Share

Dua

WARISAN ISTRIKU (2)

(Aku Tak Tahu Istriku Banyak Warisan Saat Kutalak Tiga Dirinya)

"Ras, tunggu! Kamu bilang bapak dan ibu kamu baru jual tanah? Kapan?" Mas Danu membuntuti langkahku ke dalam kamar.

"Kemarin, Mas. Tadi pagi aku pengen cerita tapi kamu keburu berangkat kerja. Jadi aku tunda dulu, eh tiba-tiba malah kamu talak aku seperti ini," sahutku sambil mengambil tas pakaian lalu mulai memasukkan baju-bajuku ke dalamnya.

"Ehm, iya ... tapi itu kan karena mas nggak tahu! Kalau mas tahu pasti ..." Mas Danu tak melanjutkan kalimatnya. Ia terlihat menggaruk-garuk kepalanya, salah tingkah.

"Kalau tahu kenapa, Mas?" Aku menghentikan gerakanku lalu memicingkan mata ke arahnya.

"Ng-nggak papa,  Ras... Oh ya jadi besok kamu beneran  mau pergi?" Mas Danu mengalihkan pembicaraan, masih terlihat salah tingkah.

"Lha iya dong. Bukannya Mas yang nyuruh aku pergi?" tanyaku balik.

"Nggak juga sih. Nggak harus besok. Lusa atau kapan-kapan juga gak papa kok," sahutnya membuatku bingung.

"Kok gitu? Bukannya tadi Mas suruh aku buru-buru pergi karena kita bukan suami istri lagi ya?" 

Aku menatap heran pada Mas Danu.

"I-iya betul. Tapi ... itu kan kalau kamu nggak keberatan. Kalau kamu keberatan ya nggak usah."

"Nggak usah? Maksudnya?" 

Aku tak mengerti, merasa aneh dengan sikap Mas Danu yang tiba-tiba plin plan begini.

Tadi menyuruhku buru-buru pergi karena ia hendak segera menikah dengan Sonia, tapi setelah mendengar pengakuanku kalau aku hendak membantu ibu mengurus uang hasil ganti rugi tanah yang bernilai milyaran rupiah itu tiba-tiba saja  ia hendak menahanku agar tidak buru-buru pulang ke ibu dan bapak. 

Apa maunya sebenarnya?

"Nggak usah buru-buru pulang maksudnya, Ras. Karena...talak itu kan masih bisa diperbaiki. Nanti mas tanya ustad, masih bisa nggak dibatalkan. Oh ya, kalau misalnya bisa dibatalkan, apa kamu masih mau pulang, terus apa kamu sudah cerita sama bapak dan ibu kalau.... kalau... barusan mas sudah ngucapin talak sama kamu? Kalau belum, nggak usah diomongin dulu ya?"tanyanya lagi.

"Emangnya kenapa, Mas? Mendengar perkataan Mas Danu aku makin bingung. Bukannya kalau tadi aku jadi pulang, bapak dan ibu juga bakalan tahu kalau aku dan dia sudah berpisah? 

"Ng-nggak. Mas cuma berpikir sebaiknya mas aja yang ngantar kamu kalau kamu mau pulang. Soalnya Jawa itu kan jauh, Ras. Mas khawatir kamu ada apa-apa di jalan. Apalagi bapak dan ibumu nyuruh mas pulang bareng kamu, kan?" sahutnya lagi. 

Mendengar perkataannya, aku menjadi bingung sendiri. 

Bukannya tadi dia mengusirku pergi dan saat itu tak bertanya siapa yang akan menemaniku dalam perjalanan menuju kampung halaman dan ia juga tak terlihat khawatir sedikit pun meski tahu aku hanya seorang diri dalam perjalanan?

Lalu kenapa sekarang tiba-tiba ia menjadi begitu peduli dan khawatir pada keselamatanku dalam perjalanan???

****

"Nggak usah, Mas. Makasih. Biar aku pulang sendiri aja. Mas kan udah talak tiga aku di depan saksi. Nggak pantas rasanya kalau kita masih pergi berdua. Apa kata tetangga nanti, Mas? Pak Brahma dan Pak Dicky pasti sudah bilang ke mana-mana kalau kita sudah bercerai. Aku punya perasaan, Mas. Nggak enak sama orang-orang," sahutku sambil meneruskan kesibukanku memasukkan pakaian yang masih bisa dipakai ke dalam tas besar yang akan kubawa pulang ke kampung halaman nanti.

"Tapi Jawa Timur itu jauh, Ras. Mas khawatir ...," ujarnya lagi.

"Ngapain Mas khawatir? Tadi waktu nalak aku Mas nggak kelihatan khawatir kok. Kenapa sekarang tiba-tiba cemas aku kenapa-kenapa di jalan?" sahutku dengan tatapan tajam ke arahnya.

Mendengar jawabanku, Mas Danu terlihat kikuk.

"Ya ... khawatir juga dong, Ras. Tapi tadi kan belum sempat ngomong. Sekarang aja baru sempat ngomong kalau perempuan itu sebenarnya nggak boleh pergi jauh-jauh sendirian," kilahnya.

Aku menggelengkan kepala.

"Nggak usah, Mas. Lagian aku udah sering kan pulang sendiri? Dua kali aku pulang nggak Mas temani karena Mas lagi sibuk kerja. Jadi, biarkan besok aku pulang sendiri. Oke!"

Mas Danu terlihat kecewa mendengar penolakanku, tetapi akhirnya ia kelihatan pasrah.

"Ya, sudah kalau gitu. Terserah kamu saja. Kalau nggak mau dianterin, ya udah. Tapi malam ini kamu masih tidur di kamar ini kan? Kita ... masih bisa tidur bersama satu kamar, kan?"

Aku menggeleng.

"Nggak, Mas. Aku tidur di depan TV aja sambil nonton drama Korea. Udah ya, Mas. Aku solat dulu. Habis itu aku mau nonton TV," pungkasku lagi.

"Ya, udah," sahutnya pasrah.

****

Aku sedang asyik menonton drama Korea di televisi saat pintu rumah diketuk pelan dari luar.

Dengan malas kutinggalkan benda segiempat di depanku untuk menuju pintu dan membukanya.

Begitu terbuka, kulihat sosok Bu Sonia, wanita yang katanya sudah melamar Mas Danu untuk menjadi suaminya itu tegak di luar dengan dandanan menor seperti biasanya.

Bibirnya yang tebal dipoles lipstik warna merah menyala dan tubuhnya yang gemuk tampak membentuk gelombang di sana sini karena dress ketat yang membalut tubuhnya hampir kesulitan menyembunyikan lemak yang bertebaran di mana-mana itu.

Melihatku ada di sana, wanita itu tampak kaget.

"Laras? Kok kamu masih ada di sini? Gimana sih, bukannya Mas Danu sudah ngusir kamu?" tanyanya dengan nada kaget dan tak suka.

Mendengar pertanyaannya, aku memaksakan senyum.

"Benar, Bu. Mas Danu memang sudah mengusir dan mentalak tiga saya. Tapi saya minta waktu sampai besok pagi untuk pulang karena Jawa itu jauh, Bu. Harus pesan tiket bus minimal sehari sebelum berangkat. Tapi ibu tenang saja karena besok pagi saya bakalan pergi kok. Oh ya, Bu. Ibu mau apa? Mau ketemu Mas Danu?"

"Iya. Ada? Saya mau ajak dia makan malam di rumah karena saya udah masak makanan kesukaan dia. Tapi, ditelpon telpon kok nggak diangkat-angkat, makanya saya buru-buru ke sini. Nggak biasa-biasanya Mas Danu nolak telepon dari saya soalnya," sahut wanita itu sambil masuk dan memanggil-manggil Mas Danu.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Asa Benita
Masak Laras ga kepikiran motifnya Danu jd berubah stlh denger ttg harta ortunya Laras??? Apa dia terlalu naif kah?
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status