WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU
(Ketika aku pura-pura bangkrut) Bab 1[Andra, kamu sudah transfer uangnya belum? Kebetulan ada yang mau Mas sama Mbakmu beli ini. Jangan lupa segera transfer tiga puluh juta. Mas sama Mbakmu mau beli ponsel merk ipul yang logonya biji kroak][Siap, Mas, nanti sekitar jam lima aku akan transfer, sekalian aku juga mau keluar] Mataku memicing saat tanpa sengaja membaca kata demi kata yang tertera di layar ponsel milik suamiku. Mas Andra sedang berada di kamar mandi karena aku mendengar gemericik air dari dalam ruangan dengan ukuran 3x2 tersebut. Ak men-scroll layar tersebut hingga ke beberapa nama dan akhirnya mataku tertuju pada satu nama yakni ibu mertua. Kubuka chat atas nama ibu mertuaku itu dan mulai membacanya[Andra, jangan lupa jatah Ibu bulan ini ditambhin ya soalnya ada perhiasan yang Ibu taksir. Harganya sekitar dua puluh juta. Ibu tunggu hari ini juga ya][Iya, Bu, Andra enggak lupa kok. Pasti Andra transfer. Tapi nunggu Kinan pulang dulu soalnya uang di atm Andra lagi habis] [Yaudah kalau begitu yang penting jangan lupa ya. Ingat Andra, kamu harus pintar-pintar jadi suami. Selagi bisa kamu keruk harta istri kamu maka keruklah kalau bisa habiskan dan berikan semuanya pada keluarga kita]Aku segera mengembalikan ponsel mas Andra yang tergeletak di atas nakas. Aku tidak mau dia tahu kalau aku juga membaca chat dari keluarganya. Aku mendesah pelan berusaha menghilangkan sesaknya dada. Entah sejak kapan keluarga suamiku selalu merongrong keuangan rumah tanggaku. Bukannya aku tidak boleh, tentu saja boleh kalau itu sesekali. Akan tetapi, keluarga mas Andra setiap bulannya tidak pernah absen. Mungkin kalau ibu mertua aku masih mentolerir tapi untuk kakaknya yang berstatus sebagai suami yakni, mas Fatih bagaimana? Bukankah tanggung jawab keluarganya ada di pundak dia sebagai kepala keluarga? Hah entahlah aku pusing. Aku pun sudah sejak sebulan yang lalu tahu perihal keluarga suamiku yang ternyata tidak tulus menyayangiku sebagai menantu dan ipar. Aku secara tidak sengaja mendengar percakapan mereka soal bagaiamna mas Andra harus merongrong hartaku. Masih lekat juga dalam ingatan saat aku mengadukan hal ini pada sahabatku yaitu Laras. "Kinan coba deh kamu berpura-pura bangkrut biar kamu tau wajah asli keluarga suamimu seperti apa. Selama ini kan mereka selalu berbuat baik di depanmu makanya kamu kayak gak punya alasan buat menolak apa yang mereka mau kan?""Tapi apa kamu yakin kalau itu akan berhasil?""Kalau enggak dicoba mana kita tahu kan?""Iya sih. Tapi kalau mereka gak percaya gimana coba? Suamiku sangat tahu kalau penghasilan toko grosir dan beberapa cabang resto ayam geprek di beberapa kecamatan selalu rame. Belum lagi toko baju milikku juga selalu rame" "Ck, cobalah dulu. Atau gini aja kamu ultimatum karyawan-karyawanmu untuk mengatakan kalau pemilik tempat mereka bekerja sudah bukan punya kamu lagi. Gimana?""Kamu yakin ini akan berhasil?""Dicoba saja.""Aku alasan apa kalau suamiku tanya kenapa dijual semua usahaku?""Ya simpel aja, kamu jawab untuk menutupi kebutuhan hidup keluargamu dan keluarganya yang selalu merongrong seperti itu. Ditambah lagi harga bahan semakin mahal sedangkan jika dinaikkan harga jual maka pembeli akan sepi alhasil pengeluaran dan pemasukan tidak imbang."Aku mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti dengan apa yang Laras katakan. "Baik, akan aku coba usulanmu ini. Semoga berhasil ya, jujur aku lelah sekali menjadi atm berjalan keluarga suamiku.""Kamu yang sabar ya. Aku selalu ada bersamamu pokoknya kalau butuh sesuatu kamu jangan segan-segan bicara padaku. Kakakmu sudah menitipkanmu padaku maka kamu menjadi tanggung jawabku."Yah, Laras dan kakak laki-lakiku satu-satunya akan segera menikah. Namun, kakak lelakiku itu harus bekerja di luar kota jadi jarang pulang ke sini. Alhasil aku dan kakakku harus berpisah jarak. Aku juga sudah mengamankan surat-surat berharga seperti surat tanah, surat rumah juga surat kendaraan di bank. Itu juga atas usulan Laras agar semuanya tidak bisa diusik mas Andra begitu saja. "Sayang? Kamu sudah pulang? Kok tumben cepat? Dan lagi Kok gak kedengeran suaranya?" Ucapan mas Andra membuyarkan lamunanku. Aku pun menoleh ke arahnya, beruntung aku sudah mengembalikan ponselnya ke atas nakas lagi. "Ah iya kebetulan kepalaku lagi sakit makanya aku pulang duluan dari biasanya." "Emm, Dek, ada yang mau aku bicarakan sama kamu."Dapat kulihat dari ekor mataku mas Andra mendaratkan bokongnya di atas kasur yang ada di sebelahku. Aku sangat tahu dia pasti mau melancarkan rayuan mautnya seperti biasa jika ingin meminta sesuatu padaku terlebih soal uang. Mas Andra memang pengangguran berat. Alasan sebenarnya sungguh bikin kesal karena katanya tidak ada kerjaan yang cocok untuknya selain kerjaan bonafit seperti manajer atau direktur. Ingin sekali aku tertawa terbahak mendengar ucapannya yang seperti itu. Bagaimana bisa seorang lulusan SMA menjabat sebagai manajer atau direktur. Ingin sekali rasanya kutimpuk kepalanya agar sedikit benar otaknya yang rada geser itu. Namun, karena terlalu bucinnya diriku pada mas Andra membuat aku mengiyakan apa yang diucapkannya meski itu susah menzalimiku. Akan tetapi, kini aku tidak mau lagi dijadikan sapi perah oleh keluarga suamiku. Dan aku menyetujui usulan yang Laras berikan. Baiklah, aku akan mencobanya. "Dek, kok kamu melamun sih?" Aku tersentak melihat mas Andra melambaikan tangannya di depan wajahku. "Ya, Mas, ada apa? Katakanlah.""Emm uang di atm Mas kan sudah habis. Tolong kamu kirim ke Mas seratus juta ya. Soalnya mau ada yang Mas beli."Aku berpura-pura mengernyitkan dahi mendengar ucapannya. Meski tadi sudah membaca pesan dari keluarga mas Andra tapi tetap saja rasa sesak itu masih ada. "Seratus juta? Untuk apa, Mas?" "Untuk bisnis kebetulan teman Mas ada yang buka usaha seperti cafe kekinian gitu. Yah lumayan kam targetnya anak muda jadi Mas bernia tanam saham di sana biar setidaknya Mas juga ada pemasukan tanpa harus minta ke kamu."Aku menghembuskan napas untuk mengumpulkan kekuatan. Baiklah Kinan, mari kita mulai sandiwara ini. "Tapi, Mas, ada yang mau aku bicarakan juga sama kamu.""Apa itu? Penting?" Aku mengangguk yakin menatap kedua netranya. "Ada apa sih? Kok Mas jadi penasaran? Gak biasanya lho kamu begini?" Kening mas Andra berkerut melihat keseriusan di wajahku. "Aku bangkrut, Mas, usahaku semuanya hancur. Aku kelilit hutang di bank dan semuanya yang aku punya harus disita. Bahkan uang yang ada di atm-ku dan dompetku saat ini masing-masing hanya sekitar lima juta saja. Jadi aku gak bisa penuhi apa yang kamu minta barusan."WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(Ketika aku pura-pura bangkrut) BAB 2Dapat kulihat mas Andra mengerjapkan matanya berkali-kali. Mungkin dia masih belum percaya dengan apa yang aku sampaikan barusan."A-apa, Dek? Kamu pasti lagi bercanda kan? Oh atau ini prank? Mana? Mana kameranya? Ayo katakan kalau ini prank?" Kepala mas Andra celingak-celinguk berusaha mencari barang yang ia sebutkan tadi. "Mas ini bukan prank. Dengarkan aku! Aku sama sekali tidak bercanda. Aku sedang serius, dua rius malahan." Aku menatapnya tajam. Tidak ada senyuman atau apa pun di garis bibirku. Benar-benar datar aku menunjukkan wajah ini padanya. "Kamu serius? Kok bisa? Bukankah selama ini baik-baik saja? Kulihat juga usaha kamu makin ramai?" "Ya semua karena uang hasil jualan kamu mintain setiap bulannya dengan jumlah yang tidak sedikit. Mas, bahan-bahan sedang merangkak naik sedangkan pembeli tentu akan protes kalau aku menaikkan harga alhasil aku tetap dengan harga lama. Aku kira tidak masalah untung sedikit
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) Bab 3. "Kinan tunggu! Apa yang kamu maksud kontrakannya adalah ini?" "Menurutmu? Kenapa? Enggak suka? Yaudah sana pergi, aku bisa kok tinggal di sini sendiri."Aku sedikit menyunggingkan senyum ketika melihat mas Andra mengekor di belakangku. Huh, nyatanya dia masih membutuhkan juga kan? Padahal dulunya juga dia hidup dalam kesederhanaan kenapa setelah menikah denganku malah sok jadi orang yang seolah-olah tidak pernah merasakan kesederhanaan hidup? Dasar kere saja belagu. Huft, maafkan aku ya Tuhan, aku jadi julid sama suami sendiri. Setelah kedua koper kumasukkan ke dalam kamar aku membuka lemari dan segera kumasukkan baju-baju yang ada di dalam koper ke dalam lemari. Kubiarkan saja milik suamiku untuk dia masukkan sendiri. Entahlah, rasa kesalku teramat sangat saat mengingat kalau dia seenaknya saja terhadap diriku. Masih lekat dalam ingatan ketika semua obrolan dirinya dengan keluarganya yang mengatakan kalau akan m
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) Bab 4""Mereka itu keluargamu, Mas, bukan keluargaku. Dan rumah ini aku yang membayarnya. Kamu pikir aku mau terus-terusan kalian jadikan sapi perah?! Tidak akan pernah lagi. Setidaknya kalau kalian mau ikut tinggal di sini ya bayar! Karena tidak ada yang gratis di dunia ini!" "Jangan lancang kamu, Kinan! Uang istri tu ya juga uang suami. Apa yang istri punya ya punyanya suami juga. Lalu apa artinya suami istri kalau masih masing-masing?!" sentak mas Fatih padaku dengan matanya membelalak besar. Apakah aku takut? Ah tentu saja tidak. Aku tidak takut dengan siapa pun selagi aku benar. "Kalau begitu menurutmu sekarang aku kembalikan ucapanmu. Lalu apa gunanya punya suami kalau apa-apa harus berjuang sendiri? Otak itu dipake jangan cuma disimpan. Setidaknya tidak memalukan bagi kalian karena dianggap tidak memiliki otak." Aku mengatakan hal itu sembari telunjuk tanganku mengarah ke pelipis. Dapat kulihat rahang mas Fatih men
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) BAB 5"Aku gak sangka kamu memiliki watak yang tega, Kinan. Sungguh selama ini aku pikir kamu adalah istri yang penurut, yang lugu dan ….""Dan yang gampang kamu bodoh-bodohi. Begitu kan maksudmu? Aku gak peduli ya kamu atau kalian mau ngomong apa. Di sini aku yang dirugikan, memangnya apa fungsiku sebagai kepala keluarga Mas Fatih? Kerjamu hanya meminta-minta pada suamiku. Bukankah kau tahu kalau dia hanyalah pengangguran berat? Sadar diri seharusnya. Setidaknya kalau mendompleng hidup sama orang lain itu mulut harus dijaga. Bukannya sok seolah-olah kami adalah pengendali segalanya. Kalian pikir aku sapi perah kalian apa? Sudah cukup ya selama setahun ini aku kalian jadikan mesin atm berjalan. Sungguh bodoh kukira awalnya kebaikan kalian adalah ketulusan nyatanya hanyalah modus belaka. Cuih!" "Udah gak usah banyak cingcong, buruan mana uangnya. Kalau gak mau bayar silahkan angkat kaki dari rumah ini. Aku bukan penampungan
Byur …. "Banjir bandang! Tolong aku tenggelam, tolong!" Pletak! Aku mengayunkan ember yang sudah kosong ke kepala mas Andra. "Bangun hei koreng nangka! Itu si toge kisut udah nyerocos aja dari tadi minta duit!" Mas Andra mengerjapkan matanya berkali-kali mungkin saja dia mencoba mengumpulkan nyawanya yang belum terkumpul. Maafkan aku ya Tuhan, aku tahu kalau tidur bukanlah hal yang patut untuk dibuat mainan tapi aku gedeg banget, Tuhan. Kenapa satu keluarga otaknya minus semua gak ada positifnya sama sekali. Huft, aku serahkan semua padamu kalau memang gak jodoh semoga disegerakan kesempatanku untuk menggugat cerai Mas Andra. "Kamu apa-apaan sih, Kinan?! Kenapa aku kamu siram!" "Itu si nyonya besar yang juga badannya besar minta duit! Bangun jangan molor aja kerjaanmu! Kamu kira di sini lagi ngadain lomba tidur apa!" "Ck! Ya tinggal kamu kasih aja kenapa sih! Lagian bulan ini kan memang kita belum kasih uang bulanan ke Ibu?!" "Enak betul kalau ngomong. Kamu kira aku gudang dui
"Dih najis! Kalau mau duit ya kerja! Kencing aja bayar, kalian mau makan dan hidup enak kok mental gratisan! Tuh sana kalau merasa masih punya otak silahkan dilepas terus dicuci pake detergen atau bayclin biar kinclong. Dah ah, aku mau ke kios baruku dulu mau beres-beresin warung sekalian belanja bahan-bahan. Tuh di meja aku tadi udah masak. Aku masih berbaik hati melayanimu sebagai seorang suami. Jangan lupa tuh kasur dijemur. Awas aja kalau aku pulang masih basah!" "Ini kan kamu yang bikin basah, masa Mas yang haru beresin?""Jadi mau nolak? Mau aku bawain lagi pisau daging biar aku cincang kamu punya kaki sama tangan?"Mas Andra menelan salivanya, ia tampak tegang mendengar aku akan membawakannya pisau daging kembali. "Ah, enggak usah. Iya nanti biar Mas jemur kasurnya. Hehehehe. Makasih ya sudah mau masakin Mas." "Hemm." Aku pun meninggalkan Mas Andra dan Ibu yang masih melihatku bergerak kesana dan kemari persis seperti kutu loncat. Entahlah badanku ini terbuat dari apa. Rasa
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) Pov author"Oh Mbak Eka. Tau darimana aku jualan di sini?" Kinan sebetulnya cukup terkejut karena kedatangan Eka yang secara tiba-tiba. Entah darimana perempuan berstatus ipar dari Kinan itu tahu kalau Kinan berjualan di situ. "Lagi lewat aja, tuh sama Mas Fatih. Biasalah weekend begini ya enaknya jalan-jalan. Memangnya kamu yang sibuk sama kerjaan mulu. Betewe ini kios punya kamu?" "Menurut Mbak?""Tapi bukannya kamu bangjrut? Kalau menurut Mbak sih bukan punya kamu ya. Pasti punya teman kamu ini kan? Secara tempatnya di dekat mall begini. Kamu pasti hanya ngejalanin doang. Ya kan? Tapi baguslah setidaknya kamu cepat ada pemasukan lagi biar gak jadi beban buat suami kamu nantinya.""Kalau asumsi Mbak seperti itu ya terserah aja. Ini mau ayammya yang apa nih?""Paha aja semuanya. Buruan ya gak pake lama."Sembari membuatkan pesanan Eka, Kinan sejak tadi saling lirik dengan Laras. Mungkin mereka berpikiran yang sama. Apakah
"Huh si Kinan bikin kesel! Memang bener-bener deh dia! Sekarang sudah berubah semenjak dia bangkrut dia jadi pelit!" Eka terus saja menggerutu sepanjang jalan hingga membuat telinga Fatih berdengung. "Ck! Kamu bisa gak sih diam dulu? Berisik tau gak sepanjang jalan dari sana hingga mau sampai ke rumah Ibu nyerocos aja gak berhenti-berhenti.""Ya habisnya aku kesel! Kita gagal deh makan ayam gratis! Mana Ibumu cuma masak tempe goreng sama sayur bayam doang!" "Ya kamu juga bodoh! Kenapa tadi gak kamu langsung bawa aja itu ayamnya pergi? Kan udah di tangan kamu tadi. Malah diam aja waktu si Kinan ambil lagi.""Ya enggak sempet, Mas, orang cepet vanget gerakan tangannya. Lagian kalau nanti dia barbar lagi gimana? Di gerai nya pasti punya pisau daging. Hih gak maulah aku kalau dicincang nanti.""Ya kali dia berani nyincang kita beneran? Gitu aja kok takut.""Halah nyatanya kamu tadi pagi juga takut kan? Kenapa malah diam aja? Gak ada ngelawan waktu si Kinan nancepin itu pisau di meja.""