"Agrhhhhhh!."
Rara terhenyak dan segera membuka mata ketika mendengar teriakan Fina. Ia melihat temannya itu sudah berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah panik.“Fina?.” tanya Rara bingung.“Apa yang kalian lakukan?!.” teriak Fina.Rara kemudian melihat pada tubuhnya sendiri yang terasa aneh. Tubuh Rara menegang saat mendapati bahwa dia sedang tidak memakai apapun dibalik selimut, dia juga merasakan sakit pada area intinya.Rara melihat Fina yang sedang menatapnya dengan tatapan menyesal. Rara lalu menoleh dan melihat Revan yang tepat ada disebelahnya, dalam ranjang yang sama, dan dalam satu selimut yang sama."Ahggggggg!." jerit Rara saat menyadari Revan juga tidak mengenakan pakaian. ***Rara, Revan, Bastian dan Fina sedang ada di ruang tamu di Villa milik Revan sekarang.Fina dan Bastian menatap tajam ke arah Revan dan Rara. Suami istri itu seperti orang tua yang sedang memarahi anak-anak mereka."Van, kok lu tega sih?." tanya Bastian dengan nada yang tak bersahabat."Rara sahabat loe sendiri loh, Van." lanjutnya. Bastian tampak berdiri berkacak pinggang.Sedangkan Revan hanya terdiam, matanya masih tak berhenti menatap Rara yang masih enggan melihat padanya.Bastian tahu, Revan memang biasa tidur dengan beberapa teman wanitanya saat dia tinggal di Jakarta, tapi Rara adalah sahabat mereka, bagaimana bisa Revan berpikir untuk merusaknya."Ra, kamu gak mau ngomong apa-apa?." tanya Fina kesal pada Rara yang sedari tadi diam sambil meremas jemarinya cemas.Rara terdengar menghembuskan nafas, dia lalu menatap Fina sebentar, matanya sedikit berembun karena menahan kecewa pada dirinya sendiri."Ra, ayo kita menikah!." kata Revan serius sambil mengambil duduk disebelah Rara.Rara yang tadinya terdiam, terkejut mendengar ucapan Revan. Matanya spontan menatap laki-lakinya yang kini duduk disampingnya.Bastian menyentuh bahu Fina, mengajak istrinya pergi agar bisa memberikan waktu bagi Rara dan Revan untuk bicara.Fina menatap Rara sesaat, lalu melepaskan tangan Rara yang tadi digenggamnya. Rara terlihat protes, namun Fina tetap meninggalkannya.Rara menggeser tubuhnya menjaga jarak dari Revan. Dia bukannya marah atau membenci laki-laki yang sudah mengambil kesuciannya itu, tapi Rara merasa malu ketika mengingat kejadian semalam.Revan mengambil bahu Rara memaksa wanita itu menghadap ke arahnya, tapi Rara masih enggan memandang Revan, dia justru menatap ke arah lain. Revan kemudian mengambil tangan Rara dan menggenggamnya, membuat Rara akhirnya membalas tatapan mata Revan."Ra, maafkan aku." kata Revan lirih tapi dia tak menyesal sepenuhnya. Dia memang berharap sesuatu terjadi antara Rara dan dirinya.Revan menatap wajah Rara yang masih terdiam. Ada guratan kesedihan disana meski wanita itu tak menangis."Ra, ijinkan aku menikahimu, kamu mau kan?." tanya Revan penuh harap. Rara tak bergeming, satu kata pun belum keluar dari mulutnya, dia bahkan tak membalas remasan tangan Revan."Ra..." panggil Revan lagi."Aku tidak mau kamu menikahi aku karena terpaksa, Van" akhirnya Rara bersuara, suaranya terdengar bergetar. Revan tahu Rara sedang berusaha tenang padahal hatinya porak poranda."Ra, aku gak terpaksa. Aku memang ingin menikahi kamu, Ra." bantah Revan sambil terus meremas jemari Rara.Rara tak bergeming, dia hanya merasa, pertunangannya dengan Nathan yang dilandasi cinta saja bisa kandas, apalagi pernikahan yang ditawarkan Revan. Mereka memang bersahabat, tapi tidak ada cinta diantara mereka."Ra, kenapa kita gak bisa seperti Bastian dan Fina, mereka bisa menikah, kita juga bisa, Ra!." kata Revan, yang kemudian menyesali ucapannya, karena situasi mereka tidak dapat disamakan.Rara menatap Revan dengan heran."Bastian dan Fina saling mencintai karena itu mereka menikah, Van" kata Rara, matanya terlihat berkaca-kaca."Sedangkan kita tidak!” Rara menangis."Pertunanganku yang dilandasi oleh cinta saja bisa hancur berantakan, bagaimana dengan pernikahan yang terjadi karena hal seperti ini." kata Rara sedih.Rara adalah wanita yang mengagungkan dan mensakralkan pernikahan, karena itu dia tidak ingin menyetujui rencana Revan yang terdengar tergesa-gesa. Meskipun Rara sebenarnya juga bingung, karena sebagai seorang wanita, kini dirinya tak lagi utuh dan sempurna.Revan tampak berpikir, laki-laki itu berusaha mencari cara agar bisa meyakinkan Rara. Jika dia mengatakan mencintai Rara, pasti wanita itu tidak akan percaya. Dan yang lebih buruk, Rara akan mencurigainya telah sengaja merencanakan kejadian malam kemarin. Meskipun itu ada benarnya juga."Kita bisa belajar saling mencintai saat kita sudah menikah, Ra.""Banyak yang seperti itu kan, Ra." kata Revan lembut sambil menatap manik mata Rara.Rara mengalihkan matanya, dia tidak mau lagi hanyut dalam pesona mata laki-laki itu. Entah mengapa Rara merasa ada sihir dimata Revan."Bagaimana kalo kita tidak bisa saling mencintai meski kita sudah menikah?." tanya Rara yang masih mengalihkan pandangan matanya.Revan terdiam, pertanyaan Rara barusan membuat kepala Revan terasa pusing."Ra, aku tidak bisa menjanjikan hal-hal yang aku belum tahu.""Tapi yang aku tahu, sekali aku memutuskan untuk menikah, maka itu akan menjadi pernikahan untuk selamanya." kata Revan sambil mengambil dagu Rara agar wanita itu menatap matanya."Ra, kita sudah terlanjur melakukannya. Dan akan lebih baik jika kita juga mempertanggung jawabkannya kan." Revan tak menyerah membujuk Rara untuk mau menikah dengannya."Ra..." panggil Revan lembut. "Mau ya?" bujuk Revan lagi.Rasanya seperti mimpi, Rara menyetujui lamaran pernikahan mendadak dari Revan hanya karena kejadian satu malam itu. Saat ini, Rara melihat pantulan dirinya sendiri didalam cermin. Rara masih merasa tak percaya jika hari ini dia akan menikah."Ra, kamu siap?." tanya mamanya, dilihatnya putri semata wayangnya itu dengan mata yang berkaca-kaca. Rara mengangguk, lalu berbalik menghadap ke arah mamanya."Ma, maafin Rara ya." kata Rara dengan suara bergetar. Rara meminta maaf karena selama ini sudah membuat mamanya sedih. Dia merasa sudah membuat malu papa mamanya ketika pertunangannya dengan Nathan kandas begitu saja."Sayang, kamu gak perlu minta maaf. Papa mama ga pernah merasa bahwa itu adalah kesalahan kamu." kata mama Rara sambil memegang tangan putrinya. Dia sangat paham dengan apa yang Rara katakan."Mulai hari ini lepaskan semua tentang masa lalu kamu ya, tidak perlu mengingatnya lagi." kata mama Rara lembut."Sekarang sudah waktunya kamu menatap masa depan. Masa depanmu dengan
"Van, kamu sudah pulang?." tanya Rara yang terbangun karena merasa ingin buang air kecil.Dilihatnya laki-laki itu sedang duduk ditepian sofa, tepat disampingnya."Iyah, aku baru aja datang. Kamu udah makan?." tanya Revan lembut sambil merapikan anak rambut Rara yang jatuh dipipinya. Rara tersipu, wanita itu masih belum terbiasa dengan sikap suaminya yang manis. "Aku tadi makan kue yang kita beli. Kamu udah makan?." ganti Rara bertanya. Revan menggeleng."Aku juga belum." jawab Revan."Gimana kalo kita makan diluar aja, ada tempat asik didekat sini buat pacaran." ajak Revan."Hmmm...boleh juga." kata Rara setuju. Rara kemudian berganti pakaian sementara Revan menyegarkan dirinya dengan mandi.Revan membawa Rara ke sebuah cafe yang sedang kekinian di kota Bandung. Cafe itu terletak ditempat yang strategis membuatnya mudah dijangkau.Cafe itu buka dari siang hingga tengah malam, dan semakin ramai dengan pengunjung dimalam hari.Saat Revan dan Rara datang, sudah banyak antrian disana, n
"Ya, ampun, Revan. Aku sempat ragu loh tadi, kupikir aku salah lihat." kata wanita itu sambil memeluk dan mencium pipi Revan yang sedang duduk.Mata Rara membola melihat pemandangan didepannya, sedangkan Revan tampak terkejut dengan kedatangan wanita itu."Kamu nginep di hotel mana, Van. Nanti aku...""Sayang, ini temanku, namanya Mela..." kata Revan memotong ucapan Mela.Mela terdiam, dia segera menoleh ke belakang, mengikuti arah mata Revan. Mela melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita meski tanpa make up yang tebal, Mela memperhatikan Rara sesaat lalu kembali memandang Revan."Ups, maaf, aku gak tau kalau kamu lagi sama seseorang." kata Mela dengan ciri khas wanita penggoda, membuat Rara ingin mencakar wajahnya.Hati Rara masih panas karena melihat pipi Revan dicium oleh bibir wanita itu."Dia pacar baru kamu, Van?." tanya Mela santai, dia hendak duduk dikursi dekat Revan."Dia istriku." kata Revan tegas membuat Mela hampir terjungkal."Kami baru saja menikah beberapa hari
"Ra, kita gak usah nunda punya anak ya." kata Revan sambil mengusap lembut perut rata Rara.Rara membuka matanya, kantuknya seketika hilang. Dia sedikit terkejut mendengar ucapan Revan."Kamu udah siap, Van?." tanya Rara serius. Dia tak menyangka Revan akan membahasnya diawal pernikahan mereka.Rara pikir karena mereka adalah pengantin baru, Revan ingin menikmati dulu kebersamaan mereka hingga beberapa bulan kedepan, baru akan berpikir punya anak.Karena setau Rara, Bastian dan Fina seperti itu, mereka sengaja menunda memiliki anak karena masih ingin berduaan."Siap lahir batin, sayang." kata Revan.Rara membalik tubuhnya sehingga dia dan Revan saling berhadapan. Rara menatap lekat manik mata suaminya itu."Beneran kamu siap?." tanya Rara memastikan.Revan mengangguk."Biasanya kan laki-laki masih pingin begituan lebih lama, Van. Apalagi kita pengantin baru." kata Rara masih belum percaya.Revan tertawa mendengar ucapan Rara, istrinya itu sungguh pintar membuatnya merasa gemas.Revan
Revan sedang berbicara dengan seorang wanita di proyeknya, Rara yang duduk tak jauh dari tempat mereka berdiri memperhatikan dengan seksama.Rara sedikit kesal melihat klien wanita disamping Revan itu terus melihat dan memperhatikan suaminya.Rara tahu tatapan wanita itu bukan tatapan yang biasa, tapi tatapan suka dan memuja. Padahal Revan tadi sudah memperkenalkan Rara sebagai istrinya pada wanita itu, tapi ternyata tak membuat wanita itu menjaga matanya."Dasar wanita genit." Rara mengomel sendiri, dia menyesap jus jeruk yang ada didepannya.Revan memang laki-laki yang tampan, bahkan ketampanannya diatas rata-rata. Tubuhnya yang tinggi dan atletis dengan berat badan yang ideal membuatnya semakin rupawan.Revan sesekali terlihat menoleh ke arah Rara, saat mata mereka bertemu, senyum mereka saling mengembang. Rara menyukai interaksi kecilnya dengan Revan.Dulu ketika bersama dengan Nathan, entah mengapa Rara tidak pernah mendapati hal-hal kecil yang manis seperti ini."Baiklah kalau b
"Van, aku mau bicara!" kata sosok itu ketika sudah lebih dekat dengan mereka.Rara menggigit bibirnya dalam, dia menatap Revan dan sosok wanita itu bergantian. Rara lalu melepaskan tangannya dari tangan Revan, membuat Revan menoleh."Aku tunggu disana, Van." kata Rara lalu segera masuk ke restoran tanpa menunggu jawaban suaminya.Revan sedikit keberatan, dia hendak mengejar Rara namun wanita didepannya menghandang. Matanya melotot."Kamu mau apa sih, ganggu banget jadi cewek!" kata Revan kesal."Kamu berhutang penjelasan sama aku, Van!" kata wanita itu.Revan menarik nafasnya panjang. Kesal."Dengar ya, Dinda. Dari awal kamu ngejar aku, aku sudah bilang gak akan menjanjikan hubungan apa-apa sama kamu.""Kita cuma one night stand, gak lebih!.""Aku juga gak pernah maksa kamu. Jadi aku gak berhutang apa-apa sama kamu!." kata Revan dengan suara rendah tapi penuh penekanan. Wajahnya marah dan serius."Tapi aku mencintai kamu, Van." kata Dinda sedih, air matanya berlinang.Revan melihat ora
"Van, ayo kita ngobrol!." kata Rara ketika melihat Revan yang baru saja keluar dari kamar mandi.Revan tertegun, ternyata Rara masih mengingat janjinya siang tadi."Baiklah, aku ganti baju dulu ya." kata Revan sambil membuka lemari dan mengambil piyama tidurnya.Rara duduk ditepian ranjang menunggu suaminya berganti pakaian. Rara sudah mulai terbiasa melihat tubuh polos suaminya.Revan terdiam sesaat sebelum menghampiri Rara. Sebenarnya ada perasaan takut terselip dihatinya, Revan takut Rara tidak bisa menerima masa lalunya dan membuat pernikahan mereka yang baru seumur jagung menjadi berantakan."Ra, aku sudah cerita kan kalo aku jatuh cinta padamu sejak dulu." kata Revan setelah duduk disebelah istrinya.Rara mengangguk, dibiarkannya Revan menggenggam jemari tangannya."Dan, saat aku tahu kalau kamu bertunangan, aku patah hati." Revan terdiam sejenak sebelum melanjutkan ceritanya."Aku mulai suka mabuk-mabukan.""Aku sering menghabiskan waktu di club. Aku jadi suka kehidupan malam."
"Rara..." Revan terkejut saat melihat istrinya sudah bangun dan sedang duduk ditepian ranjang."Sudah bangun?." Revan berusaha tenang dan tersenyum padahal hatinya cemas, apakah Rara tadi mendengarnya sedang menerima telpon didalam kamar mandi.Rara membalas senyum Revan dan memandangnya, terlihat sekali jika laki-laki sedang memperhatikan mimik wajahnya. Mungkin dia sedang mencari kecurigaan dimata Rara."Hmm...Aku baru saja bangun." jawab Rara pendek."Kamu tadi kemana?." tanyanya, berharap suaminya itu jujur."Aku kekamar mandi, buang air kecil." jawab Revan sambil membelai rambut Rara yang hitam berkilau."Ohhhh..." ada sedikit rasa kecewa di hati Rara, dan Revan melihatnya dari cara Rara menatapnya."Hmmm...tadi sekretarisku telpon, tiket pesawat dan hotel untuk bulan madu kita sudah siap. Siang besok kita bisa berangkat." kata Revan yang akhirnya memilih bercerita dia juga mengangkat telpon."Sekretaris kamu?." tanya Rara. Revan mengangguk.Rara ingin bertanya siapa namanya, nam