Share

Bab 5 MENCARI TEMPAT TINGGAL

Sedangkan Kirana kini sedang melangkah gontai ditempat yang begitu asing baginya, sama sekali tak ada orang yang dikenali. Mungkin hari ini alangkah lebih baik, karena ia sudah kabur dari rumah dan merasa lega sebab terhindar dari pernikahan paksanya bersama Juragan Anton, pria yang sama sekali tidak dicintainya.

Walaupun kini ia telah hamil tua, akan tetapi untuk dinikahi pria lebih dewasa darinya, dan dijadikan istri ke 4 itu adalah hal yang amat dibenci oleh seorang Kirana.

Bagaimana pun ia tak mau hidup bersama dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya. Kabur, adalah jalan terbaik untuknya walaupun dirinya berbadan dua.

"Harus kemana aku sekarang?" gumamnya sambil berteduh dibawah pohon rindang yang meneduhkan. Panas yang begitu terik membuat wajah wanita muda itu nampak berkeringat.

Sesekali bibirnya meneguk air mineral yang saat ini digenggam tangannya. Lalu wanita cantik itu melihat isi sakunya yang tinggal tersisa hanya 2 lembar uang berwarna merah, sisa dari ongkos yang ia gunakan barusan.

Bagaimana akan cukup uang 2 ratus ribu melanjutkan hidup di kota sendirian. Sebisa mungkin Kirana harus mencari pekerjaan. Akan tetapi terlebih dulu ia harus mencari tempat tinggal.

Setengah jam kemudian seusai wanita malang itu berteduh, ia pun melanjutkan langkahnya untuk mencari tempat tinggal. Terlihat wajah yang begitu lelah dan juga langkah begitu terhuyung-huyung dengan menggendong ransel yang berisi hanya beberapa pakaian.

Ditambah pikiran yang begitu panik sebab sebentar lagi ia akan melahirkan, dan sekarang harus berjuang seorang diri di kota yang penuh kesedihan ini.

Hingga pada sore harinya Kirana nampak sudah kelelahan, sama sekali belum mendapat tempat tinggal. Lalu dirinya berhenti sejenak mengistirahatkan diri di dekat warteg.

Cacing didalam perut sudah mulai berdemo meminta jatah, agar secepatnya diisi.

Kirana pun memesan makanan yang hanya lauk tahu dan tempe saja, semua itu ia lakukan agar irit selama belum mendapatkan pekerjaan.

Wanita muda mengambil sekantong nasi tersebut dari penjaga warteg, lalu ia pun melanjutkan makan di kursi yang tersedia.

Pada saat akan melahap tiba-tiba saja anak gadis mungil berbadan dekil datang memperhatikan bungkusan nasi yang telah dibuka wanita hamil itu, sepertinya gadis kecil berumur 7 tahun itu kelaparan. Terlihat tangannya memegangi perut.

"Tante, saya lapar dari kemarin saya hanya minum air putih," lirihnya lemah.

Anak gadis itu menatap makanan yang Kirana akan lahap, tatapannya begitu kosong, sepertinya memang benar ia belum makan.

Sesendok nasi yang akan dimasukan kedalam mulut Kirana pun terjeda.

"Kamu ambil saja nasi ini dan makan, ya," sahut Kirana menyodorkan nasi tersebut pada gadis kecil yang malang.

'Bagaimana bisa anak kecil cantik itu belum makan, lalu kemana orang tuanya, mengapa begitu lalai dalam mengurus anak," batin Kirana begitu merintih melihatnya sembari mengusap perut, teringat dengan bayi yang saat ini ia kandung tanpa seorang suami.

"Makan ya Dek, dengan lahap," sahut Kirana sembari mengusap kepala gadis tersebut dan berpamitan akan pergi sebab ia harus mencari kontrakan.

Kadang hatinya merasa gelisah, apakah ia akan sanggup mengurus bayi seorang diri.

Rasa laparnya kini hilang saat pikirannya diselimuti kembali oleh masa depannya kini yang kian hancur berantakan.

Menangis pun percuma, di kota yang asing ini takkan ada orang yang akan memperdulikannya.

***

"Bu, apakah boleh saya memongtrak disini?"

Wajah Kirana begitu sumringah tatkala membaca Baliho yang terpampang di depan jalan bahwa rumah mewah itu disewakan.

Ibu bertubuh gempal hanya terdiam seribu bahasa.

"Bu? Saya sedang bicara dengan Ibu," sahut Kirana kembali bertanya ketika ibu yang akan menyewakan rumah itu masih terdiam sembari mata terus menerus memperhatikan penampilan wanita hamil tua itu.

Karena kecapean penampilan Kirana kian berubah menjadi Kumal dan dekil, ditambah perjalanan begitu jauh dari kampung ke kota sehingga membuat rambutnya pun acak-acakan. Membuat ibu setengah baya itu ragu.

"Memang kamu punya uang untuk mengontrak disini?" tanya Ibu-ibu gempal tersebut meragukan.

"Memangnya mau disewakan berapa Bu?" Kirana kian bertanya.

"1 juta untuk perbulan, dan bayarannya harus di awal," jawabnya jutek.

"Apa! 1 juta!" Wanita muda itu kian terkejut dengan harga fantastis yang diusulkan ibu Paruh baya itu.

"Kenapa terkejut? Gak punya duit ya?" tanya wanita gempal itu meremehkan.

"Ibu benar saya tidak akan mampu untuk menyewa rumah ibu yang mewah ini, kalau begitu saya permisi," pamit Kirana kembali melanjutkan perjalanannya untuk mencari tempat tinggal yang lebih murah dan bisa bayar di akhir.

"Saya 'kan sudah bilang, wanita dekil seperti kamu ini tidak akan mampu! Hanya buang-buang waktu saja!" umpat ibu gempal itu sengaja mengeraskan ucapannya ketika Kirana hendak pergi.

Kini Kirana entah harus pergi kemana, kakinya terasa kian sakit dan lemas jika harus menerus berjalan kaki. Sedangkan hari sudah semakin gelap. Ia pun merogoh tas untuk mengambil ponsel miliknya. Terdapat beberapa panggilan dari Anisa sang adik.

Kirana yakin mereka berulang kali menghubungi sebab mereka akan menikahinya dengan Juragan Anton yang kaya itu.

Rasanya batin Kirana ingin menangis menatapi nasib yang begitu memilukan ini. Ia pun terus melangkah dan ternyata ada sesuatu yang membuat pikirannya sumringah.

"Disana ada kontrakan kecil, mungkin aku bisa menyewanya," gumam Kirana kembali tersenyum kecil saat di hadapannya terdapat kontrakan yang akan disewakan.

Gegas gadis yang sedang hamil tua itu menemui ibu kontrakan.

"Maaf Bu mengganggu? Saya mau tanya tarif perbulan mengontrak disini berapa ya?" tanya Kirana ketika melihat ibu yang mempunyai kontrakan 1000 pintu itu sedang menyapu halaman.

"Mau ngontrak apa hanya tanya saja?" jawabnya kembali bertanya.

"Mau ngontrak sih Bu, tapi…"

Belum usai Kirana bicara, wanita setengah baya itu memotong ucapannya.

"Tapi gak punya duit ya? Gak papa kalau masalah duit kamu bisa bayar di akhir kok. Nanti kamu bayar 2 bulan langsung pada saya," tuturnya begitu membuat Kirana tercengang.

"Yang benar Bu?" tanya Kirana lagi tak percaya.

"Saya serius, semua yang ngontrak di saya bayarnya akhir kok. Saya melakukan itu sebab cari pekerjaan itu tidak gampang. Ya Sudah mari kita lihat kontrakan yang akan kamu singgahi," katanya mengajak Kirana untuk melihat-lihat tempat yang akan disewanya itu.

Tak berpikir panjang sebab hari sudah semakin gelap, Kirana bersama ibu kontrakan itu gegas melenggang.

"Bayaran disini cukup murah kok, sebulan hanya bayar 500 ribu saja, dan ini kuncinya, semoga kamu betah ya tinggal disini," ucap Ibu setengah baya itu menyodorkan kunci.

Sepertinya ia nampak baik dan juga ramah walaupun wajahnya sedikit jutek seperti orang yang galak.

"Baik Bu, terima kasih banyak."

Kirana berucap sembari bibirnya sumringah, akhirnya bisa menemukan tempat tinggal, walaupun kontrakan itu sendiri nampak kecil. Seenggaknya ia bisa tinggal dengan nyaman tanpa omelan ibu tirinya yang setiap hari selalu didengar.

"Nama saya Bu Kartini, kamu bisa panggil saya Bu Tini. Saya tipe orang yang gak banyak basa-basi. Betah kamu tinggal disini, jika tidak betah silahkan kamu pergi," sahut Bu Kartini.

" Saya Kirana Bu, malah saya sepertinya akan betah sekali disini Bu, terimakasih banyak karena sudah mau menerima saya."

"Baiklah, kalau begitu saya pamit ya. Jika butuh bantuan kamu tinggal hubungi saya saja. Kebetulan tempat tinggal saya sangat dekat dengan kontrakan ini."

Kirana hanya mengangguk pelan.

Setelah selesai Bu Kartini pun melenggang, akan tetapi langkahnya terhenti dan kembali mundur dihadapan Kirana.

"Ada apa Bu? Kenapa balik lagi?" tanya Kirana heran ketika Bu Kartini berbalik arah lagi.

"Apa kamu sedang hamil? Atau perutmu memang gendut seperti itu?" tanya Bu Kartini tersadar bahwa ada yang berbeda pada penampilan wanita muda yang baru saja menyewa kontrakan.

Wanita setengah baya itu memperhatikan perut yang memang nampak membuncit, walaupun pakai baju longgar dan besar tapi mata Ibu Kartini tidak bisa dibohongi, ia tahu sekali bahwa Kirana sedang hamil.

"I-iya Bu, saya memang sedang hamil. Tapi ibu jangan khawatir, saya hamil sebab suami saya meninggal Bu, bukan karena saya hamil diluar nikah," tutur Kirana kian berbohong.

Mana mungkin ia harus mengakui kalau dirinya hamil diluar nikah, bisa-bisa Bu Kartini malah mengusirnya.

"Oh baiklah, semoga tidak ada dusta diantara kita ya Kirana," sindir Ibu setengah baya itu membuat tangan Kirana kian gemetar serta dingin.

"Mana ada saya berdusta Bu, Bu Tini bisa saja," elak Kirana.

Hanya ibu Kartini yang bisa mengetahui bahwa dirinya sedang hamil tua, padahal keluarga terdekatnya saja tidak mengetahui kalau tidak karena dari ucapan Kirana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status