Share

Toloong ... !!!

“Pak, stop ... stop dulu,” kataku pada supir grab yang kami tumpangi.

Mendadak mobil kami berhenti.

“Ada apa, Mbak?” tanyanya bingung.

“Mundur, Pak. Mundur dikit mobilnya,” perintahku padanya.

Tanpa banyak tanya ia menuruti. Mobil bergerak mundur perlahan. Lalu, aku menyuruhnya menghentikan mobil, ketika sampai di dekat tempat di mana aku melihat wanita yang mirip Desi tadi.

“Kenapa, sih, Lena?” Tanya Vika penasaran.

Tanpa menjawab, aku mengeluarkan ponsel, lalu memfoto wanita itu yang tengah bersama dengan seorang pria, tetapi pria itu bukan suamiku.

Vika melongokkan kepalanya untuk melihat apa yang sedang ku foto. Spontan aku menariknya, dan menutup jendela mobil, agar kami tak terlihat oleh Desi.

“Itu sepertinya Desi, baju yang dia pakai sama dengan yang dikenakannya tadi pagi saat berangkat dari rumah,” terangku padanya.

Vika hanya manggut-manggut, sambil memperhatikan foto yang ku jepret barusan. Sementara aku masih terus mengawasi gerak-gerik Desi dan lelaki itu di balik jendela mobil. Lelaki itu ku taksir seumuran Desi, yang tampil stylish dengan memakai hoodie dan celana ripped jeans yang model robek, celana yang sedang nge-trend di kalangan anak muda saat ini. Lelaki itu lumayan tampan, dengan gaya rambut gondrong yang dikuncir.

Lelaki itu berkali-kali meraih tangan Desi, dan sebanyak itu juga Desi menepisnya, terlihat beberapa kali ia mengepalkan tangan di keningnya sambil menarik nafas kesal.

“Jalan, Pak,” ujarku pada supir, setelah hampir 15 menit kami memata-matai mereka.Mobil pun melaju perlahan menuju kost-an Vika. 

“Aku turun, ya, ntar kabar-kabari apa aksi detektif Alvik selanjutnya,” ucapnya sambil menggerakan tangannya di kepala memberi salam hormat.

“Detektif Alvik? Siapa itu?” tanyaku bingung plus penasaran.

“Detektif Alena-Vika,” jelasnya sambil tertawa. Aku pun tersenyum lucu melihat kekonyolan sahabatku ini.

“Oke. See you, bye-bye.” Aku melambaikan tangan padanya.

“See you too,” ucapnya padaku sambil turun dan menuju kost-nya.

“Lanjut, Pak,” kataku pada supir.

*** 

Setibanya aku di rumah, ku lihat mobil Mas Rafael sudah terparkir di halaman rumah, itu artinya dia sudah pulang. Sekarang baru jam 5, tumben dia cepat pulang pikirku.

Saat aku membuka pintu, ku dapati dia tengah berjalan mondar-mandi di ruang tamu sambil memegang gawainya.

Aku yang masih kesal padanya membuatku malas menyapanya. Ku langkahkan kakiku menuju kamar, ingin berbaring sejenak, setelah seharian capek dalam perjalanan.

“Alena!!” bentaknya padaku sambil menarik tanganku.

Ku hentikan langkahku dan menatapnya dengan memutar bola mata malas padanya.

“Kamu dari mana saja, hah?” bentaknya marah padaku. 

Tak pernah ku dapati ia semarah ini padaku semenjak mengenalnya. Aku hanya menarik dan membuang napas kasar tanpa menjawab pertanyaannya.

“Mas cemas mikirin kamu, tidak ada kabar juga sama sekali,” ucapnya mulai melembut.

Hatiku tiba-tiba memanas, kedua netraku mulai berembun. Aku tak bisa menahan kepedihan dan kekesalan hatiku yang selama ini ku pendam karena merasa dipermainkan olehnya. 

 “Kamu membohongiku, Mas. Kamu membohongiku!!!” pekikku padanya dengan suara bergetar.

“Membohongimu apa?” tanyanya bingung padaku.

“Jelaskan ada hubungan apa kamu dengan Desi, Massss!!!” jeritku disertai buliran air yang terus mengalir di kedua sudut netraku.

Dia hanya diam mematung, ku lihat wajahnya memerah menahan amarah.

“Aku sudah tahu semuanya, Mas. Aku sudah tahu!!! Desi bukan adik iparmu, kalian punya hubungan khusus!!!” tandasku.

“Maksudmu apa Alena, kamu tenangkan dulu dirimu,” ucapnya sambil memegang bahuku.

Ku tepis tangannya dari bahuku. “Sekarang ceraikan aku, Mas!!” pintaku padanya dengan menahan sakit di luka hati yang terasa perih.

“Tidak, Lena. Tidak akan pernah!! Aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu, Alena!!” lirihnya padaku.

“Dasar pembohong!! Jelas-jelas aku sudah mendengar percakapanmu dengan Desi saat di kamar dan di dapur itu. Namun, aku berpura-pura bodoh saja, menunggu sampai kamu menjelaskannya sendiri padaku!” beberku padanya.

“I‐itu hanya sebuah kesalahan, percayalah padaku. Aku tidak mencintainya!!” sesalnya.

“Kesalahan apa? Hah? Pokoknya kita harus bercerai!!” ucapku berlalu, meskipun hatiku sebenarnya tak menginginkan hal itu. 

Tiba-tiba dia menarik tanganku dan mendorongku ke dinding. Ia mendekatkan wajahnya ke arahku. Ku coba melepaskan diri dari kungkungan tangannya, tetapi tenaganya jauh lebih kuat dariku. 

“Toloong ... !!!” jeritku berusaha melepaskan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status