Share

BAB 7

Jeritan Adelia sudah tak terdengar lagi, hanya terdengar isakan lirih. Aku masih penasaran kelanjutan ucapannya tadi, sebenarnya apa salah Mamaku? Setahuku orangtuaku tak pernah ada masalah dengan orang lain, sebenarnya siapa Adelia ini? 

Aku masuk kedalam rumah dengan penuh tanda tanya, ah sepertinya aku harus mencari tahu semua ini. Adelia, Bang Hilman, dan Mama, semua harus kumintai penjelasan.

Kurebahkn tubuhku di sofa, fikiranku berkecamuk, begitu banyak fakta yang terkuak. Kehamilan palsu Adel, dan balas dendam. Entah apa salahku sehingga dia tega masuk kedalam mahligai rumahtanggaku. 

Tapi, jika kehamilan Adel palsu untuk apa Bang Hilman menyerahkan surat keterangan hamil Adel dari rumah sakit? Apa Bang Hilman juga ikut andil dalam retaknya rumah tanggaku? Tapi, kenapa?

Argh. 

Sepertinya aku harus menyelidiki semua ini satu persatu. 

Kudengar suara langkah kaki di dapur, aku beranjak dari sofa ingin melihat siapa yang ada di dapur. Kuintip dari balik tembok, ternyata Adel sedang mencari makanan dikulkas. Dia hanya sendirian, mungkin Bang Azlan tidur setelah lelah marah-marah. 

"Ekhem," dehemku seraya menghampiri Adel. 

Adelia terperanjat, seraya memutar tubuhnya kearahku. Ditangannya, ada telur dan segenggam cabai. Aku tersenyum sinis. 

"Lapar ya?" Ledekku. 

Adel mendengkus wajahnya terlihat kesal. "Jangan sombong kamu! Setelah ini, kamu akan bertekuk lutut dihadapanku!" Ketusnya. 

Aku menaikkan alis sebelah, lalu terkekeh pelan. Kulipat tangan didepan dada seraya menyandarkan punggungku di dinding. Kuhembuskan nafas kasar, Adel masih bergeming menatapku tajam. Sepertinya dia mulai berani padaku. 

Jika aku to the point menanyakan maksud ucapannya tadi, aku yakin dia tak akan mau mengaku. 

"Sudah puas merusak rumah tanggaku?" Tanyaku. 

Adel masih menatapku tajam, tangannya mengepal kuat sampai telur digenggamannya pecah. 

"Aku akan menghancurkanmu lebih dari ini!" Gumamnya tapi masih dapat kudengar. 

Aku menyeringai. "Percayalah, Del, orang baik akan selalu dilindungi. Dan, niat jahatmu untuk menghancurkanku akan kembali kedirimu sendiri," ucapku santai. 

Adel menggeram, matanya merah dan berkaca-kaca. 

"Apa? Mau marah?" Ejekku. 

Aku menegakkan tubuhku, berjalan perlahan menghampiri Adel. Entah kemana keberanian Adel tadi, tiba-tiba wajahnya berubah ketakutan. Dia salah mencari lawan, selangkah dia ingin melukaiku, maka aku dua langkah lebih maju untuk melindungi diri. 

"Aku tak tahu, ada dendam apa kamu denganku sampai kau nekat berpura-pura hamil dan berusaha masuk kedalam rumah tanggaku," ucapku santai. Adel terlihat sangat terkejut. Mungkin dia tak menyangka jika aku mengetahui kebohongannya.

"Kaget ya?" Tanyaku.

Kini jarakku dengannya hanya tersisa satu jengkal, aku menatap manik matanya yang berwarna coklat. Cantik tapi sayang, dia tak menarik. 

"Jangan membuang waktumu untuk balas dendam, karna itu hanya akan menyakitimu," ucapku lagi. 

Kubalik badan meninggalkan Adel yang mematung. Saat aku keluar dari dapur, kulihat Bang Azlan yang duduk termenung di ruang keluarga. Wajahnya kusut, matanya terlihat sembab. Tapi aku tak peduli, biarlah dia merenungi kesalahannya karena telah berkhianat, sekalipun dia bertaubat tetap saja hati ini terlanjur sakit untuk kembali padanya. 

Kulanjutkan langkahku kembali ke kamar, begitu banyak rencana diotakku untuk membongkar semua kebusukan Adel dan orang-orang di dekatku. Entah kenapa aku merasa, ada orang terdekatku yang juga berniat menghancurkan hidupku. 

______

Pagi ini aku berangkat kekantor lebih awal, karna aku ada janji dengan sahabat kecilku yang memiliki kerjaan sampingan sebagai detektif. Mungkin dia bisa membantuku untuk memecahkan misteri tentang Adelia. Apalagi tadi pagi aku mendapati Adel sedang menghubungi seseorang, tingkahnya membuatku curiga. Dia menelfon seseorang dengan sembunyi-sembunyi, bahkan dia berbicara dengan nada rendah sehingga aku tak bisa menguping pembicaraannya. 

"Nia, tolong jangan biarkan siapapun masuk keruangan saya," ucapku pada sekretarisku seraya melangkah keluar. 

Bang Azlan sudah sampai kantor rupanya, dia sibuk membersihkan pantry dan menyiapkan cemilan untuk karyawan. Syukurlah kalau dia sudah terbiasa dengan kerjaannya, ini hukuman untuk lelaki yang tak pandai bersyukur. 

Aku memilih menunggu Anita di warung makan nasi kuning yang jaraknya lumayan dekat dengan kantor. 

Saat asyik memainkan gawaiku, aku terkejut melihat foto dan video yang dikirimkan Bang Heru. 

Fotoku yang dipenuhi dengan coretan, anak haram, pembawa sial, anak j*l*ng, dan masih banyak lagi kata-kata kotor disana. Dan yang membuatku terkejut, ada video Mama dan Bang Hilman yang diam-diam memasukkan sesuatu kedalam minuman Papa. 

'Sebenarnya ada apa, ini?' batinku. 

Belum sempat kubalas pesan Bang Heru, dia sudah menelponku duluan. Segera kugeser icon hijau mengangkat panggilannya. 

"Halo, Nay, kamu dimana?" Suara Bang Heru terdengar serak, seperti orang habis menangis. 

"Lagi cari sarapan," jawabku. 

Aku tak mau langsung menanyakan maksud foto dan video yang dikirim Bang Heru tadi, biarlah dia menjelaskan sendiri. 

"Nay, jaga diri, selamatkan semua aset perusahaanmu, semua itu milikmu! Jangan sampai jatuh ketangan yang salah, Abang gak bisa jaga kamu untuk saat ini, jadi kamu jaga diri sendiri, jangan mudah percaya dengan orang sekitar sekalipun itu sahabatmu, cepat atau lambat kamu pasti akan tahu penyebab retaknya rumah tanggamu," ucap Bang Heru panjang lebar, terdengar isakan kecil setelahnya. 

"Maksudnya, gimana sih? Aku gak ngerti," sahutku. 

Hanya terdengar hembusan nafas setelah itu panggilan dimatikan secara sepihak, perasaanku menjadi tak tenang. Sebenarnya siapa Adelia? Selain retaknya rumah tanggaku, sepertinya ada masalah baru setelah ini. 

Aku duduk di pojokan warung, sambil menunggu Anita yang tak kunjung datang. Aku jadi teringat ucapan Bang Heru untuk tak percaya dengan siapapun sekalipun itu sahabatku, kenapa Bang Heru seolah tahu aku akan meminta tolong pada Anita? 

"Neng, pesan apa?" Lamunanku buyar mendengar suara bibi penjual nasi kuning. 

"Nasi kuning pakai ayam satu, ya, bi, jangan pakai sambal. Minumnya, teh tawar hangat," ucapku. 

Aku mengusap wajah dengan pelan, begitu banyak masalah menghampiriku secara bertubi-tubi, hadirnya wanita kedua dihati suamiku, dan kini mungkin nyawaku yang terancam. Entah siapa dalang dibalik masalah yang tercipta ini.

Pesananku sudah datang, tapi batang hidung Anita tak kunjung terlihat, biarlah mungkin dia sedikit sibuk apalagi dia seorang single parent dengan dua orang anak. Pasti rutinitasnya begitu sibuk setiap pagi. 

Aku makan dengan lahap, aku tak boleh tumbang, tak akan kubiarkan musuh tertawa diatas deritaku. Aku harus kuat menghadapi semua masalah ini, aku yakin badai pasti berlalu dan semua kebusukan orang disekitarku pasti akan terbongkar. 

Gawaiku kembali bergetar, kulirik sekilas ternyata pesan dari Bang Azlan. Biarlah, mungkin dia mencariku karena tak melihatku ada di ruangan. 

Aku kembali teringat dengan video Mama dan Bang Hilman yang mencampurkan sesuatu ke minuman Papa, sebenarnya apa yang sedang mereka rencanakan? Fotoku yang penuh dengan tulisan hujatan itu, aku yakin itu tulisan Bang Hilman, karena hanya dia saudaraku yang tulisannya rapi. Dan, aku ingat fotoku itu hanya ada di ponsel Bang Hilman, karena saat itu kami liburan ke pantai berdua dan aku meminjam ponselnya untuk selfie. 

Apa Bang Hilman dan Adel bekerja sama untuk menghancurkanku? 

Apa aku ini bukan anak Mama? Tapi sedari kecil, Mama sangat sayang padaku, bahkan aku selalu dimanja apapun yang kumau selalu dituruti. 

Hah, memikirkan masalah hidup ternyata tak ada habisnya. 

Dengan cepat aku menyelesaikan makanku, setelah itu membayarnya, Anita juga tak kunjung datang lebih baik aku kembali ke kantor. 

Sesampainya di kantor, aku merasa risih ketika para karyawan menatapku dengan sinis dari atas sampai bawah, bahkan ada yang terang-terangan melecehkanku. 

"Berapa nih per-jamnya?" Celetuk lelaki bertubuh tambun yang menatapku penuh nafsu. Kurang ajar, tak ada sopan santunnya dengan bos sendiri! 

"Hei, kenapa kalian melihat saya dengan seperti itu!" Bentakku. 

Aku melanjutkan langkahku, mataku membelalak saat melihat foto-foto tak senonoh terpajang di loby. 

Jelas itu foto editan, karena aku tahu siapa pemeran aslinya. Aku ingat persis pakaian Adel dan selingkuhannya, tapi siapa yang menyebarkan foto ini? Dan, satu lagi foto ini diambil dengan jarak yang cukup dekat, apa Adel sendiri yang merekam pergulatan mereka lalu mengeditnya menjadi wajahku? 

Kulirik Bang Azlan yang sedang mengepel, dia tak berani menatapku. 

"Siapa yang memajang foto ini?" Tanyaku seraya melipat tangan di depan dada. 

Mereka semua saling bertatapan dan mengendikkan bahu..

"Tadi ada orang yang memakai pakaian serba hitam kesini, Bu, dia menempelkan foto ini dan menaruh kardus keruangan Ibu," ucap Mira bagian recepsionis.

Kuhela nafasku kasar, masalah apa lagi ini? Ujian hidup seperti tak ada habisnya menghampiriku. 

"Tolong bakar semua foto ini, dan untuk yang menghina saya tadi silahkan bersihkan barang-barang kalian, dan pergi dari sini!" Tegasku seraya melanjutkan langkahku kembali keruangan.

Didepan ruanganku ada kardus yang penuh dengan bercak darah, bau busuk begitu menyengat menusuk indera penciumanku. Kulihat Nia baru keluar kamar mandi, wajahnya pucat dan baju kemejanya sedikit basah. 

"Maaf bu, tadi saya kekamar mandi," ucapnya. 

Aku mengangguk. "Tolong kamu panggil OB atau OG untuk membuang kardus ini, baunya menyengat sekali," ucapku seraya masuk kedalam ruanganku. 

Kuhempaskan bokongku kekursi, lalu berkutat dengan komputer untuk mengecek CCTV. Siapa sebenarnya yang menyebarkan fitnah seperti ini? 

Aku mengernyit seraya mengucek mataku, apa aku tak salah lihat? Ini sweater Bang Hilman satu-satunya yang kubelikan lewat jastip saat sahabatku berlibur ke Paris. Sweater limited edition, hanya ada satu-satunya, kupesan khusus untuk dia. 

Jadi, Bang Hilman bekerja sama dengan Adelia? 

Apa salahku? 

Begitu banyak pertanyaan diotakku, tubuhku terasa bergetar melihat rekaman CCTV. Abang yang sangat kupercaya dan kusayang, tega melakukan hal buruk seperti ini. Aku yakin, lelaki yang ada dalam rekaman ini Bang Hilman, aku sangat hafal dengan postur tubuhnya bahkan cara berjalannya. 

Kuhempaskan punggungku, kepalaku berdenyut nyeri. Tak menyangka jika saudaraku sendiri, yang merusak rumah tanggaku. Bahkan dengan teganya dia menyebarkan fitnah tentangku. 

Berarti saat dia membelaku kemarin, hanya tipu muslihatnya saja. Benar-benar manusia munafik!

______

Saat jam makan siang, aku memilih menyiapkan bukti-bukti kuat untuk melaporkan Bang Hilman. Anita yang kutunggu sejak pagi, juga tak ada terlihat batang hidungnya. W******p ku juga mendadak diblokirnya.

Benar kata Bang Heru, sekarang aku harus lebih berhati-hati dan bermain cantik untuk membongkar kebusukan mereka. Aku tak akan tinggal diam jika ada yang berusaha mengusik ketenanganku. 

Aku mengecek CCTV di rumah, ternyata Adelia sedang sibuk mengbongkar lemariku setiap laci dia buka dan semua barangnya dia keluarkan. Bahkan sampai kekolong ranjang pun tak luput dari jangkauannya, setiap ruangan dia geledah mungkin mencari barang berhargaku. 

Sayangnya, aku bukan orang bodoh yang meninggalkan barang berharga di rumah. Semua aset perusahaan, beserta emas berlianku, kusimpan di bank untuk berjaga-jaga. Apalagi semenjak wanita kedua suamiku itu tinggal di rumah, aku sudah lebih dulu menyelamatkan barang berhargaku. 

Adel tak sendirian, aku terkejut saat melihat perempuan paruh baya yang berada disampingnya. Dia Mama, ya, mamaku! 

Apa sekarang lagi musim manusia bermuka dua? Tapi apa salahku dengan mama? Bukankah Adelia memiliki dendam dengan Mama? 

Aku teringat dengan foto yang dikirim Bang Heru, disana tertulis bahwa aku anak haram dan anak j*l*ng itu berarti aku dan abang-abangku terlahir bukan dari rahim yang sama. 

Jadi, siapa Mamaku? Jeritan Adelia sudah tak terdengar lagi, hanya terdengar isakan lirih. Aku masih penasaran kelanjutan ucapannya tadi, sebenarnya apa salah Mamaku? Setahuku orangtuaku tak pernah ada masalah dengan orang lain, sebenarnya siapa Adelia ini? 


Aku masuk kedalam rumah dengan penuh tanda tanya, ah sepertinya aku harus mencari tahu semua ini. Adelia, Bang Hilman, dan Mama, semua harus kumintai penjelasan.

Kurebahkn tubuhku di sofa, fikiranku berkecamuk, begitu banyak fakta yang terkuak. Kehamilan palsu Adel, dan balas dendam. Entah apa salahku sehingga dia tega masuk kedalam mahligai rumahtanggaku. 

Tapi, jika kehamilan Adel palsu untuk apa Bang Hilman menyerahkan surat keterangan hamil Adel dari rumah sakit? Apa Bang Hilman juga ikut andil dalam retaknya rumah tanggaku? Tapi, kenapa?

Argh. 

Sepertinya aku harus menyelidiki semua ini satu persatu. 

Kudengar suara langkah kaki di dapur, aku beranjak dari sofa ingin melihat siapa yang ada di dapur. Kuintip dari balik tembok, ternyata Adel sedang mencari makanan dikulkas. Dia hanya sendirian, mungkin Bang Azlan tidur setelah lelah marah-marah. 

"Ekhem," dehemku seraya menghampiri Adel. 

Adelia terperanjat, seraya memutar tubuhnya kearahku. Ditangannya, ada telur dan segenggam cabai. Aku tersenyum sinis. 

"Lapar ya?" Ledekku. 

Adel mendengkus wajahnya terlihat kesal. "Jangan sombong kamu! Setelah ini, kamu akan bertekuk lutut dihadapanku!" Ketusnya. 

Aku menaikkan alis sebelah, lalu terkekeh pelan. Kulipat tangan didepan dada seraya menyandarkan punggungku di dinding. Kuhembuskan nafas kasar, Adel masih bergeming menatapku tajam. Sepertinya dia mulai berani padaku. 

Jika aku to the point menanyakan maksud ucapannya tadi, aku yakin dia tak akan mau mengaku. 

"Sudah puas merusak rumah tanggaku?" Tanyaku. 

Adel masih menatapku tajam, tangannya mengepal kuat sampai telur digenggamannya pecah. 

"Aku akan menghancurkanmu lebih dari ini!" Gumamnya tapi masih dapat kudengar. 

Aku menyeringai. "Percayalah, Del, orang baik akan selalu dilindungi. Dan, niat jahatmu untuk menghancurkanku akan kembali kedirimu sendiri," ucapku santai. 

Adel menggeram, matanya merah dan berkaca-kaca. 

"Apa? Mau marah?" Ejekku. 

Aku menegakkan tubuhku, berjalan perlahan menghampiri Adel. Entah kemana keberanian Adel tadi, tiba-tiba wajahnya berubah ketakutan. Dia salah mencari lawan, selangkah dia ingin melukaiku, maka aku dua langkah lebih maju untuk melindungi diri. 

"Aku tak tahu, ada dendam apa kamu denganku sampai kau nekat berpura-pura hamil dan berusaha masuk kedalam rumah tanggaku," ucapku santai. Adel terlihat sangat terkejut. Mungkin dia tak menyangka jika aku mengetahui kebohongannya.

"Kaget ya?" Tanyaku.

Kini jarakku dengannya hanya tersisa satu jengkal, aku menatap manik matanya yang berwarna coklat. Cantik tapi sayang, dia tak menarik. 

"Jangan membuang waktumu untuk balas dendam, karna itu hanya akan menyakitimu," ucapku lagi. 

Kubalik badan meninggalkan Adel yang mematung. Saat aku keluar dari dapur, kulihat Bang Azlan yang duduk termenung di ruang keluarga. Wajahnya kusut, matanya terlihat sembab. Tapi aku tak peduli, biarlah dia merenungi kesalahannya karena telah berkhianat, sekalipun dia bertaubat tetap saja hati ini terlanjur sakit untuk kembali padanya. 

Kulanjutkan langkahku kembali ke kamar, begitu banyak rencana diotakku untuk membongkar semua kebusukan Adel dan orang-orang di dekatku. Entah kenapa aku merasa, ada orang terdekatku yang juga berniat menghancurkan hidupku. 

______

Pagi ini aku berangkat kekantor lebih awal, karna aku ada janji dengan sahabat kecilku yang memiliki kerjaan sampingan sebagai detektif. Mungkin dia bisa membantuku untuk memecahkan misteri tentang Adelia. Apalagi tadi pagi aku mendapati Adel sedang menghubungi seseorang, tingkahnya membuatku curiga. Dia menelfon seseorang dengan sembunyi-sembunyi, bahkan dia berbicara dengan nada rendah sehingga aku tak bisa menguping pembicaraannya. 

"Nia, tolong jangan biarkan siapapun masuk keruangan saya," ucapku pada sekretarisku seraya melangkah keluar. 

Bang Azlan sudah sampai kantor rupanya, dia sibuk membersihkan pantry dan menyiapkan cemilan untuk karyawan. Syukurlah kalau dia sudah terbiasa dengan kerjaannya, ini hukuman untuk lelaki yang tak pandai bersyukur. 

Aku memilih menunggu Anita di warung makan nasi kuning yang jaraknya lumayan dekat dengan kantor. 

Saat asyik memainkan gawaiku, aku terkejut melihat foto dan video yang dikirimkan Bang Heru. 

Fotoku yang dipenuhi dengan coretan, anak haram, pembawa sial, anak j*l*ng, dan masih banyak lagi kata-kata kotor disana. Dan yang membuatku terkejut, ada video Mama dan Bang Hilman yang diam-diam memasukkan sesuatu kedalam minuman Papa. 

'Sebenarnya ada apa, ini?' batinku. 

Belum sempat kubalas pesan Bang Heru, dia sudah menelponku duluan. Segera kugeser icon hijau mengangkat panggilannya. 

"Halo, Nay, kamu dimana?" Suara Bang Heru terdengar serak, seperti orang habis menangis. 

"Lagi cari sarapan," jawabku. 

Aku tak mau langsung menanyakan maksud foto dan video yang dikirim Bang Heru tadi, biarlah dia menjelaskan sendiri. 

"Nay, jaga diri, selamatkan semua aset perusahaanmu, semua itu milikmu! Jangan sampai jatuh ketangan yang salah, Abang gak bisa jaga kamu untuk saat ini, jadi kamu jaga diri sendiri, jangan mudah percaya dengan orang sekitar sekalipun itu sahabatmu, cepat atau lambat kamu pasti akan tahu penyebab retaknya rumah tanggamu," ucap Bang Heru panjang lebar, terdengar isakan kecil setelahnya. 

"Maksudnya, gimana sih? Aku gak ngerti," sahutku. 

Hanya terdengar hembusan nafas setelah itu panggilan dimatikan secara sepihak, perasaanku menjadi tak tenang. Sebenarnya siapa Adelia? Selain retaknya rumah tanggaku, sepertinya ada masalah baru setelah ini. 

Aku duduk di pojokan warung, sambil menunggu Anita yang tak kunjung datang. Aku jadi teringat ucapan Bang Heru untuk tak percaya dengan siapapun sekalipun itu sahabatku, kenapa Bang Heru seolah tahu aku akan meminta tolong pada Anita? 

"Neng, pesan apa?" Lamunanku buyar mendengar suara bibi penjual nasi kuning. 

"Nasi kuning pakai ayam satu, ya, bi, jangan pakai sambal. Minumnya, teh tawar hangat," ucapku. 

Aku mengusap wajah dengan pelan, begitu banyak masalah menghampiriku secara bertubi-tubi, hadirnya wanita kedua dihati suamiku, dan kini mungkin nyawaku yang terancam. Entah siapa dalang dibalik masalah yang tercipta ini.

Pesananku sudah datang, tapi batang hidung Anita tak kunjung terlihat, biarlah mungkin dia sedikit sibuk apalagi dia seorang single parent dengan dua orang anak. Pasti rutinitasnya begitu sibuk setiap pagi. 

Aku makan dengan lahap, aku tak boleh tumbang, tak akan kubiarkan musuh tertawa diatas deritaku. Aku harus kuat menghadapi semua masalah ini, aku yakin badai pasti berlalu dan semua kebusukan orang disekitarku pasti akan terbongkar. 

Gawaiku kembali bergetar, kulirik sekilas ternyata pesan dari Bang Azlan. Biarlah, mungkin dia mencariku karena tak melihatku ada di ruangan. 

Aku kembali teringat dengan video Mama dan Bang Hilman yang mencampurkan sesuatu ke minuman Papa, sebenarnya apa yang sedang mereka rencanakan? Fotoku yang penuh dengan tulisan hujatan itu, aku yakin itu tulisan Bang Hilman, karena hanya dia saudaraku yang tulisannya rapi. Dan, aku ingat fotoku itu hanya ada di ponsel Bang Hilman, karena saat itu kami liburan ke pantai berdua dan aku meminjam ponselnya untuk selfie. 

Apa Bang Hilman dan Adel bekerja sama untuk menghancurkanku? 

Apa aku ini bukan anak Mama? Tapi sedari kecil, Mama sangat sayang padaku, bahkan aku selalu dimanja apapun yang kumau selalu dituruti. 

Hah, memikirkan masalah hidup ternyata tak ada habisnya. 

Dengan cepat aku menyelesaikan makanku, setelah itu membayarnya, Anita juga tak kunjung datang lebih baik aku kembali ke kantor. 

Sesampainya di kantor, aku merasa risih ketika para karyawan menatapku dengan sinis dari atas sampai bawah, bahkan ada yang terang-terangan melecehkanku. 

"Berapa nih per-jamnya?" Celetuk lelaki bertubuh tambun yang menatapku penuh nafsu. Kurang ajar, tak ada sopan santunnya dengan bos sendiri! 

"Hei, kenapa kalian melihat saya dengan seperti itu!" Bentakku. 

Aku melanjutkan langkahku, mataku membelalak saat melihat foto-foto tak senonoh terpajang di loby. 

Jelas itu foto editan, karena aku tahu siapa pemeran aslinya. Aku ingat persis pakaian Adel dan selingkuhannya, tapi siapa yang menyebarkan foto ini? Dan, satu lagi foto ini diambil dengan jarak yang cukup dekat, apa Adel sendiri yang merekam pergulatan mereka lalu mengeditnya menjadi wajahku? 

Kulirik Bang Azlan yang sedang mengepel, dia tak berani menatapku. 

"Siapa yang memajang foto ini?" Tanyaku seraya melipat tangan di depan dada. 

Mereka semua saling bertatapan dan mengendikkan bahu..

"Tadi ada orang yang memakai pakaian serba hitam kesini, Bu, dia menempelkan foto ini dan menaruh kardus keruangan Ibu," ucap Mira bagian recepsionis.

Kuhela nafasku kasar, masalah apa lagi ini? Ujian hidup seperti tak ada habisnya menghampiriku. 

"Tolong bakar semua foto ini, dan untuk yang menghina saya tadi silahkan bersihkan barang-barang kalian, dan pergi dari sini!" Tegasku seraya melanjutkan langkahku kembali keruangan.

Didepan ruanganku ada kardus yang penuh dengan bercak darah, bau busuk begitu menyengat menusuk indera penciumanku. Kulihat Nia baru keluar kamar mandi, wajahnya pucat dan baju kemejanya sedikit basah. 

"Maaf bu, tadi saya kekamar mandi," ucapnya. 

Aku mengangguk. "Tolong kamu panggil OB atau OG untuk membuang kardus ini, baunya menyengat sekali," ucapku seraya masuk kedalam ruanganku. 

Kuhempaskan bokongku kekursi, lalu berkutat dengan komputer untuk mengecek CCTV. Siapa sebenarnya yang menyebarkan fitnah seperti ini? 

Aku mengernyit seraya mengucek mataku, apa aku tak salah lihat? Ini sweater Bang Hilman satu-satunya yang kubelikan lewat jastip saat sahabatku berlibur ke Paris. Sweater limited edition, hanya ada satu-satunya, kupesan khusus untuk dia. 

Jadi, Bang Hilman bekerja sama dengan Adelia? 

Apa salahku? 

Begitu banyak pertanyaan diotakku, tubuhku terasa bergetar melihat rekaman CCTV. Abang yang sangat kupercaya dan kusayang, tega melakukan hal buruk seperti ini. Aku yakin, lelaki yang ada dalam rekaman ini Bang Hilman, aku sangat hafal dengan postur tubuhnya bahkan cara berjalannya. 

Kuhempaskan punggungku, kepalaku berdenyut nyeri. Tak menyangka jika saudaraku sendiri, yang merusak rumah tanggaku. Bahkan dengan teganya dia menyebarkan fitnah tentangku. 

Berarti saat dia membelaku kemarin, hanya tipu muslihatnya saja. Benar-benar manusia munafik!

______

Saat jam makan siang, aku memilih menyiapkan bukti-bukti kuat untuk melaporkan Bang Hilman. Anita yang kutunggu sejak pagi, juga tak ada terlihat batang hidungnya. W******p ku juga mendadak diblokirnya.

Benar kata Bang Heru, sekarang aku harus lebih berhati-hati dan bermain cantik untuk membongkar kebusukan mereka. Aku tak akan tinggal diam jika ada yang berusaha mengusik ketenanganku. 

Aku mengecek CCTV di rumah, ternyata Adelia sedang sibuk mengbongkar lemariku setiap laci dia buka dan semua barangnya dia keluarkan. Bahkan sampai kekolong ranjang pun tak luput dari jangkauannya, setiap ruangan dia geledah mungkin mencari barang berhargaku. 

Sayangnya, aku bukan orang bodoh yang meninggalkan barang berharga di rumah. Semua aset perusahaan, beserta emas berlianku, kusimpan di bank untuk berjaga-jaga. Apalagi semenjak wanita kedua suamiku itu tinggal di rumah, aku sudah lebih dulu menyelamatkan barang berhargaku. 

Adel tak sendirian, aku terkejut saat melihat perempuan paruh baya yang berada disampingnya. Dia Mama, ya, mamaku! 

Apa sekarang lagi musim manusia bermuka dua? Tapi apa salahku dengan mama? Bukankah Adelia memiliki dendam dengan Mama? 

Aku teringat dengan foto yang dikirim Bang Heru, disana tertulis bahwa aku anak haram dan anak j*l*ng itu berarti aku dan abang-abangku terlahir bukan dari rahim yang sama. 

Jadi, siapa Mamaku? 

Comments (4)
goodnovel comment avatar
datik widayanti
knpa di ulang ulang ya.
goodnovel comment avatar
Vilvyra D'Giftqueen
hahh koinnya banyak kali lah ini
goodnovel comment avatar
Izem Hungkul
maksudnya apa gera ceritanya itu lgi itu lgi,, jd lieur dan bingung bacana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status