Share

BAB 3

"Agrhhhhhh!."

Rara terhenyak dan segera membuka mata ketika mendengar teriakan Fina. Ia melihat temannya itu sudah berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah panik.

“Fina?.” tanya Rara bingung.

“Apa yang kalian lakukan?!.” teriak Fina.

Rara kemudian melihat pada tubuhnya sendiri yang terasa aneh. Tubuh Rara menegang saat mendapati bahwa dia sedang tidak memakai apapun dibalik selimut, dia juga merasakan sakit pada area intinya.

Rara melihat Fina yang sedang menatapnya dengan tatapan menyesal. Rara lalu menoleh dan melihat Revan yang tepat ada disebelahnya, dalam ranjang yang sama, dan dalam satu selimut yang sama.

"Ahggggggg!." jerit Rara saat menyadari Revan juga tidak mengenakan pakaian.

***

Rara, Revan, Bastian dan Fina sedang ada di ruang tamu di Villa milik Revan sekarang.

Fina dan Bastian menatap tajam ke arah Revan dan Rara. Suami istri itu seperti orang tua yang sedang memarahi anak-anak mereka.

"Van, kok lu tega sih?." tanya Bastian dengan nada yang tak bersahabat.

"Rara sahabat loe sendiri loh, Van." lanjutnya. Bastian tampak berdiri berkacak pinggang.

Sedangkan Revan hanya terdiam, matanya masih tak berhenti menatap Rara yang masih enggan melihat padanya.

Bastian tahu, Revan memang biasa tidur dengan beberapa teman wanitanya saat dia tinggal di Jakarta, tapi Rara adalah sahabat mereka, bagaimana bisa Revan berpikir untuk merusaknya.

"Ra, kamu gak mau ngomong apa-apa?." tanya Fina kesal pada Rara yang sedari tadi diam sambil meremas jemarinya cemas.

Rara terdengar menghembuskan nafas, dia lalu menatap Fina sebentar, matanya sedikit berembun karena menahan kecewa pada dirinya sendiri.

"Ra, ayo kita menikah!." kata Revan serius sambil mengambil duduk disebelah Rara.

Rara yang tadinya terdiam, terkejut mendengar ucapan Revan. Matanya spontan menatap laki-lakinya yang kini duduk disampingnya.

Bastian menyentuh bahu Fina, mengajak istrinya pergi agar bisa memberikan waktu bagi Rara dan Revan untuk bicara.

Fina menatap Rara sesaat, lalu melepaskan tangan Rara yang tadi digenggamnya. Rara terlihat protes, namun Fina tetap meninggalkannya.

Rara menggeser tubuhnya menjaga jarak dari Revan. Dia bukannya marah atau membenci laki-laki yang sudah mengambil kesuciannya itu, tapi Rara merasa malu ketika mengingat kejadian semalam.

Revan mengambil bahu Rara memaksa wanita itu menghadap ke arahnya, tapi Rara masih enggan memandang Revan, dia justru menatap ke arah lain. Revan kemudian mengambil tangan Rara dan menggenggamnya, membuat Rara akhirnya membalas tatapan mata Revan.

"Ra, maafkan aku." kata Revan lirih tapi dia tak menyesal sepenuhnya. Dia memang berharap sesuatu terjadi antara Rara dan dirinya.

Revan menatap wajah Rara yang masih terdiam. Ada guratan kesedihan disana meski wanita itu tak menangis.

"Ra, ijinkan aku menikahimu, kamu mau kan?." tanya Revan penuh harap. Rara tak bergeming, satu kata pun belum keluar dari mulutnya, dia bahkan tak membalas remasan tangan Revan.

"Ra..." panggil Revan lagi.

"Aku tidak mau kamu menikahi aku karena terpaksa, Van" akhirnya Rara bersuara, suaranya terdengar bergetar. Revan tahu Rara sedang berusaha tenang padahal hatinya porak poranda.

"Ra, aku gak terpaksa. Aku memang ingin menikahi kamu, Ra." bantah Revan sambil terus meremas jemari Rara.

Rara tak bergeming, dia hanya merasa, pertunangannya dengan Nathan yang dilandasi cinta saja bisa kandas, apalagi pernikahan yang ditawarkan Revan. Mereka memang bersahabat, tapi tidak ada cinta diantara mereka.

"Ra, kenapa kita gak bisa seperti Bastian dan Fina, mereka bisa menikah, kita juga bisa, Ra!." kata Revan, yang kemudian menyesali ucapannya, karena situasi mereka tidak dapat disamakan.

Rara menatap Revan dengan heran.

"Bastian dan Fina saling mencintai karena itu mereka menikah, Van" kata Rara, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Sedangkan kita tidak!” Rara menangis.

"Pertunanganku yang dilandasi oleh cinta saja bisa hancur berantakan, bagaimana dengan pernikahan yang terjadi karena hal seperti ini." kata Rara sedih.

Rara adalah wanita yang mengagungkan dan mensakralkan pernikahan, karena itu dia tidak ingin menyetujui rencana Revan yang terdengar tergesa-gesa. Meskipun Rara sebenarnya juga bingung, karena sebagai seorang wanita, kini dirinya tak lagi utuh dan sempurna.

Revan tampak berpikir, laki-laki itu berusaha mencari cara agar bisa meyakinkan Rara. Jika dia mengatakan mencintai Rara, pasti wanita itu tidak akan percaya. Dan yang lebih buruk, Rara akan mencurigainya telah sengaja merencanakan kejadian malam kemarin. Meskipun itu ada benarnya juga.

"Kita bisa belajar saling mencintai saat kita sudah menikah, Ra."

"Banyak yang seperti itu kan, Ra." kata Revan lembut sambil menatap manik mata Rara.

Rara mengalihkan matanya, dia tidak mau lagi hanyut dalam pesona mata laki-laki itu. Entah mengapa Rara merasa ada sihir dimata Revan.

"Bagaimana kalo kita tidak bisa saling mencintai meski kita sudah menikah?." tanya Rara yang masih mengalihkan pandangan matanya.

Revan terdiam, pertanyaan Rara barusan membuat kepala Revan terasa pusing.

"Ra, aku tidak bisa menjanjikan hal-hal yang aku belum tahu."

"Tapi yang aku tahu, sekali aku memutuskan untuk menikah, maka itu akan menjadi pernikahan untuk selamanya." kata Revan sambil mengambil dagu Rara agar wanita itu menatap matanya.

"Ra, kita sudah terlanjur melakukannya. Dan akan lebih baik jika kita juga mempertanggung jawabkannya kan." Revan tak menyerah membujuk Rara untuk mau menikah dengannya.

"Ra..." panggil Revan lembut. "Mau ya?" bujuk Revan lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status