dari kamar dan menemui Airin yang duduk termenung di ruang tamu sendirian."Eh... iya, Mas," sahut Airin sedikit terkejut."Apa Kau tak ingin tidur sama R
"Kau sakit, Rin?" tanyaku pada Airin, saat aku baru saja masuk ke dalam rumah Rido.Resti tertawa mendengar ucapanku, entahlah, mungkin ucapanku terdengar lucu di kupingnya. "Ada yang lucu, Res. Kok ketawa?" tanyaku terheran-heran."Hahaha... nggak ada, Kak. Cuma lagi pengen ketawa ajah." Tawa Resti tambah lebar.Aku garuk-garuk kepala, bingung melihat ekspresi Resti, ada apa dengan adik iparku itu. Dia tertawa terpingkal-pingkal, sedangkan Airin tertunduk lesu, dan diam seribu bahasa."Kakak mau tahu, Kak Airin kenapa?"Aku mengangguk, dan Airin menoleh cepat ke arah Resti."Kak Airin itu memang sedang sakit...""Sakit apa? Pantes pucat begitu...""Kak Airin itu mengidap penyakit hati, dan itu susah sembuhnya...""Res... sudah," sela Airin serak, suaranya seperti tercekat di tenggorokannya."Mengapa, Kak? Takuuuuut..." ucap Resti sinis.Airin tertunduk lesu."Res, ini ada apa?" tanyaku pula."Nggak ada apa-apa, Kak. Aku cuma sedang bersilaturahmi saja dengan kak Airin," ucap Resti p
Aku terkejut mendengar ucapan bang Rido, kalau wanita yang berusaha mendekati bang Ferdi itu sepupunya Airin. Aku yakin tak yang kebetulan saja, semua ini pasti ada campur tangan Airin di dalamnya. Awas Kau Airin, suatu saat pasti aku akan buat perhitungan.Ka tatap bang Ferdi, dari kemarin di tuduh selingkuh, padahal dia tidak melakukan apapun."Maafkan aku, Bang..." lirihku seraya menunduk."Iya, Dek. Abang juga minta maaf, karena ulah wanita itu membuat Adek tak nyaman.""Aku yang salah, Bang..."Bang Ferdi menggeleng, "Nggak, Dek aku yang bodoh, seharusnya dari awal aku sudah curiga kalau wanita bernama Siska itu bukan fatner bisnis yang tepat buat usaha baru kita. Bahkan dia sama sekali tidak mengerti tentang kuliner tradisional.""Eh, sudah...kok Kalian jadi saling menyalahkan sih," sela bang Rido pula."Anggap saja yang terjadi kemarin adalah ujian rumah tangga kalian," tambah kak Yati.Aku dan Ferdi tersenyum, lalu kami saling berpelukan."Percayalah, Dek. Tak akan ada yang bi
Hatiku hancur melihat keharmonisan mas Rido dan Santi. Mas Rido memperlakukan Santi dengan lembut, sama seperti yang dilakukannya padaku dulu. Mas Rido adalah sosok suami yang selalu ingin membuat istrinya bahagia, oh aku rindu padamu mas Rasa cemburu menyelinap ke dalam hatiku, aku tak bisa terima semua ini, aku harus melakukan sesuatu untuk membalas rasa sakit ini. Aku hancur mas, dan kau juga sama denganku.Berbagai macam cara aku lakukan untuk memisahkan mas Rido dan Santi, tapi itu tak berhasil juga. Baiklah, kalau aku tak bisa menghancurkan mereka, aku akan cara lain untuk membuat keluarga itu sedih dan sakit hati. Kalau salah satu keluarganya hancur pasti mas Rido ikut merasakan sedihnya, dan aku suka itu.Hari ini, sepulang bekerja aku sengaja mampir ke rumah Siska sepupu jauhku yang juga sahabat karib di masa sekolah dulu. Aku akan meminta bantuan padanya, iya hanya Siska yang ku rasa bisa menjalankan misi ku kali ini."Tumben Lo ke sini," ucap Siska saat aku baru saja duduk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments