Share

kebarbaran Kinan yang nyata

WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU

(ketika aku pura-pura bangkrut) 

Bab 4

"

"Mereka itu keluargamu, Mas, bukan keluargaku. Dan rumah ini aku yang membayarnya. Kamu pikir aku mau terus-terusan kalian jadikan sapi perah?! Tidak akan pernah lagi. Setidaknya kalau kalian mau ikut tinggal di sini ya bayar! Karena tidak ada yang gratis di dunia ini!" 

"Jangan lancang kamu, Kinan! Uang istri tu ya juga uang suami. Apa yang istri punya ya punyanya suami juga. Lalu apa artinya suami istri kalau masih masing-masing?!" sentak mas Fatih padaku dengan matanya membelalak besar. Apakah aku takut? Ah tentu saja tidak. Aku tidak takut dengan siapa pun selagi aku benar. 

"Kalau begitu menurutmu sekarang aku kembalikan ucapanmu. Lalu apa gunanya punya suami kalau apa-apa harus berjuang sendiri? Otak itu dipake jangan cuma disimpan. Setidaknya tidak memalukan bagi kalian karena dianggap tidak memiliki otak." Aku mengatakan hal itu sembari telunjuk tanganku mengarah ke pelipis. Dapat kulihat rahang mas Fatih mengeras. Bodo amat! Memangnya aku pikirin? 

"Mana sini!" Tanganku menengadah tepat di depan mas Fatih. Keningnya berkerut dan saling tatap dengan mbak Eka. 

"Sini apa nih maksudnya?"

"Uangnya lah. Mau tinggal di sini kan? Mana bayarannya. Gak ada yang gratis termasuk tinggal di sini juga gak gratis. Kalian tahu aku bangkrut kan? Jadi aku tidak punya uang untuk menghidupi benalu seperti kalian."

Plak! 

Tiba-tiba saja pipiku sebelah kanan terasa panas. Kutoleh wajahku dan menatap mas Andra. Yah, suamiku lah pelakunya. Dan baru kali ini dia berani melayangkan tangannya di wajahku seperti ini. 

Dasar koreng gorila! Berani-beraninya dia main fisik kepadaku. 

"Sekali lagi kamu mengatakan kami ini benalu bukan hanya wajahmu yang aku tampar tapi bibirmu juga akan aku bungkam dengan tangan ini!"

"Rasain! Makanya jangan ngelawan kalau dikasih tau! Andra itu tampan seharusnya kamu bersyukur karena dinikahi oleh Andra. Kalau tidak aku jamin tidak akan ada yang mau sama kamu karena apa? Karena kamu tidak cantik. Lihat penampilanmu! Lusuh, kucel dan banyak jerawat. Kamu pikir kamu cantik makanya Andra mau menikahimu kalau bukan karena hartamu? Sadar diri makanya. Meski tidak cantik setidaknya sedikit berguna lah bagi kehidupan kita kalau mau dihargai sama kita." Mbak Eka terus saja menyerocos tanpa henti padaku. Sedangkan aku menatapnya tajam seolah-olah tatapan ini mamlu menusuknya hingga ke dalam. 

Dadaku naik turun, napasku berhembus tak beraturan. Panas sekali rasanya kepalaku ingin kutikam satu-persatu tiga benalu tak tahu diri yang ada di depanku ini. 

Kutinggalkan mereka kembali ke arah dapur. Masih dapat kudengar ucapan demi ucapan sebagai bentuk penghinaan keluar dari bibir mbak Eka. Si perempuan yang katanya paling cantik sejagat raya fauna. Cuih najis! 

"Makanya jadi orang tuh yang tahu diri! Cantik enggak! Bermanfaat enggak, lalu apa yang mau dibanggakan? Udah untung dinikahin sama Andra yang tampannya kaya sultan Andara. Dasar gak pernah mengaca rupanya!" 

Mbak Eka terus saja menyerocos tanpa henti. Namun, aku tak menghiraukannya karena aku fokus mengambil sesuatu yang mengkilat yang aku letakkan di antara sela-sela lemari piring. Kubawa benda itu dengan tangan kananku dan dengan dada yang kembang kempis. 

Prak! 

Kutancapkan benda mengkilap yang aku bawa dari dapur tadi di pinggiran meja televisi yang terbuat dari kayu. Meja itu juga Laras yang menyiapkannya. Aku memang sengaja memesan pada Laras meski rumah kecil tapi tetap harus membuatku merasa nyaman. Maklum saja sebab sejak kecil aku belum terbiasa hidup di rumah sederhana seperti ini. Almarhum kedua orang tuaku selalu memberikan yang terbaik untuk hidupku.

Termasuk uang modal yang mereka berikan saat aku memutuskan untuk membuka usaha di bidang kuliner pada awalnya hingga kini merambah ke bisnis fashion yang nyatanya juga laris seperti beberapa gerai makanan yang aku miliki saat ini. 

"K-Kinan apa yang kamu lakukan?" tanya mas Andra dengan gugup. Bahkan, dapat kulihat mas Fatih juga mbak Eka menelan salivanya berkali-kali saat melihat aku menancapkan pisau daging di pinggiran meja televisi tadi. 

"Aku? Kamu mau tau apa yang aku lakukan? Bisa dilihat kan kalau kayu meja itu saja bisa retak karena kuayunkan pisau daging ini ke arahnya. Lalu, bagaimana jadinya kalau pisau yang sangat tajam ini kuayunkan ke arah kalian bertiga? Akan kubuat daging kalian jadi bakso terlezat. Akan kusiset setiap inci kulit tubuh kalian dan akan kujadikan bahan tas dari kulit manusia. Kurasa kalau dijual harganya akan sangat mahal. Lumayanlah untuk membantuku membuka usaha baru karena usaha lama sudah bangkrut. Gimana? Apa mau coba?" 

Prak! 

Sekali lagi kutancapkan pisau daging itu. Kali ini aku menancapkannya di meja ruang tamu yang ada di sampingku ini. 

Wajah mereka sudah pucat seputih dempul rumah tetangga. Hahahaha, rasakan! Kalian kira aku akan diam saja ketika kalian menindasku? Tidak semudah itu wahai tikus got! Akan kupertahankan apa yang seharusnya menjadi hakku yakni, harga diriku! Tak akan kubiarkan seenaknya saja kalian menginjaknya meski seujung kuku pun. 

"K-Kinan, jangan bercanda ah. Kan kita tadi hanya bergurau saja. Ya kan, Mas? Ya kan, Mbak? Kita hanya bercanda kan?" 

"Ah i-iya hahahah kita tadi hanya bercanda. Jangan serius begitu dong nanggepinnya. Hahahaha." Mbak Eka menjawab yang disetujui oleh suaminya dengan anggukan di kepalanya. 

"Sayangnya aku tidak sedang bercanda karena aku menangkap ucapan dan perbuatan kalian bukanlah candaan. Ayo pilih mau aku benar-benar melaksanakan ucapanku barusan atau berikan aku uang kalau kalian mau tinggal di sini. Atau kalau tidak mau ya silahkan kalian keluar dari rumah ini karena aku tidak menerima pengemis tidak tahu diri seperti kalian!"

"Dek, tolonglah jangan begitu ya, Sayang. Kasihan Mas Fatih dan Mbak Eka. Coba kamu lihat anak yang ada di dalam gendongan Mbak Eka. Masa kamu tega membiarkan keponakan kita terlunta-lunta di jalanan sih? Bukannya kamu juga suka kan sama anak kecil?" Ucapan mas Andra dijawab anggukan oleh mbak Eka karena merasa mendapat pembelaan ia tersenyum meski samar tapi aku dapat melihatnya. 

"Benar apa kata Andra, Kinan. Apa kamu gak kasihan lihat anak kami yang masih bayi ini terlunta-lunta di jalanan? Tolonglah pakai hati nurani kamu setidaknya kamu mengasihani anak kami."

"Gak ada urusan! Anak itu adalah tanggung jawab kalian sebagai orang tuanya bukan tanggung jawabku! Kalau gak mau susah ngurus anak ya gak usah bikin anak! Sesimpel itu kan?! Menanam bibitnya aja mau, giliran dikasih hasilnya nolak. Otak kalian apa sudah kalian gadaikan ha!" 

Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya dan kembali berkata, "Buruan mana uangnya kalau mau tinggal di sini. Bayar separuh dari harga kontrakan ini dan ingat! Makan juga sendiri-sendiri. Untuk listrik kita bagi dua. Paham kalian!" 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
rozi yana
kerennnnn...mantap aku suka bangat
goodnovel comment avatar
Esteria Manjorang
mantap lebih baik janda daripada dihina bukan kecantikan dan ketampanan yang dibanggakan dan kecantikan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status