Share

BAB 6

Kutatap sekiling rumah terlihat sangat berantakan, televisi menyala tapi tak ada yang menonton. Kepalaku terasa berdenyut melihat dapur sudah seperti kapal pecah, sepertinya Adelia ingin bermain-main denganku. 

Kudengar suara tawa dari arah paviliun, dengan perlahan aku menuju kesana. Mataku membelalak melihat Adelia memakai pakaian kurang bahan bersama lelaki lain, mereka begitu mesra layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Bahkan lelaki itu dengan mudahnya menyentuh area sensitif Adel,  benar-benar perempuan murahan!

Kukeluarkan ponselku, dengan penuh hati-hati kufoto mereka setelah itu kukirim kewhatsapp Bang Azlan. Aku kembali masuk kedalam rumah, pintu dapur kukunci. Aku tak sabar menyaksikan Bang Azlan dan istri mudanya bertengkar.  

Sepertinya Adel dan selingkuhannya masih tak sadar kalau pintu dapur sudah kukunci. Baguslah, ini akan jadi kejutan untuk Bang Azlan. Pengkhianat yang dikhianati, sungguh malang nasibmu, suamiku. 

Sambil menunggu Bang Azlan pulang, aku bergegas mandi membersihkan diri, lalu memakai pakaian terbaikku. Selama ada Adel disini, aku akan membuat hatinya terbakar rasa iri dan dengki melihatku lebih baik diatasnya.

Usai mandi dan memakai baju, kudengar ada suara keributan di paviliun. Senyumku mengembang sempurna, bergegas aku keluar menyaksikan pertengkaran adik maduku yang kedapatan selingkuh dengan berondong. 

Aku terkejut melihat wajah selingkuhan Adel penuh luka lebam, sudut bibirnya pecah, matanya biru, hidungnya mimisan. Begitu cemburunya Bang Azlan, sampai memukuli anak orang secara membabi buta. 

"Pergi kau dari sini!" Bentak Bang Azlan membuat selingkuhan Adel beringsut ketakutan. Sedangkan Adel meringkuk dibawah pohon mangga memakai selimut, apa tadi mereka sedang berhubungan intim? 

Kuperhatikan pakaian lelaki itu masih lengkap, sampai akhirnya aku mengalihkan pandangan saat tak sengaja melihat kearah bawah, bagian resleting celananya terbuka. Pantas saja Bang Azlan murka, ternyata istri mudanya berani berzina dibelakangnya. 

"B*ngs*t, kau, Adel! Aku menikahimu sampai punya hutang ratusan juta, begini balasanmu?!" Cerca Bang Azlan. 

Adel semakin beringsut ketakutan. Aku masih diam, menonton drama yang mereka buat. 

"Sejak kapan kau ada hubungan dengan, Adel?!" Tanya Bang Azlan pada selingkuhan Adel. 

"Sudah setahun, Bang," jawab lelaki itu lirih. 

Aku terperangah, ternyata selain gila harta, Adel juga haus belaian lelaki, tak cukup jika hanya satu lelaki dalam hidupnya. Apa dia menganut poliandri?  

Aku bergidik jijik, keputusanku semakin bulat meninggalkan Bang Azlan. Aku takut Adel menularkan penyakit seksual pada Bang Azlan, apalagi selingkuhannya Adel banyak. 

"Enak bang, dikhianati?" Celetukku seraya melipat tangan didada. 

Bang Azlan menatapku, wajahnya berubah sendu. Matanya terlihat berkaca-kaca.

"Selesaikan urusan kalian, setelah itu suruh istri mudamu itu beresin rumah!" Ucapku lagi seraya meninggalkan mereka yang terdiam. 

Aku duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselku, senyumku mengembang membaca pesan dari pengacaraku, dua minggu lagi sidang perceraianku akan digelar. Lusa aku akan mengusir Bang Azlan dari sini, sudah malas rasanya melihat wajah mereka. 

Aku menunggu pesanan makananku, sambil bersenandung lirih. Tak lama selingkuhan Adel keluar dari rumahku tanpa pamit dan tanpa salam, melewatiku begitu saja seperti tak ada orang saja disini. Dasar tak punya sopan  santun! 

Tak lama Bang Azlan menyusulku di ruang tamu, wajahnya kusut seperti pakaian yang tak pernah disetrika. 

"Nay, tolong berikan abang kesempatan," ucapnya memohon. 

Aku mendengkus. "Maaf Bang, gak bisa!" Jawabku bertepatan dengan datangnya kurir yang mengantar makananku. 

Setelah membayarnya aku langsung membawanya kemeja makan. Satu box pizza dan ayam geprek saus keju begitu menggugah selera, kulirik Adel yang sibuk mengepel lantai. Dia terlihat curi-curi pandang kearah sini. 

Bergegas aku cuci tangan dan kembali ke meja makan, Adelia meneguk liurnya saat melihatku makan dengan lahap, tak kupudelikan wajahnya yang terlihat sangat mupeng dengan makananku. 

"Kalau mau beli sendiri ya, jangan suka culametan sama punya orang! Cukup suamiku yang kamu ambil!" Cerocosku. 

Adel menunduk seraya melanjutkan kerjaannya, selesai mengepel dia mencuci piring. Kulihat lehernya penuh dengan bercak merah, sepertinya itu ulah selingkuhannya tadi. Menjijikan sekali perempuan ini, tubuhnya bebas dijamah siapa saja. Apa Bang Hilman juga pernah melakukannya dengan Adel? 

Selesai makan, pizzaku masih ada dua potong. Aku berniat membuat Adel terbakar api cemburu.

"Bang Azlan!" Teriakku.

Tak lama calon mantan suamiku itu muncul dengan wajah sendu, matanya terlihat sembab sepertinya dia habis menangis.

"Ini, pizzaku gak habis. Abang makanlah, mubazir kalau dibuang," ucapku lembut.

Mual sebenarnya bersikap manis dihadapan pengkhianat seperti Bang Azlan, tapi saat ini aku sedang menjalankan misiku mempermainkan hati mereka. Ekspresi Bang Azlan terlihat gembira, dengan cepat dia duduk dihadapanku, mengambil sepotong pizza dan memakannya dengan lahap. Sepertinya dia lapar sekali, kulirik Adelia yang kini menatap kami. Wajahnya terlihat merah padam menahan emosi.

"Bang!" Rengeknya.

Bang Azlan meliriknya sinis. "Usah kau merengek padaku! Dasar wanita j*l*ng!" Cercanya. 

Adelia menelan ludahnya mendengar ucapan Bang Azlan yang begitu kasar, matanya berkaca-kaca. Dan detik berikutnya dia menangis terisak di sudut dapur sambil memegangi perutnya. 

Selesai menghabiskan makanannya, Bang Azlan menatapku sendu. "Dik, tolong beri abang kesempatan sekali lagi!" Ucapnya penuh harap. 

Aku tersenyum tipis. "Tunggu jawabanku lusa ya, Bang, biar jadi kejutan untuk abang," jawabku seraya tersenyum manis.

Sebelum berpisah dengannya aku akan memperlakukannya dengan manis, membuat perpisahan ini lebih berkesan dan meninggalkan luka yang cukup dalam dihati Bang Azlan.

"Tolong abang urus itu gundik abang, jangan sampai berzina di rumahku!" Ucapku lagi seraya meninggalkan Bang Azlan yang masih terdiam.

Aku merebahkan tubuhku dikasur, kubuka aplikasi yang sudah tersambung pada CCTV yang ada di paviliun. Mataku membelalak saat melihat Adel dan selingkuhannya tadi, ternyata mereka sudah berbuat mesum, pantas saja Bang Azlan begitu murka. Dan yang membuatku jijik, mereka berani melakukannya di luar rumah, dibawah pohon mangga. Adel terlihat pasrah dan menikmati ketika lelaki itu menyentuh tubuhnya seolah hal itu sudah biasa, apa dia tak malu pada Tuhan yang Maha Melihat? 

Aku bergidik jijik melihatnya, langsung kututup ponselku tak tahan lagi melihat rekaman menjijikan itu. Aku memutuskan keluar kamar, terdengar jeritan dari arah paviliun dan suara bentakan Bang Azlan. Bergegas aku kesana, Bang Azlan sepertinya sedang menghukum Adel di dalam. 

"Ampun Bang!" Teriak Adel.

"Kenapa kau bohongi aku? Kau bilang, sekarang sedang mengandung, ternyata apa? Kau berdusta! Jahannam untukmu, Adel!" 

Plak! bug! 

"Awww, ampuun, Bang!" Jeritan Adel terdengar pilu. 

Jadi Adel pura-pura hamil, berarti surat keterangan hamil yang diberikan Bang Hilman itu palsu? Sepertinya aku harus menemui Bang Hilman, untuk menuntut penjelasan. Rasa penasaranku begitu memuncak sekarang, sebenarnya apa maksud Adel berusaha masuk kedalam bahtera rumah tanggaku? 

Entah kenapa aku yakin, dia memiliki maksud terselubung. Semua uang dan harta, sudah berada di tanganku, tapi kenapa dia masih bertahan dengan Bang Azlan? Bukankah seharusnya dia pergi saat Bang Azlan sudah tak memiliki apapun.

"Kenapa kau lakukan semua ini?!" Teriak Bang Azlan. 

Tangisan Adel semakin pilu. "Dulu kau menggodaku, begitu gencar mendekatiku, katamu hanya untuk sekedar pacaran, lalu kenapa kau berusaha masuk kedalam rumah tanggaku, dengan mengaku hamil? Hah!" Cerca Bang Azlan.

Aku masih menguping pertengkaran mereka.

Jadi, sebenarnya Bang Azlan hanya ingin bermain-main? Tapi tetap saja, dia salah karena telah mempermainkan perasaanku selama ini. 

"Karna aku membenci istrimu!" Teriak Adel.

Deg! Apa maksudnya ini? Sebelumnya aku tak pernah bertemu Adel, pertama kali bertemu saat dia menikah dengan Bang Azlan, jadi apa kesalahanku yang membuatnya begitu membenciku?

"Karna Ibunya, orangtuaku berpisah!" 

Jantungku berdebar mendengar ucapan Adel. Kenapa Mama disangkut pautkan? Siapa sebenarnya Adel ini?

_____Kutatap sekiling rumah terlihat sangat berantakan, televisi menyala tapi tak ada yang menonton. Kepalaku terasa berdenyut melihat dapur sudah seperti kapal pecah, sepertinya Adelia ingin bermain-main denganku. 


Kudengar suara tawa dari arah paviliun, dengan perlahan aku menuju kesana. Mataku membelalak melihat Adelia memakai pakaian kurang bahan bersama lelaki lain, mereka begitu mesra layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Bahkan lelaki itu dengan mudahnya menyentuh area sensitif Adel,  benar-benar perempuan murahan!

Kukeluarkan ponselku, dengan penuh hati-hati kufoto mereka setelah itu kukirim kewhatsapp Bang Azlan. Aku kembali masuk kedalam rumah, pintu dapur kukunci. Aku tak sabar menyaksikan Bang Azlan dan istri mudanya bertengkar.  

Sepertinya Adel dan selingkuhannya masih tak sadar kalau pintu dapur sudah kukunci. Baguslah, ini akan jadi kejutan untuk Bang Azlan. Pengkhianat yang dikhianati, sungguh malang nasibmu, suamiku. 

Sambil menunggu Bang Azlan pulang, aku bergegas mandi membersihkan diri, lalu memakai pakaian terbaikku. Selama ada Adel disini, aku akan membuat hatinya terbakar rasa iri dan dengki melihatku lebih baik diatasnya.

Usai mandi dan memakai baju, kudengar ada suara keributan di paviliun. Senyumku mengembang sempurna, bergegas aku keluar menyaksikan pertengkaran adik maduku yang kedapatan selingkuh dengan berondong. 

Aku terkejut melihat wajah selingkuhan Adel penuh luka lebam, sudut bibirnya pecah, matanya biru, hidungnya mimisan. Begitu cemburunya Bang Azlan, sampai memukuli anak orang secara membabi buta. 

"Pergi kau dari sini!" Bentak Bang Azlan membuat selingkuhan Adel beringsut ketakutan. Sedangkan Adel meringkuk dibawah pohon mangga memakai selimut, apa tadi mereka sedang berhubungan intim? 

Kuperhatikan pakaian lelaki itu masih lengkap, sampai akhirnya aku mengalihkan pandangan saat tak sengaja melihat kearah bawah, bagian resleting celananya terbuka. Pantas saja Bang Azlan murka, ternyata istri mudanya berani berzina dibelakangnya. 

"B*ngs*t, kau, Adel! Aku menikahimu sampai punya hutang ratusan juta, begini balasanmu?!" Cerca Bang Azlan. 

Adel semakin beringsut ketakutan. Aku masih diam, menonton drama yang mereka buat. 

"Sejak kapan kau ada hubungan dengan, Adel?!" Tanya Bang Azlan pada selingkuhan Adel. 

"Sudah setahun, Bang," jawab lelaki itu lirih. 

Aku terperangah, ternyata selain gila harta, Adel juga haus belaian lelaki, tak cukup jika hanya satu lelaki dalam hidupnya. Apa dia menganut poliandri?  

Aku bergidik jijik, keputusanku semakin bulat meninggalkan Bang Azlan. Aku takut Adel menularkan penyakit seksual pada Bang Azlan, apalagi selingkuhannya Adel banyak. 

"Enak bang, dikhianati?" Celetukku seraya melipat tangan didada. 

Bang Azlan menatapku, wajahnya berubah sendu. Matanya terlihat berkaca-kaca.

"Selesaikan urusan kalian, setelah itu suruh istri mudamu itu beresin rumah!" Ucapku lagi seraya meninggalkan mereka yang terdiam. 

Aku duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselku, senyumku mengembang membaca pesan dari pengacaraku, dua minggu lagi sidang perceraianku akan digelar. Lusa aku akan mengusir Bang Azlan dari sini, sudah malas rasanya melihat wajah mereka. 

Aku menunggu pesanan makananku, sambil bersenandung lirih. Tak lama selingkuhan Adel keluar dari rumahku tanpa pamit dan tanpa salam, melewatiku begitu saja seperti tak ada orang saja disini. Dasar tak punya sopan  santun! 

Tak lama Bang Azlan menyusulku di ruang tamu, wajahnya kusut seperti pakaian yang tak pernah disetrika. 

"Nay, tolong berikan abang kesempatan," ucapnya memohon. 

Aku mendengkus. "Maaf Bang, gak bisa!" Jawabku bertepatan dengan datangnya kurir yang mengantar makananku. 

Setelah membayarnya aku langsung membawanya kemeja makan. Satu box pizza dan ayam geprek saus keju begitu menggugah selera, kulirik Adel yang sibuk mengepel lantai. Dia terlihat curi-curi pandang kearah sini. 

Bergegas aku cuci tangan dan kembali ke meja makan, Adelia meneguk liurnya saat melihatku makan dengan lahap, tak kupudelikan wajahnya yang terlihat sangat mupeng dengan makananku. 

"Kalau mau beli sendiri ya, jangan suka culametan sama punya orang! Cukup suamiku yang kamu ambil!" Cerocosku. 

Adel menunduk seraya melanjutkan kerjaannya, selesai mengepel dia mencuci piring. Kulihat lehernya penuh dengan bercak merah, sepertinya itu ulah selingkuhannya tadi. Menjijikan sekali perempuan ini, tubuhnya bebas dijamah siapa saja. Apa Bang Hilman juga pernah melakukannya dengan Adel? 

Selesai makan, pizzaku masih ada dua potong. Aku berniat membuat Adel terbakar api cemburu.

"Bang Azlan!" Teriakku.

Tak lama calon mantan suamiku itu muncul dengan wajah sendu, matanya terlihat sembab sepertinya dia habis menangis.

"Ini, pizzaku gak habis. Abang makanlah, mubazir kalau dibuang," ucapku lembut.

Mual sebenarnya bersikap manis dihadapan pengkhianat seperti Bang Azlan, tapi saat ini aku sedang menjalankan misiku mempermainkan hati mereka. Ekspresi Bang Azlan terlihat gembira, dengan cepat dia duduk dihadapanku, mengambil sepotong pizza dan memakannya dengan lahap. Sepertinya dia lapar sekali, kulirik Adelia yang kini menatap kami. Wajahnya terlihat merah padam menahan emosi.

"Bang!" Rengeknya.

Bang Azlan meliriknya sinis. "Usah kau merengek padaku! Dasar wanita j*l*ng!" Cercanya. 

Adelia menelan ludahnya mendengar ucapan Bang Azlan yang begitu kasar, matanya berkaca-kaca. Dan detik berikutnya dia menangis terisak di sudut dapur sambil memegangi perutnya. 

Selesai menghabiskan makanannya, Bang Azlan menatapku sendu. "Dik, tolong beri abang kesempatan sekali lagi!" Ucapnya penuh harap. 

Aku tersenyum tipis. "Tunggu jawabanku lusa ya, Bang, biar jadi kejutan untuk abang," jawabku seraya tersenyum manis.

Sebelum berpisah dengannya aku akan memperlakukannya dengan manis, membuat perpisahan ini lebih berkesan dan meninggalkan luka yang cukup dalam dihati Bang Azlan.

"Tolong abang urus itu gundik abang, jangan sampai berzina di rumahku!" Ucapku lagi seraya meninggalkan Bang Azlan yang masih terdiam.

Aku merebahkan tubuhku dikasur, kubuka aplikasi yang sudah tersambung pada CCTV yang ada di paviliun. Mataku membelalak saat melihat Adel dan selingkuhannya tadi, ternyata mereka sudah berbuat mesum, pantas saja Bang Azlan begitu murka. Dan yang membuatku jijik, mereka berani melakukannya di luar rumah, dibawah pohon mangga. Adel terlihat pasrah dan menikmati ketika lelaki itu menyentuh tubuhnya seolah hal itu sudah biasa, apa dia tak malu pada Tuhan yang Maha Melihat? 

Aku bergidik jijik melihatnya, langsung kututup ponselku tak tahan lagi melihat rekaman menjijikan itu. Aku memutuskan keluar kamar, terdengar jeritan dari arah paviliun dan suara bentakan Bang Azlan. Bergegas aku kesana, Bang Azlan sepertinya sedang menghukum Adel di dalam. 

"Ampun Bang!" Teriak Adel.

"Kenapa kau bohongi aku? Kau bilang, sekarang sedang mengandung, ternyata apa? Kau berdusta! Jahannam untukmu, Adel!" 

Plak! bug! 

"Awww, ampuun, Bang!" Jeritan Adel terdengar pilu. 

Jadi Adel pura-pura hamil, berarti surat keterangan hamil yang diberikan Bang Hilman itu palsu? Sepertinya aku harus menemui Bang Hilman, untuk menuntut penjelasan. Rasa penasaranku begitu memuncak sekarang, sebenarnya apa maksud Adel berusaha masuk kedalam bahtera rumah tanggaku? 

Entah kenapa aku yakin, dia memiliki maksud terselubung. Semua uang dan harta, sudah berada di tanganku, tapi kenapa dia masih bertahan dengan Bang Azlan? Bukankah seharusnya dia pergi saat Bang Azlan sudah tak memiliki apapun.

"Kenapa kau lakukan semua ini?!" Teriak Bang Azlan. 

Tangisan Adel semakin pilu. "Dulu kau menggodaku, begitu gencar mendekatiku, katamu hanya untuk sekedar pacaran, lalu kenapa kau berusaha masuk kedalam rumah tanggaku, dengan mengaku hamil? Hah!" Cerca Bang Azlan.

Aku masih menguping pertengkaran mereka.

Jadi, sebenarnya Bang Azlan hanya ingin bermain-main? Tapi tetap saja, dia salah karena telah mempermainkan perasaanku selama ini. 

"Karna aku membenci istrimu!" Teriak Adel.

Deg! Apa maksudnya ini? Sebelumnya aku tak pernah bertemu Adel, pertama kali bertemu saat dia menikah dengan Bang Azlan, jadi apa kesalahanku yang membuatnya begitu membenciku?

"Karna Ibunya, orangtuaku berpisah!" 

Jantungku berdebar mendengar ucapan Adel. Kenapa Mama disangkut pautkan? Siapa sebenarnya Adel ini?

_____

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status