Share

Mengorek info tentang hubungan Desi dan Mas Rafael

Satu jam dalam perjalanan, akhirnya kami tiba juga. Setelah bertanya sana-sini, akhirnya kami sampai juga di alamat yang tertulis di kertas yang ku dapati dalam lemari kamar Bik Ijah.

Setelah mengetok pintu dan mengucapkan salam beberapa kali, akhirnya pintu dibuka oleh seorang wanita paruh baya. Wanita ini terlihat anggun meski dengan berpakaian sederhana. Meski kepalanya telah dipenuhi sebagian uban, tetapi dengan gaya rambutnya yang ia gulung kebelakang itu membuat wanita ini tampak anggun dan berwibawa.

“Ya, Neng. Neng-neng ini siapa, ya, dan hendak apa?” tanyanya menyelidik pada kami. “Ayo, silakan masuk dulu, silakan duduk,” ajaknya pada kami dan mempersilakan kami duduk.

Setelah duduk, aku mulai berbasa-basi dan memperkenalkan diri. Ku lihat rasa kaget di wajahnya ketika aku memberitahu bahwa aku istrinya Mas Rafael, majikannya dulu di kota. Ia manggut-manggut, sebelum akhirnya menanyakan maksud kedatangan kami padanya.

“Bik ... jadi gini, Bik, aku itu baru seminggu yang lalu menikah dengan Mas Rafael. Namun, aku curiga ada hubungan apa dia dan Desi. Aku sering melihat mereka bersama, bahkan terkadang mereka aku pergoki bertengkar karena aku,” jelasku padanya.

“Maaf, Neng. Saya ndak tau apa-apa, Neng tentang itu,” elaknya padaku.

Aku mengeluarkan fotokopi kartu keluarganya Mas Rafael, dan juga memperlihatkan foto mereka bertiga yang sempat ku foto pake HP-ku kemarin itu. Tergambar jelas kebingungan di wajahnya, entah bingung karena harus jawab jujur, atau harus berpura-pura tidak tahu padaku.

“Saya ndak bisa jawab soal itu,” jawabnya sambil menunduk.

Tak kuasa aku tak bisa membendung air mataku, entah kenapa aku harus sebegitu rapuhnya di sini, di depan mantan pembantu suamiku ini. Hatiku terasa sesak, jika aku tak bisa mendapat sebuah kejelasan dari Bik Ijah, lalu kepada siapa lagi aku bertanya, dua petunjuk sudah aku dapati.

Namun, aku bingung ke mana lagi aku harus menanyai tentang hubungan mereka di masa lalu, karena tak mungkin bagiku, jika harus menanyainya langsung kepada suamiku dan Desi. Setidaknya aku ke sini untuk mendapat sedikit bocoran jawaban atas penasaranku selama ini. Vika hanya bisa memelukku, mencoba memahami kesedihanku, meski tidak sepenuhnya mengerti kegundahan jiwaku.

“Bik ... tolonglah, Bik. Ini demi keselamatan rumah tanggaku,” mohonku padanya, “aku tak mungkin bisa bertahan di atas cinta yang terbagi,” lirihku padanya.

Bik Ijah menarik napas dalam sebelum mengembuskannya. “Hmm ... baiklah, tolong rahasiakan ini, jangan beritahu mereka bahwa Bik Ijah yang memberitahumu, karena jika ketahuan Desi, bisa menjadi ancaman bagi Bibik.”

Ku raih tangan Bik Ijah, dan ku genggam. “Baiklah,Bik. Aku dan Vika janji,” ujarku sambil mengacungkan salam 2 jari padanya, eh.

Senyum kelegaan terukir di wajahku, tidak sia-sia waktu dan perjalananku kemari. Setidaknya masih ada setitik harapan yang bisa menjadi terang bagiku untuk menuntaskan kerisauan hatiku pada hubungan suamiku dan wanita itu.

Bik Ijah mulai bercerita padaku, bahwasanya suamiku adalah anak angkat dari orang tua Desi. Dulu, ibunya Rafael adalah pembantu di rumahnya Desi. Kedua orang tua Desi sebelum ia lahir sangat menginginkan kehadiran seorang anak, karena itu mereka meminta untuk mengadopsi Rafael dari ibunya, untuk di jadikan anak. Tak berselang lama setelah mengadopsi Rafael yang kala itu masih berumur 3 tahun, mamanya Desi, Bu Hanna hamil dan melahirkan anak perempuan, itulah Desi.

Aku sedikit paham akan cerita Bik Ijah, yang menambah penasaranku, kenapa Bik Ijah sampai sedetail itu tahu tentang keluarganya Desi. Apakah ia sudah lama menjadi ART di rumahnya Desi?

“Jadi, Bik, apa Bibik tahu keberadaan ibunya Mas Rafael?” tanyaku.

“Ng-nggak, Neng. Bibik gak tahu,” jawabnya padaku gugup. Firasatku berkata sepertinya ia menyembunyikan rahasia lain padaku.

“Kalau papa mamanya Desi?” cecar Vika.

“Papa mamanya Desi meninggal karena kecelakaan 2 tahun lalu. Sejak saat itu, Rafael dan Desi, hidup bertiga dengan saya,” jelasnya pada kami.

“Bik ... Selama tinggal dengan mereka, apakah Desi dan Mas Rafael punya hubungan khusus?” cecarku padanya.

“Kalau itu, Bibi juga kurang tahu, Neng."

“Jay itu siapa, Bik?” selidikku.

“Anaknya Non Desi, tapi Bibik ndak tahu ayahnya siapa,” ujarnya padaku.

“Apa Desi sudah menikah?” tanyaku lagi.

“Belum, Neng, dia sudah duluan ngisi sebelumnya,” bebernya padaku.

Hmm ... jadi Desi bukanlah adik iparnya Mas Rafael, dan Desi masih belum menikah. Oke. Setidaknya aku sudah sedikit memiliki info tentang mereka. Aku harus segera membongkar kebohongan mereka ini.

Ku edarkan pandangku ke sekeliling ruang tamu rumah Bik Ijah, rumah yang berdinding papan kayu, bercat warna krem dengan pintu dan jendela coklat. Tak ada banyak perabotan di dalamnya, hanya 5 buah kursi dari anyaman rotan dan sebuah meja kayu yang sudah mulai tua, tetapi tetap bikin betah, karna rumahnya terlihat rapi dan bersih. Namun, tiba-tiba pandanganku tertuju ke bingkai foto lama di dinding rumahnya, di situ ada foto mudq Bik Ijah bersama seorang bayi yang ku perkirakan berumur 6 bulanan.

Tiba-tiba keheningan kami dibuyarkan oleh suara Bik Ijah yang datang dari arah dapur dengan sebuah nampan berisi air dan ubi goreng. “Silahkan diminum, Neng,” tawarnya menyuguhi minuman pada kami.

“Makasih, Bik,” jawabku dan Vika serempak.

Setelah bercerita sebentar, akhirnya aku dan Vika pamit untuk pulang.

Dalam perjalanan pulang, aku baru mengeluarkan HP-ku, begitu banyak panggilan tak terjawab dan WA suamiku padaku. Ku biarkan saja, aku tak menelpon balik ataupun membalas WA-nya. Segera ku periksa rekaman suara antara aku dan Bik Ijah tadi. Syukurlah semuanya ter-save dengan baik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status