Share

Bab 2 PAK JAMIL KECEWA

"Ba-bapak… Se-sejak kapan Bapak berada disitu?" tanya wanita malang itu tersentak tatkala sang Bapak kini berada di belakangnya menyaksikan apa yang dilihat serta mendengar semua ucapan demi ucapan.

Seluruh tubuhnya bergetar hebat, Kirana nampak ketakutan jika saja Pak Jamil mengetahui semuanya bahwa anak sulungnya telah hamil tua.

Sebelum menjawab, terlebih Pak Jamil menghela napas berat. Lalu ia melangkahkan kaki mendekati kediaman Kirana yang mematung tak jauh dari kediamannya. Pria paruh baya itu melihat perut Kirana secara saksama, memang tidak ada tanda hamil sama sekali, sebab wanita itu selalu memakai baju yang besar dan juga longgar. Maka dari itu Pak Jamil pun sedikit tak percaya dengan ucapan barusan.

Akan tetapi, ucapan itu keluar bukan dari mulut orang lain melainkan dari bibir Kirana sendiri, yang membuat pikiran Pak Jamil pun terguncang hebat.

"Apa benar yang tadi Bapak dengar itu, kalau kamu hamil?!"

Serentak wajah Kirana tercengang dengan pertanyaan sang Bapak. Ia pun terdiam beralih menundukkan kepala sambil meremas jari jemari.

Sebenarnya Pak Jamil tak sengaja lewat dikarenakan akan berangkat kerja.

"Kirana jawab!... Apa benar kamu hamil!" sentak Pak Jamil dengan penuh amarah.

Rasanya seperti mimpi, anak sulung yang ia banggakan karena kepintarannya dan kebaikkan nya harus dinyatakan hamil sebelum akad perniakahan.

"Ti-tidak Pak, aku hanya bercanda saja barusan," elaknya sembari wajah yang terus saja menunduk. Sepertinya wanita muda itu tak berani jika berhadapan lamgsung dengan sang Bapak.

"Sekarang kita pulang, kita selesaikan ini dirumah!" ungkap pria tua itu, sembari menuntun tangan Kirana dengan kasar membawanya kerumah.

Sesampainya dirumah Pak Jamil nampak emosi yang mulai naik keubun-ubun. Bahkan dia pun berani mendorong tubuh anak sulungnya dengan kasar kearah kasur yang berada di kamar Kirana.

"Cepat katakan Kirana?! Apa benar kamu hamil?!... Jawab!" bentak pria paruh baya sembari mata menatap tajam dan juga jari telunjuk menunjuk kasar pada wajah putri sulungnya itu.

Terlihat raut wajah Pak Jamil sedang emosi yang menggebu mambuat Kirana hanya menangis diiringi rasa takut yang amat hebat. Baru kali ini ia menyaksikan sang Bapak bersikap kasar terhadapnya.

Bu Siti pun dan Anisa terkejut tatkala mendengar, suara bentakan demi bentakan dari arah kamar Kirana.

"I-iya Pak, aku memang hamil," lirih Kirana mengakui semuanya. Tak ada lagi elakan yang harus dihindari, berbohong pun kini percuma, sebab Pak Jamil telah tahu semuanya.

"Hamil!" Serobot Anisa terkejut tatkala mendengar ungkapan sang Kakak.

Anisa adalah adik dari Kirana namun beda ibu. Anisa sangat membenci sang Kakak sebab Pak Jamil selalu membandingkan antara Anisa dan juga Kirana. Maka dari itu Kirana terkejut sekaligus merasa bahagia tatkala menyaksikan Pak Jamil marah pada Kirana.

"Kamu hamil anak siapa Kirana? Kok bisa sih anak kesayangan Pak Jamil ini hamil," sindir Bu Siti sengaja.

Wanita setengah baya itu membekap mulutnya, sebab keceplosan telah menyindir anak tirinya di hadapan sang suami.

Plak!

Satu tamparan yang dilayangkan pak Jamil mendarat pada pipi mulus Kirana.

Tak ada tindakan membela diri, Kirana hanya merintih kesakitan sambil menangis.

"Maafkan Kirana Pak, Maafkan Kirana," ucapnya kini bersimpuh pada kaki sang bapak.

Sedangkan Anisa dan Bu Siti nampak sumringah melihat adegan menyedihkan itu. Mereka nampak berbunga-bunga saat Kirana diamuk oleh Pak Jamil. Inilah yang Bu Siti harapkan.

"Bapak kecewa sama kamu Kirana, Bapak sangat kecewa. Berapa kali harus bapak bilang, jadi perempuan itu harus mahal, jangan cepat percaya dengan rayuan mulut buaya! Kalau pria tadi tidak bertanggung jawab, maka bapak yang akan menghabisinya!" Ancam Pak Jamil pada pria yang sudah menghamili Kirana itu.

Pada akhirnya Pak Jamil lelah jika harus menyiksa sang anak sulungnya, ia pun menyudahi semuanya, melenggang menuju arah luar kamar.

Kini yang tersisa hanya ada Bu Siti dan juga Anisa, sedangkan Kirana masih sibuk dengan air mata yang terus terjun membasahi pipi.

***

Seminggu kemudian Pak Jamil pun datang bersama Kirana untuk menemui Alvin di kediamannya. Terlihat rumah yang lumayan mewah dan megah walaupun tidak terlalu luas, akan tetapi kelihatannya rumah itu kosong tak berpenghuni.

"Kamu yakin, ini rumah pria yang telah menghamilimu itu, Kirana?" tanya Pak Jamil sembari menatap wajah anak sulungnya yang nampak pucat sebab Kirana akhir-akhir ini sedang tidak enak badan karena pikirannya terguncang hebat.

"Iya Pak, ini rumah Alvin," sahutnya dengan warna bibir pucat pasi.

Sepertinya Kirana pun merasakan hal yang janggal dengan pemandangan rumah Alvin tersebut yang nampak kosong dan sepi.

Mata Kirana memperhatikan seluruh halaman yang nampak banyak berserakan dedaunan kering berjatuhan. Sepertinya sudah lama ditinggalkan begitu saja.

"Tok! Tok! Tok!

Ketukan demi ketukan pintu telah lakukan oleh Pak Jamil beberapa kali, akan tetapi tidak ada sahutan sama sekali.

Pak Jamil pun menghampiri rumah tetangganya yang tak jauh dari rumah Alvin yang nampak kosong itu. Dan ternyata disana ada seorang warga yang sedang menanam bawang daun pada polybag hitam.

"Maaf Bu, mengganggu waktunya. Saya hanya ingin menanyakan orang yang tinggal di rumah itu, kemana ya Bu? Mengapa nampak sepi sekali?" tanya Pak Jamil pada salah seorang tetangga.

"Oh itu rumah Pak Alvin, kebetulan keluarganya sudah pindah 5 hari yang lalu Pak, dan katanya sih Pak Alvin akan menikah dikota. Makannya rumah ini mau dijual," tutur wanita bertubuh gempal.

"Apa, menikah!" Pria paruh baya itu nampak terkejut mendengar penuturan dari tetangga tersebut.

"Iya Pak, Bapak ini siapanya Pak Alvin sih? Dan ada perlu apa? Apa mau beli rumah ini?" sahut wanita berambut galing itu penasaran.

"Tidak Bu, kedatangan saya kemari ini sebab ada kepentingan lain. Lalu, apa Ibu tau kemana Pak Alvin pindah?"

"Saya tidak tahu apapun Pak, lagipula saya sama keluarga Pak Alvin tidak terlalu akrab," imbuhnya.

"Oh begitu."

Pak Jamil pun bingung harus kemana lagi mencarinya sedangkan kandungan Kirana sudah menginjak 9 bulan.

"Kalau begitu saya permisi, ya Bu," pamit Pak Jamil berlalu pergi, kini menghampiri kediaman Kirana yang masih menunggu di kursi teras rumah Alvin.

Kirana pun berdiri saat sang Bapak sudah datang kembali.

"Gimana Pak?" Wanita muda itu bertanya, sebab ia sangat penasaran.

"Kirana sepertinya kekasihmu tidak mau mempertanggungjawabkan kehamilan mu," umpat Pak Jamil datar.

"Maksud Bapak apa?" lirih Kirana heran.

"Pria yang telah menghamilimu kini kabur entah kemana. Dan katanya dia akan melangsungkan pernikahannya dengan wanita lain di kota. Dasar lelaki bajingan!" pekik Pak Jamil penuh kekecewaan.

Mendengar penuturan sang Bapak Kirana pun tak kuat menahan air mata. Lagi dan lagi ia harus menangis, meratapi Nasib yang begitu pedih menghampirinya.

"Bapak tidak tau harus mencarinya kemana lagi? Dan kamu sebentar lagi akan melahirkan, Bapak bingung dengan semua ini Kirana."

Keluh kesah Pak Jamil nampak sudah memasrahkan semuanya, siap tidak siap, ia harus siap, serta harus kuat menjalani musibah yang menimpanya saat ini. Sudah pasti masalah anak sulungnya akan menjadi buah bibir para tetangga di kampung yang begitu panas ini.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
yuyunitaa
Jahat bgt si Alvin
goodnovel comment avatar
Its Me
Sabar ya, Pak Jamil. Kerasa banget duka seorang ayah nih, Sad
goodnovel comment avatar
Cindi82
kasihan Kirana sama bapaknya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status