Share

BAB 2

"Hei, lepaskan tanganmu!" kata Revan marah dan menghempaskan tangan Nathan dari lengan Rara.

Nathan terkejut dengan kehadiran Revan, dia tidak pernah melihat Revan sebelumnya.

"Kamu gak papa, Ra?." tanya Revan cemas sambil memeriksa tangan Rara.

Rara menggeleng lalu bersembunyi dibalik tubuh Revan.

Nathan terlihat kesal, perhatian Revan pada Rara sedikit mengganggu hatinya, padahal Nathan sudah menikah.

"Siapa kamu, tidak usah ikut campur urusan kami!" kata Nathan kasar.

Revan tersenyum mengejek.

"Hei, Bung. Apa perlu saya panggilkan istri anda agar dia melihat suaminya sedang mengganggu wanita lain?" sindir Revan.

"Sialan kamu!" Nathan hendak mengulurkan tangannya membogem Revan namun Revan lebih dulu menghindar.

"Nathan!" Rara memekik.

"Jadi, ini pacar baru kamu, Ra?" tanya Nathan sambil memandang Revan dari atas ke bawah.

"Hati-hati, Ra, laki-laki seperti dia pasti banyak main sama wanita." kata Nathan meremehkan Revan, padahal dia sendiri sudah mengkhianati Rara.

Rara mengabaikan ucapan Nathan, dia bahkan tidak sudi menatap wajah laki-laki itu. Nathan lalu dengan santai berlalu dari hadapan mereka sambil tertawa.

"Van, aku mau pulang!" kata Rara menatap mata Revan dengan sedih.

***

Tengah malam, Rara merasa sangat haus, mungkin karena sebelumnya dia menangis sampai tertidur. Rara yang masih mengantuk terpaksa tetap turun ke dapur karena tenggorokannya sangat gatal dan membutuhkan air.

Kamar Fina dan Bastian ada di lantai atas, karena mereka sudah menikah jadi tentu saja mereka sekamar. Kamar Rara juga ada diatas, tepat ada disebelah kamar Fina, sedangkan kamar Revan ada di bawah.

"Ra... kamu belum tidur?" tanya Revan yang ternyata juga berada didapur. Laki-laki itu tampak sedang menyeduh kopi.

"Van...kamu lagi apa?." tanya Rara yang bukannya menjawab pertanyaan Revan tapi malah balas bertanya.

Revan tersenyum, Rara terlihat menggemaskan dengan wajahnya yang masih mengantuk.

"Aku bikin kopi, Ra. Kamu haus ya?." tanya Revan sambil mengambil gelas dan mengisinya dengan air lalu menyerahkan pada Rara.

"Makasih." kata Rara sambil duduk dikursi mini bar dapur, diteguknya air digelas itu hingga habis.

Revan memperhatikan gerak-gerik Rara. Sahabat masa kecilnya itu sudah tumbuh menjelma menjadi seorang wanita yang cantik jelita.

"Kamu tengah malam gini kok ngopi, Van?." tanya Rara yang sudah hilang rasa kantuknya.

"Iya, Ra. Lagi ngurus kerjaan tadi." jawab Revan sambil duduk disebelah Rara, jarak mereka agak dekat.

Rara sedikit salah tingkah saat mata mereka bertemu, dia cepat-cepat memandang ke arah lain.

Berbeda dengan Revan, laki-laki itu malah menikmati wajah cantik Rara yang ada dihadapannya.

"Hmmm...kalo gitu aku balik aja ke kamar ya, Van." kata Rara sambil beranjak berdiri, namun tangan Revan segera menyentuh lengan Rara.

Rara terkejut, sentuhan tangan Revan membuat mata mereka kembali bertabrakan.

"Ra, temani aku ngobrol dulu ya." pinta Revan dengan wajah penuh harap, matanya menatap dalam mata Rara yang tak berkedip.

Rara terdiam sejenak, entah mengapa semakin lama dia melihat kedalam mata Revan, Rara semakin hanyut didalamnya.

Rara kembali duduk dan kini mereka saling berhadapan.

"Makasih ya, Ra." kata Revan sambil tersenyum puas karena Rara menuruti keinginannya.

"Aku masih kangen ngobrol sama kamu, Ra." kata Revan lagi. Rara hanya mengangguk, sebuah senyum samar terlihat dibibirnya, entah mengapa hati kecilnya merasa senang mendengar Revan mengatakan rindu.

Revan dan Rara akhirnya mengobrol dari hati ke hati mengenang masa kecil mereka, Rara banyak bercerita tentang masa-masa mereka sekolah ketika Revan sudah pindah. Rara juga bercerita bagaimana Bastian mengejar Fina, dari sahabat menjadi cinta.

Revan menikmati saat berduaan dengan Rara, ternyata Rara masih seperti dulu ketika bercerita, panjang tanpa titik koma. Revan tersenyum sambil terus memperhatikan sahabatnya itu, matanya, hidungnya, dan bibirnya yang bergerak-gerak ketika menceritakan sesuatu.

Revan merasa gemas dengan bibir kecil Rara yang tampak ranum dan menggoda. Sesekali dilihatnya Rara membasahi bibirnya dengan lidah, membuat Revan tergoda ingin menciumnya.

Rara yang sudah berhenti bercerita, tiba-tiba menyadari kalau laki-laki didepannya itu sedang memandangi wajahnya.

Rara jadi salah tingkah, namun entah kenapa matanya tak bisa beralih dari tatapan mata Revan.

Hujan tiba-tiba saja turun dengan sangat deras diluar villa, membuat Rara sedikit kedinginan. Piyama tidurnya ini memang tipis karena terbuat dari satin, dan Rara tidak memakai jaket ketika turun tadi.

"Van, aku ke kamar ya." kata Rara lirih, tubuhnya hendak pergi namun matanya terasa terkunci dimata Revan.

"Ra..." Revan lagi-lagi menyentuh tangannya, tidak, kali ini laki-laki itu menggenggam tangan Rara.

Rara mematung, tubuhnya seperti tak bisa bergerak seolah tersihir. Rara tidak tahu bagaimana tapi wajah Revan terasa semakin dekat dengan wajahnya.

Rara bisa merasakan hembusan nafas Revan dipipinya.

Revan mencium bibir Rara dengan lembut, dan Rara tidak bereaksi, wanita itu hanya terdiam seolah sedang cosplay menjadi patung.

Revan kembali mencium bibir ranum Rara, tangannya menelusup kebelakang kepala Rara membuat ciuman Revan semakin dalam. Revan seolah ketagihan mencumbu bibir Rara, dia terus melumatnya dan menikmati setiap jengkal rongga mulut wanita itu.

Rara merasakan pelukan Revan yang semakin erat pada tubuhnya, dan tanpa sadar membimbing Rara masuk menuju kamarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status