Share

Ciuman pertama

“ Toloongg ... “ jeritku meronta sambil memalingkan wajah darinya.

Dia semakin mendekatkan bibirnya ke arahku, dan mendaratkan sebuah ciuman di bibirku. Semakin aku mencoba bergerak untuk melepaskan diri dengan menggoyang-goyangkan kepalaku, dia malah semakin memepetku dan melumat bibirku. Antara terbuai oleh perasaan menikmati dan juga seketika merasa jijik membayangkan bahwa hal yang sama pasti pernah dia lakukan dengan Desi.

Dengan sekuat tenaga aku mendorongnya dan menjerit, “Lepaassskannn!!!” Refleks ia melepasku.

Sementara aku mengusap kasar bibirku yang ku rasa najis karena telah ternoda oleh lelaki yang telah menghianatiku ini.

Sesaat ia mematung menatapku, seperti yang sedang pulih kesadaran. “Maaf, Alena,” ujarnya menarik napas berat.

 “Aku terbawa perasaan. Tolong jangan pernah ucapkan lagi kalimat perceraian padaku, jika kamu tak ingin aku berbuat macam-macam padamu,” tekannya padaku.

Seketika dadaku terasa sesak, bercampur rasa antara perih, sakit, kecewa, bingung dan sesal. Aku merasa telah menjadi manusia bodoh, dan lemah. Tak ada airmata yang keluar, hanya rasa sakit yang kian mendera.

Tak lama berselang, “kreeekk ...” Suara pintu berderit, saat kami tengah bertatap-tatapan dalam diam dengan buaian perasaan masing-masing.

Desi masuk bersama Jay, dengan menenteng 2 paper bag di tangan kirinya.

“Hei, kalian sedang ngapain?” tanyanya memecah keheningan dan ketegangan suasana yang barusan terjadi, dengan tatapan penuh curiga pada kami.

“Bibir kamu kenapa merah, Mas?” tanyanya mendekat sambil mengusap bibir suamiku itu. Lalu, ia memperhatikan warna merah yang lengket di jari jempolnya setelah mengusap bibir suamiku barusan. Dia bergantian menatap kami.

 “Heh, ini bekas lipstikmu kah wanita jalang?” hinanya padaku.

“Kamu menggoda Mas Rafael, karena ia tak tertarik padamu?! Iya, gitu?!” cecarnya penuh amarah.

Aku tak menjawab, hanya tersenyum sinis padanya sambil menaikkan sudut bibir kananku.

Melihatku tak menggubris ucapannya, membuat bara api di hatinya semakin menyala. Ia menjatuhkan paperbag di tangannya dan mendekat ke arahku.

“Dasar wanita jalang!!” teriaknya padaku dengan berang sembari mengangkat tangan hendak menamparku.

Namun, sebelum tangannya benar-benar mendarat di wajahku, spontan aku menahan tangannya. Meremas kuat tangannya dan mengentakkanya lepas.

“Jaga bicaramu!!” tegasku sambil mengacungkan jari telunjuk di hadapannya.

Aku berlalu meninggalkan mereka menuju kamar. Saat hendak membuka pintu kamar, ku rasakan seseorang menarik bahuku dan menjambak rambutku.

"Aww ... " ringisku, ku lihat ujung rambutku masih dalam genggaman Desi.

"Wanita sialan! Apa yang membuat Mas Rafael menyukaimu, hah?! Dasar pelakor!" tuduhnya padaku.

Rasanya darah ini mendidih mendengar kata pelakor dari mulutnya. Jelas-jelas akulah istri sah dari lelaki di hadapanku ini. Drama macam apa ini? Ingin rasanya aku pergi dari rumah ini, dan kembali ke rumah papaku, tetapi itu tak mungkin. Aku yang telah memutuskan untuk menentukan pasangan hidupku, maka aku harus bisa menyelesaikan masalah ini tanpa melibatkan kedua orang tuaku.

Ku lepas rambutku dari genggamannya, dengan gerakan memutar tangannya. Ku genggam balik dengan kuat lengannya. "Apa kamu punya bukti bahwa Mas Rafael adalah suamimu? Jika tidak, maka tuduhanmu padaku sebagai pelakor adalah fitnah, dan aku bisa saja melaporkanmu kepada polisi!!" ancamku padanya sambil menunjuk wajahnya.

"Sudah ... sudah," ujar Mas Rafael melerai.

"Urusan kita masih belum selesai," tekanku geram pada mereka, sembari berlalu meninggalkan mereka.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tiwi Nurhayati
knpa siih harus pake koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status