WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU
(ketika aku pura-pura bangkrut) Bab 3. "Kinan tunggu! Apa yang kamu maksud kontrakannya adalah ini?" "Menurutmu? Kenapa? Enggak suka? Yaudah sana pergi, aku bisa kok tinggal di sini sendiri."Aku sedikit menyunggingkan senyum ketika melihat mas Andra mengekor di belakangku. Huh, nyatanya dia masih membutuhkan juga kan? Padahal dulunya juga dia hidup dalam kesederhanaan kenapa setelah menikah denganku malah sok jadi orang yang seolah-olah tidak pernah merasakan kesederhanaan hidup? Dasar kere saja belagu. Huft, maafkan aku ya Tuhan, aku jadi julid sama suami sendiri. Setelah kedua koper kumasukkan ke dalam kamar aku membuka lemari dan segera kumasukkan baju-baju yang ada di dalam koper ke dalam lemari. Kubiarkan saja milik suamiku untuk dia masukkan sendiri. Entahlah, rasa kesalku teramat sangat saat mengingat kalau dia seenaknya saja terhadap diriku. Masih lekat dalam ingatan ketika semua obrolan dirinya dengan keluarganya yang mengatakan kalau akan mengeruk semua uangku sampai habis tak bersisa setelah itu dia akan menbuangku dan mencari yang lain. Hah, bodohnya aku kenapa waktu itu tidak merekam semua pembicaraan mereka. Seandainya waktu itu kurekam sudah pasti aku bisa punya alasan untuk menggugatnya. Sejauh ini sikap mereka ketika di depanku sangatlah baik, tentu saja karena mereka masih sangat membutugkabkum. Makanya Laras menyarankanku begini agar aku benar-benar tahu wajah asli keluarga suamiku yang sebenarnya. Jika memang semua yang mereka katakan tempo hari adalah benar maka aku tidak akan segan-segan untuk menggugat cerai mas Andra. "Kinan, bantuin aku dong ini masuk-masukin ke dalam lemari." Mas Andra memerintahku dan aku hanya menatapnya sekilas lalu aku kembali fokus pada ponsel dalam genggamanku karena aku sedang menghubungi para karyawan kepercayaanku melalui pesan w******p."Mulai hari ini urus segala sesuatunya sendiri karena aku bukan pembantumu.""Yang bilang kamu pembantuku itu siapa? Kamu itu istriku dan wajib hukumnya seorang istri menjalankan perintah suaminya.""Suami yang seperti apa dulu! Kalau suaminya tidak memberikan hak istri selama menikah apa masih ada kewajiban istri untuk mematuhinya? Kurasa tidak." "Kamu ini kenapa sih? Kulihat dari sejak tadi sore kamu pulang sikapmu jadi aneh. Biasanya kamu oke-oke aja ketika aku memintamu untuk ini dan itu.""Iya jika biasanya aku begitu karena masih dibutakan cinta olehmu tapi sekarang aku sudah sadar dan gak mau lagi melakukannya. Sudah cukup aku kamu jadikan tulang punggung selama ini. Belum pernah sedikit pun aku merasakan uang nafkah darimu. Jadi, selama kamu tidak bisa memberiku soal itu jangan mimpi kalau aku akan melayanimu selayaknya seorang suami. Paham itu?!" Dapat kulihat mas Andra menelan salivanya berkali-kali. Mungkin ia tidak menyangka jika aku yang dulu penurut kini bisa melawannya seperti ini. Huh, dasar laki mokondo hasil buangan anunya jin tomang bisanya cuka nyusahin saja! Gara-gara dia aku harus tinggal di tempat sempit ini. Rumah ini hanya memiliki dua kamar dengan satu ruang tamu dan kamar mandi. Sesederhana itu rumah yang direkomendasikan oleh Laras. Yah, meskipun kecil tapi rumah ini sangat bersih kok. Rumah ini memang milik Laras. Biasa ia kontrakin sama siapa saja yang mau menyewanya. Aku merebahkan tubuh di atas ranjang berukuran queen size yang sudah dipersiapkan oleh Laras sebelum aku menjalankan misiku ini. Tidak sebesar ranjang di rumahku memang tapi yah lumayanlah untuk mengistirahatkan tubuh seperti ini. Tak kuhiraukan mas Andra yang masih sibuk menyusun baju-bajunya di dalam lemari. Aku menguap berkali-kali karena nyatanya memang aku sangat kekah. Hingga tanpa sadar aku sudah mulai memejamkan mata untuk menyambut hari esok dan kembali memberikan pelajaran untuk suamiku. ***TokTokTokKeningku berlipat saat mendengar suara ketukan pintu dari luar sana. Saat ini aku sedang membersihkan dapur yang baru saja kupakai untuk memasak. Menu masakan sangat sederhana sudah terhidang di meja makan yang sederhana juga. "Mas itu bukain pintu dulu sepertinya ada tamu!" Aku memanggil mas Andra yang ada di dalam kamar untuk membukakan pintu. Tidak berselang lama aku mendengar suara pria dan wanita saling bersahutan dengan suara mas Andra. Karena aku penasaran, aku pun menghentikan aktivitasku yang tengah mencuci piring di wastafel. "Siapa, Mas …." Tenggorokanku tercekat saat melihat siapa yang datang barusan saja. "Mas Fatih? Mbak Eka? Kok bisa kalian ada di sini? Tau alamat sini darimana?" tanyaku dengan kening berkerut. Pasalnya aku baru semalam pindah ke sini kok bisa tiba-tiba mereka ada di sini. "Ya dari suamimu lah. Dari siapa lagi memangnya!" ketus mas Fatih yang membuatku memutar bola mata malas. "Lalu? Mau apa kalian kemari? Ini masih pagi lho kalian sudah bertamu di rumah orang.""Rumah orang gimana? Ini kan rumah adikku. Sah-sah sah kan kalau aku dan istriku mau tinggal di sini?" sahut mas Fatih. "Tinggal di sini? Maksudnya apa nih?" "Kamu nggak tuli kan? Ya aku sama Mas Fatih mau tinggal di sini karena kebetulan kontrakan kami sudah jatuh tempo kemarin dan kami memutuskan untuk tidak melanjutkannya. Padahal awalnya sih kami niatnya mau ikut tinggal di rumahmu yang besar itu tapi setelah Andra memberitahu kalah kamu sudah bangkrut dan kalian tinggal di sini yah apa boleh buat daripada kita tinggal di jalanan kan masih mending di sini," jelas mbak Eka panjang lebar. "Kalian mau tinggal di sini? Heh upil kebo! Memangnya siapa yang mengizinkan kalian?" tanyaku dengan raut wajah yang masih bingung. Sungguh keluarga mas Andra benar-benar menguji mentalku. "Ngapain harus seizinmu karena kami hanya butuh izin dari suamimu saja sudah cukup kan? Dasar upil jin!""Mas, bisa jelasin apa maksudnya ini?""Ya mereka mau tinggal di sini, Kinan, apa kamu enggak dengar mereka bilang apa tadi? Memangnya kenapa? Kan sama saja mau itu izin dariku atau darimu sekali pun.""Hey, kamu ini punya otak gak? Kamu kira rumah kecil ini penampungan apa? Memangnya siapa yang bayar kontrakan ini? Aku, Mas! Jika kamu tidak bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab setidaknya jangan menjadi benalu tidak tahu diri yang bisanya hanya menyusahkan!" "Tutup mulutmu Kinan! Kenapa kamu semakin hari semakin kurang ajar ha! Dan apa maksud kamu, Kinan?! Mereka ini keluargaku jadi sah-sah saja kalau aku membantu mereka!" Dapat kulihat dengan ekor mataku kalau mbak Eka dan mas Fatih tersenyum penuh kemenangan karena merasa dibela oleh suamiku. Huh, mereka kira aku bakal terus menjadi bodoh apa? Tidak akan lagi. "Mereka itu keluargamu, Mas, bukan keluargaku. Dan rumah ini aku yang membayarnya. Kamu pikir aku mau terus-terusan kalian jadikan sapi perah?! Tidak akan pernah lagi. Setidaknya kalau kalian mau ikut tinggal di sini ya bayar! Karena tidak ada yang gratis di dunia ini!"WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) Bab 4""Mereka itu keluargamu, Mas, bukan keluargaku. Dan rumah ini aku yang membayarnya. Kamu pikir aku mau terus-terusan kalian jadikan sapi perah?! Tidak akan pernah lagi. Setidaknya kalau kalian mau ikut tinggal di sini ya bayar! Karena tidak ada yang gratis di dunia ini!" "Jangan lancang kamu, Kinan! Uang istri tu ya juga uang suami. Apa yang istri punya ya punyanya suami juga. Lalu apa artinya suami istri kalau masih masing-masing?!" sentak mas Fatih padaku dengan matanya membelalak besar. Apakah aku takut? Ah tentu saja tidak. Aku tidak takut dengan siapa pun selagi aku benar. "Kalau begitu menurutmu sekarang aku kembalikan ucapanmu. Lalu apa gunanya punya suami kalau apa-apa harus berjuang sendiri? Otak itu dipake jangan cuma disimpan. Setidaknya tidak memalukan bagi kalian karena dianggap tidak memiliki otak." Aku mengatakan hal itu sembari telunjuk tanganku mengarah ke pelipis. Dapat kulihat rahang mas Fatih men
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) BAB 5"Aku gak sangka kamu memiliki watak yang tega, Kinan. Sungguh selama ini aku pikir kamu adalah istri yang penurut, yang lugu dan ….""Dan yang gampang kamu bodoh-bodohi. Begitu kan maksudmu? Aku gak peduli ya kamu atau kalian mau ngomong apa. Di sini aku yang dirugikan, memangnya apa fungsiku sebagai kepala keluarga Mas Fatih? Kerjamu hanya meminta-minta pada suamiku. Bukankah kau tahu kalau dia hanyalah pengangguran berat? Sadar diri seharusnya. Setidaknya kalau mendompleng hidup sama orang lain itu mulut harus dijaga. Bukannya sok seolah-olah kami adalah pengendali segalanya. Kalian pikir aku sapi perah kalian apa? Sudah cukup ya selama setahun ini aku kalian jadikan mesin atm berjalan. Sungguh bodoh kukira awalnya kebaikan kalian adalah ketulusan nyatanya hanyalah modus belaka. Cuih!" "Udah gak usah banyak cingcong, buruan mana uangnya. Kalau gak mau bayar silahkan angkat kaki dari rumah ini. Aku bukan penampungan
Byur …. "Banjir bandang! Tolong aku tenggelam, tolong!" Pletak! Aku mengayunkan ember yang sudah kosong ke kepala mas Andra. "Bangun hei koreng nangka! Itu si toge kisut udah nyerocos aja dari tadi minta duit!" Mas Andra mengerjapkan matanya berkali-kali mungkin saja dia mencoba mengumpulkan nyawanya yang belum terkumpul. Maafkan aku ya Tuhan, aku tahu kalau tidur bukanlah hal yang patut untuk dibuat mainan tapi aku gedeg banget, Tuhan. Kenapa satu keluarga otaknya minus semua gak ada positifnya sama sekali. Huft, aku serahkan semua padamu kalau memang gak jodoh semoga disegerakan kesempatanku untuk menggugat cerai Mas Andra. "Kamu apa-apaan sih, Kinan?! Kenapa aku kamu siram!" "Itu si nyonya besar yang juga badannya besar minta duit! Bangun jangan molor aja kerjaanmu! Kamu kira di sini lagi ngadain lomba tidur apa!" "Ck! Ya tinggal kamu kasih aja kenapa sih! Lagian bulan ini kan memang kita belum kasih uang bulanan ke Ibu?!" "Enak betul kalau ngomong. Kamu kira aku gudang dui
"Dih najis! Kalau mau duit ya kerja! Kencing aja bayar, kalian mau makan dan hidup enak kok mental gratisan! Tuh sana kalau merasa masih punya otak silahkan dilepas terus dicuci pake detergen atau bayclin biar kinclong. Dah ah, aku mau ke kios baruku dulu mau beres-beresin warung sekalian belanja bahan-bahan. Tuh di meja aku tadi udah masak. Aku masih berbaik hati melayanimu sebagai seorang suami. Jangan lupa tuh kasur dijemur. Awas aja kalau aku pulang masih basah!" "Ini kan kamu yang bikin basah, masa Mas yang haru beresin?""Jadi mau nolak? Mau aku bawain lagi pisau daging biar aku cincang kamu punya kaki sama tangan?"Mas Andra menelan salivanya, ia tampak tegang mendengar aku akan membawakannya pisau daging kembali. "Ah, enggak usah. Iya nanti biar Mas jemur kasurnya. Hehehehe. Makasih ya sudah mau masakin Mas." "Hemm." Aku pun meninggalkan Mas Andra dan Ibu yang masih melihatku bergerak kesana dan kemari persis seperti kutu loncat. Entahlah badanku ini terbuat dari apa. Rasa
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) Pov author"Oh Mbak Eka. Tau darimana aku jualan di sini?" Kinan sebetulnya cukup terkejut karena kedatangan Eka yang secara tiba-tiba. Entah darimana perempuan berstatus ipar dari Kinan itu tahu kalau Kinan berjualan di situ. "Lagi lewat aja, tuh sama Mas Fatih. Biasalah weekend begini ya enaknya jalan-jalan. Memangnya kamu yang sibuk sama kerjaan mulu. Betewe ini kios punya kamu?" "Menurut Mbak?""Tapi bukannya kamu bangjrut? Kalau menurut Mbak sih bukan punya kamu ya. Pasti punya teman kamu ini kan? Secara tempatnya di dekat mall begini. Kamu pasti hanya ngejalanin doang. Ya kan? Tapi baguslah setidaknya kamu cepat ada pemasukan lagi biar gak jadi beban buat suami kamu nantinya.""Kalau asumsi Mbak seperti itu ya terserah aja. Ini mau ayammya yang apa nih?""Paha aja semuanya. Buruan ya gak pake lama."Sembari membuatkan pesanan Eka, Kinan sejak tadi saling lirik dengan Laras. Mungkin mereka berpikiran yang sama. Apakah
"Huh si Kinan bikin kesel! Memang bener-bener deh dia! Sekarang sudah berubah semenjak dia bangkrut dia jadi pelit!" Eka terus saja menggerutu sepanjang jalan hingga membuat telinga Fatih berdengung. "Ck! Kamu bisa gak sih diam dulu? Berisik tau gak sepanjang jalan dari sana hingga mau sampai ke rumah Ibu nyerocos aja gak berhenti-berhenti.""Ya habisnya aku kesel! Kita gagal deh makan ayam gratis! Mana Ibumu cuma masak tempe goreng sama sayur bayam doang!" "Ya kamu juga bodoh! Kenapa tadi gak kamu langsung bawa aja itu ayamnya pergi? Kan udah di tangan kamu tadi. Malah diam aja waktu si Kinan ambil lagi.""Ya enggak sempet, Mas, orang cepet vanget gerakan tangannya. Lagian kalau nanti dia barbar lagi gimana? Di gerai nya pasti punya pisau daging. Hih gak maulah aku kalau dicincang nanti.""Ya kali dia berani nyincang kita beneran? Gitu aja kok takut.""Halah nyatanya kamu tadi pagi juga takut kan? Kenapa malah diam aja? Gak ada ngelawan waktu si Kinan nancepin itu pisau di meja.""
"Aku cuma mau ambil yang kecil-kecil aja dulu. Eh tapi aku pikir-pikir lagi aku mau ambil motornya aja dulu deh. Lumayan buat bolak-balik nanti dari kontrakan ke gerai.""Nah itu ide yang bagus. Tapi yakin cuma kita berdua aja? Ntar kalau kakak iparmu yang laki-laki itu nyegah gimana?""Hemm? Tenang aja dia mah cemen! Yuk ah keburu malam."Kinan dan Laras pun bergegas menaiki mobil yang Laras bawa menuju kediaman sang ibu mertua. Hanya perlu menempuh waktu beberapa menit saja karena jaraknya juga tidak terlalu jauh, akhirnya mobil yang dikendarai Laras pun sampai di depan rumah kontrakan Bu Nuri."Itu mobil siapa, Ka? Apa kamu ada janjian sama teman kamu itu?" tanya Bu Nuri pada Eka. "Hemm? Enggak ah, aku belum ada bikin janji sama dia.""Lha terus itu mobil siapa?""Gak tau, Bu, coba aja yuk keluar." Bu Nuri dan Eka pun beriringan berjalan menuju teras, tetapi sesampainya di pintu utama keduanya terjatuh karena sangking semangatnya ingin melihat siapakah gerangan yang datang membua
Pak Rt hanya tersenyum menjawab ucapan Kinan sedangkan Kinan sudah melenggang pergi dengan santainya membawa motor N-mux pergi dari kontrakan Bu Nuri. ***"Kinan! Kenapa kamu ambil motornya Ibu?!" Suara tinggi Andra sudah menyambut kedatangan Kinan dengan motor besarnya itu. Kinan tidak langsung menghiraukan ucapan Andra dengan kondisi rahang yang sudah mengeras. Ia terlebih dahulu memarkirkan motor besar itu di halaman rumahnya. Tidak lupa Kinan mengunci pintu gerbang karena hari mulai gelap dan takut kalau ada maling motor yang mengincarnya. "Kinan kamu dengar aku gak sih?!" Andra lagi-lagi mengeraskan suaranya di hadapan Kinan hingga membuat wanita yang memiliki rambut panjang sebahu itu menoleh ke arahnya. "Kamu kenapa kayak kebakaran jenggot begitu? Apa kamu bilang tadi? Motor Ibumu? Motorku, Mas! M O T O R K U! Kamu gak tuli kan?" Kinan melenggang meninggalkan Andra dengan napasnya yang naik turun dan masih berdiri di teras rumah kontrakannya. "Kinan aku belum selesai bicar