Home / Romansa / WHEN TEARS FALL INTO RAIN / NOTE 4 HUJAN MERAH PART 2

Share

NOTE 4 HUJAN MERAH PART 2

Author: mahesvara
last update Last Updated: 2021-05-15 23:41:00

Setelah itu, Eila kembali ke rumahnya bersama dengan Rania, Amartya, dan Ganendra. Eila kemudian segera berangkat bersama dengan dua polisi yang menunggunya sementara Rania menunggu Eesha yang masih asyik mandi dengan bernyanyi kencang. 

Begitu keluar dari kamar mandi, Eesha terkejut mendapati di rumahnya sudah ada Rania, Amartya dan Ganendra yang duduk di ruang keluarganya. 

“Nenek Rania. . .” kata Eesha terkejut menatap ke arah Rania, “kenapa Nenek ada di sini bersama dengan Rama?” Eesha kemudian menatap ke arah Ganendra dengan tatapan penasaran, “Siapa paman ini, Nek? Ibuku ke mana?” 

Rania tersenyum memandang ke arah Eesha, “Ibumu ada urusan mendadak dan harus berangkat ke kota pagi – pagi sekali. Jadi ibumu menitipkanmu bersama dengan Nenek hari ini. untuk hari ini, kamu tinggal di rumah nenek ya? Bersama dengan Amar dan Ganendra.” 

“Ibu pergi?” tanya Eesha tidak percaya. 

“Iya, sayang. Ibumu berpesan kalau kamu ingin libur sekolah juga tidak apa – apa, sayang,” jelas Rania dengan tersenyum penuh kasih sayang. 

“Tidak, Nek. Aku harus pergi ke sekolah. Aku ingin bertemu Kiran. Aku tidak ingin meliburkan diri dan menjadi murid yang pemalas. Jika Kiran tahu, dia pasti akan mengejekku nantiya,” jawab Eesha dengan wajah polosnya. 

“Kiran? Siapa itu Kiran?” tanya Amartya tiba – tiba. 

“Temanku.” 

“Baiklah kalau Eesha inginnya begitu. Setelah pulang sekolah, kamu tinggal di rumah Nenek. Sekarang, ambil baju – baju yang Eesha butuhkan untuk menginap di rumah Nenek. Mungkin ibumu pulang terlambat atau bahkan tidak sempat pulang.” 

Eesha berjalan ke kamarnya, berganti pakaian dengan seragam sekolahnya dan mengambil beberapa pakaian yang dibutuhkannya untuk menginap di rumah Rania. 

“Gadis itu akan tinggal bersama dengan kita, Nek?” tanya Amartya tidak percaya.

“Ya, Amar. Hanya untuk semalam. Ibunya punya urusan mendadak di kota dan Eesha hanya sendirian di rumah, tidak ada yang menjaganya,” jelas Rania pada cucunya, Amartya.

“Aku tidak mau tinggal bersama dengan gadis tengil ini, Nek. . .” rengek Amartya. 

“Nek. . .” panggil Eesha, “aku sudah mengambil baju ganti dan baju tidurku.” 

“Gadis pintar. . .” puji Rania dan tersenyum ke arah Eesha. “ Nenek akan membawa bajumu. Sekarang kamu berangkat ke skolah diantar oleh paman Ganendra. Eesah tidak keberatan?” 

Eesha menggelengkan kepalanya, “Tidak, Nek. Eesha tidak keberatan.” 

Amartya memandang kesal ke arah Eesha. “Ganendra itu orangku, kenapa dia harus mengantar orang lain dan bukannya aku?” 

“Kamu bisa ikut dengan Ganendra sekalian berjalan – jalan berkeliling melihat desa ini, kamu tidak mau, Amar?” tanya Rania berusaha merayu dan membujuk Amartya. 

Mendengar tawaran yang diberikan oleh neneknya, Amartya langsung menjawab dengan cepat dan tanpa pikir panjang, “Aku akan ikut dengan Ganendra.” 

Rania kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Ganendra, “Ganendra, kamu tidak keberatan mengantar Eesha ke sekolahnya? Mungkin nanti saat pulang sekolah, kamu mungkin juga harus menjemput Eesha?” 

“Saya tidak keberatan, Nyonya,” jawab Ganendra dengan sopan. 

“Tidak perlu menjemputku saat pulang, Paman, “ kata Eesha dengan cepat. “Aku pulang dengan Kiran saja seperti biasanya.” 

“Biar Paman Ganendra tetap menjemputmu ya sayang. Nenek tidak enak jika sesuatu yang buruk nantinya terjadi padamu. Ibumu pergi dengan wajah gelisah tadi, jadi Nenek tidak ingin saat pulang nanti justru membuat ibumu gelisah lagi,” jelas Rania. 

“Baiklah kalau begitu. . .” kata Eesha pasrah, “Tapi, dengan Kiran juga ya, Nek?” 

“Tentu saja. . “ jawab Rania dengan tersenyum. 

“Aku juga ingin ikut, Nek. . .” kata Amartya penuh dengan semangat. 

“Kamu juga boleh ikut, Amar. . “ 

# # #

Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya Eila sampai di lokasi tempat kejadian di mana tempat penemuan jasad gadis yang diduga sebagai Rhea, putrinya. Lokasi itu penuh dengan hilir mudik para petugas kepolisian dan petugas forensic yang sedang mengumpulkan bukti – bukti yang ada. Sementara itu, beberapa petugas polisi yang ada berusaha menahan beberapa reporter yang berusaha mengambil gambar dari lokasi kejadian. 

Begitu turun dari mobil, Eila dituntun oleh petugas muda untuk berjalan masuk ke dalam lokasi kejadian. 

“Saya harap, Ibu menguatkan mental Ibu ketika melihatnya. . .” 

Eila menarik napas panjang dan berusaha menguatkan dirinya, “Aku baik – baik saja, Pak. Di mana jasadnya?” 

“Mari. . .” 

Eila kemudian dituntun masuk ke dalam lokasi dan akhirnya tiba di mana seorang gadis tergeletak dengan mengenakan gaun serba putih yang berubah menjadi merah karena darah yang mengalir dari dua pergelangan tangannya yang telah diiris. 

“Ya, Tuhan. . . putriku, Rhea. . . .” 

Eila berteriak histeris memandang keadaan putrinya yang tewas dengan mengerikan. Eila hendak berlari memeluk tubuh putrinya namun langkahnya tertahan ketika petugas polisi yang bersamanya menahan tubuhnya dan menghentikan langkahnya. 

“Maafkan saya, Bu. . . Ibu belum boleh ke sana dan merusak TKP.” 

Air mata mengalir di wajah Eila, “Siapa yang tega melakukan hal ini pada putriku? Apa yang telah diperbuat oleh putriku hingga harus mati dalam keadaan seperti ini?” 

Eila berteriak histeris dan penuh amarah kepada petugas polisi yang menahan tubuh dan langkahnya. 

“Mohon tenangkan diri Ibu.” Petugas itu pun membawa Eila menjauh dari lokasi kejadian dan berusaha menenangkan diri Eila yang syok melihat keadaan putrinya. “Apakah Ibu pernah mendengar nama Hujan Merah yang sedang banyak dibicarakan dalam waktu dekat ini?” 

Eila menggelengkan kepalanya. “Tidak, saya tidak pernah mendengar nama itu. Apa hubunganya dengan putriku yang malang itu?” tanya Eila masih terisak. 

“Selama beberapa waktu, kami pihak kepolisian mengejar pembunuh berantai yang dikenal dengan nama Hujan Merah atau Crimson Rain. Hujan Merah selalu menargetkan wanita dengan ciri – ciri rambut hitam dengan panjang sebahu, mata hitam dan bibir merah. Pembunuh ini membius korbannya, kemudian mengganti pakaian korbannya dengan gaun putih. Lalu di saat korbannya tidak sadarkan diri, Hujan Merah akan mengiris pergelangan korbannya dan korban akan mati perlahan karena kehabisan darah.” 

“Putriku mungkin punya mata hitam dan bibir yang merah karena riasan yang selalu digunakannya untuk bernyanyi, tapi rambut putriku panjang. Tidak mungkin dia bisa menjadi target dalam pembunuhan Hujan merah jika memang seperti penjelasan Bapak. . .” kata Eila tidak percaya. 

Petugas itu kemudian menunjuk ke arah jasad Rhea, tepatnya ke arah rambut Rhea. 

“Sepertinya. . . putri Ibu memotong rambutnya sebelum bekerja kemarin. Menurut kesaksian yang kami terima, putri Ibu, Rhea kemarin mampir ke salon dan memotong rambutnya.” 

Eila tidak percaya dengan penjelasan petugas polisi yang bersamanya dan menutup mulutnya karena tidak percaya. 

“Ini tidak mungkin. . . putriku yang malang. . .” kata Eila yang kemudian menangis lagi. “Tidak. . . Rhea, putriku. . .” 

Petugas di samping Eila menatap dalam ke arah jasad Rhea yang masih tergeletak di lokasi kejadian. Dalam pikirannya, petugas itu berbicara dan menilai sesuatu yang sedang dilihatnya saat ini. 

Pembunuhan ini terasa sedikit berbeda dari sebelumnya. Jika sebelumnya, Hujan Merah selalu menargetkan wanita dengan kisaran usia 30 tahunan kenapa sekarang Hujan Merah membunuh gadis kecil ini? Meski gadis ini memiliki semua ciri yang sama dengan korbannya dan hanya usia mereka yang berbeda, kenapa sekarang Hujan Merah melanggar aturan yang dibuatnya dan mengubah targetnya?

Sesuatu pasti terjadi antara Hujan Merah dan gadis ini. . . 

Petugas di samping Eila kemudian memanggil salah satu petugas yang berada di lokasi kejadian karena merasakan sebuah keanehan dalam peristiwa kematian Rhea. 

“Di mana lokasi tempat gadis ini bekerja?” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 50 AKHIR DARI HUJAN MERAH 2

    Eesha dan Rajendra yang mendengarkan ucapan Nanda berharap hati Ravindra dapat tersentuh dan menghentikan niatnya untuk membunuh Nanda. Namun ucapan Nanda sepertinya tidak menyentuh hati Ravindra seperti harapan Eesha dan Rajendra. “Kau berbohong padaku, Kiran!” Ravindra meraih pisau miliknya yang sempat terlempar dan langsung mengarahkannya ke leher Nanda. “Kau bohong!”“Aaaaaaaaaaa” teriak Eesha melihat pisau yang mengarah ke leher Kiran dan perlahan melukai leher Kiran. Dalam waktu singkat, cairan berwarna merah kemudian mengalir dari leher Kiran dan membuat Eesha semakin histeris ketakutan. “Ravindra, stop!”“Berhenti Ravindra!” Rajendra yang tadinya sudah menurunkan pistol miliknya kemudian mengarahkan pistol miliknya kembali ke arah Ravindra dan menarik pengaman pada pistol miliknya. Rajendra kini sudah bersiap menarik pelatuk pistolnya dan bersiap

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 49 AKHIR DARI HUJAN MERAH 1

    Dengan tubuh yang masih dalam keadaan lemah karena obat bius dari Ravindra, Eesha mencoba bangkit dari kursi rodanya dan menjauh dari Nanda dan Ravindra – sesuai dengan perintah Rajendra. Dengan susah payah, Eesha akhirnya bisa berjalan menjauh. Sementara di sisi lain, Nanda dan Ravindra masih terus memukul satu sama lain dan berpindah-pindah tempat dengan sehingga membuat Rajendra yang ingin menjatuhkan Ravindra berulang kali merasa ragu karena takut adalah Nanda. “Paman, jangan menembak!” Eesha berteriak kepada Rajendra sembari berlari ke arah Rajendr

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 48 MOTIF DI BALIK SERANGKAIAN PEMBUNUHAN 2

    “Jadi semua yang kamu lakukan, semua pembunuhan itu karena Amartya?” tanya Rajendra tidak percaya. “Apa hubungan Amartya dengan pembunuhan-pembunuhan yang kamu lakukan? Kenapa Amartya, anak yang polos itu kamu jadikan alasan untuk pembunuhanmu itu?” Ravindra tersenyum sembari mendorong kursi roda di mana Eesha masih tidak sadarkan diri dan membawanya duduk di dekatnya. “Karena Tuanku itu terlalu polos, Tuanku hanya melihat Eesha seorang saja. Meski tahu Eesha hanya akan menunggu Kiran kembali, Tuanku masih setia untuk berada di sisi Eesha – sama seperti yang aku lakukan untuk ayah angkatku. Dan wanita-wanita yang jadi korbanku itu adalah wanita yang tidak tahu malu dan berusaha untuk membuat Tuanku berpaling. Aku benci dengan penganggu seperti mereka.”Rajendra menganga mendengar penjelasan di balik alasan pembunuhan yang dilakukan oleh Ravindra.“Kau benar-benar tidak bisa dipercaya. Alasa

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 47 MOTIF DI BALIK SERANGKAIAN PEMBUNUHAN 1

    "Di mana Eesha?" teriak Rajendra.“Paman benar-benar tidak sabaran sekali,” balas Ravindra. “Tidakkah Paman tidak melihat pertemuan mengharukan antara aku dan Kiran?”Rajendra terkejut mendengar ucapan Ravindra. Dia seperti orang yang berbeda. Ravindra yang selama ini saya kenal sebagai asisten Amartya adalah orang yang diam, penurut dan tidak banyak bicara. Tapi Ravindra yang sekarang berdiri di hadapanku terasa seperti orang yang b

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 46 MUSUH DALAM SELIMUT

    “Sandera??” Rajendra yang terkejut mendengar penjelasan Nanda, nyaris saja membuat dirinya bersama dengan Nanda celaka. Tanpa sadar, Rajendra menginjak pedal rem dan membuat mobilnya berhenti dengan tiba-tiba.“Apa yang Paman lakukan?” teriak Nanda yang terkejut dan nyaris saja membenturkan kepalanya ke dashbor mobil milik Rajendra. Nanda langsung menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat bagian belakang mobil. Nanda langsung menghela napas lega, begitu menyadari jika di belakang mobil milik Rajendra tidak ada kendaraan lain. “Syukurlah di belakang jalanan sedang sepi, kalau tidak kita bi-““Ya, aku tahu. Tindakan tadi bisa menyebabkan kecelakaan beruntun karena tiba-tiba menginjak pedal rem dan membuat mobil berhenti tanpa aba-aba.” Rajendra mengusap keringat dingin di keningnya sembari menginjak pedal gas mobilnya lagi. Mobil melaju lagi dengan sedikit perlahan. “Maaf

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 45 HUJAN MERAH YANG SEKARANG

    Percakapan penting antara dirinya dan Nanda kemudian terhenti ketika Rajendra bersama dengan Nanda tiba di sebuah gudang di pinggiran kota. Gudang yang terbengkalai dan berkesan telah terabaikan selama beberapa tahun menjadi lokasi yang pas dan ideal bagi pembunuh yang terkenal dengan nama Hujan Merah.Bersama dengan Nanda, Rajendra kemudian merilis tempat yang ada di gudang itu. Rajendra bahkan memeriksa bagian luar gudang itu, untuk menemukan kemungkinan ada tempat lain yang tidak terlihat yang bisa menjadi tempat persembunyian hujan merah yang tersembunyi Eesha.

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 44 SEKARANG DAN DUA PULUH TAHUN YANG LALU

    “Apa Paman tidak percaya padaku?” tanya Nanda yang tidak lain adalah Kiran.Rajendra menggelengkan kepalanya dengan ragu. “Jika kamu membicarakan hal ini kepada orang lain, mungkin orang lain tidak akan percaya pada ucapanmu, Nanda. Ah tidak, haruskah aku memanggilmu dengan nama Kiran sekarang?”“Untuk saat ini, tolong panggil dengan nama Nanda saja, Paman. Akan lebih baik jika beberapa orang tidak mengetahui identitasku yang sebenarnya.”“Kenapa?” tanya Rajendra tidak percaya untuk kedua kalinya. “Setelah dua puluh tahun lamanya menghilang, harusnya kamu kembali ke rumah Eila dan Eesha. Setelah dua puluh tahun lamanya terpisah, harusnya kamu kembali ke tempat di mana keluargamu menunggu. Kenapa kamu justru berada di sini dan menyembunyikan identitasmu dari orang-orang yang menunggu kepulanganmu selama dua puluh tahun lamanya?”Nanda menundukk

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 43 KIRAN DAN NANDA

    Setelah melakukan pencarian selama dua jam lamanya dan tidak menemukan hasil, Rajendra terpaksa mengambil keputusan untuk memberitahukan kabar buruk ini kepada keluarga Eesha: Ishya, Eila dan Amartya. Dalam perjalanan menuju ke rumah Ishya dan Eila, Rajendra kemudian melewati cafe di mana Nanda sedang bekerja. Rajendra yang tahu hubungan yang dimiliki Eesha dan Nanda, kemudian menghentikan mobilnya dan berniat untuk memberitahukan kabar buruk yang menimpa Eesha kepada Nanda lebih dulu.“Nanda. . .” Rajendra langsung menyapa Nanda ketika masuk ke cafe di mana Nanda bekerja.“Ah, Pak Rajendra.” Nanda membalas sapaan Rajendra. “Apa yang membawa Bapak datang kemari?”“Bisakah aku minta waktumu sebentar, Nanda?” Rajendra berbicara dengan nada suara yang sedikit bergetar.“Tentu. Tentu saja. Mari kemari.”Nanda kemudian mena

  • WHEN TEARS FALL INTO RAIN    NOTE 42 RENCANA EESHA

    “Dia tidak ingin mengakui bahwa dirinya adalah Kiran. Kiran menyembunyikan identitasnya dan bertindak seolah tidak mengenaliku, Paman.”“Kenapa begitu? Kamu tidak bertanya pada Kiran kenapa dia melakukan hal itu? Selama dua puluh tahun ini, ke mana saja Kiran? Kenapa tidak pulang ke rumah dan menemui ibunya?”“Aku tidak bisa bertanya padanya, Paman. Aku tahu dengan baik sifat Kiran. Ketika dia tidak ingin bilang maka dia tidak akan bilang. Kiran adalah anak yang seperti itu, Paman. Aku menduga hal ini ada hubungannya dengan Hujan Merah yang muncul setelah dua puluh tahun lamanya menghilang.”“Katakan pada Paman, di mana Kiran sekarang! Biar Paman yang bertanya langsung pada Kiran. Paman adalah detektif di kepolisian, Paman akan menjamin nyawa Kiran, jika sesuatu yang buruk bisa saja menimpa dirinya. . .”Eesha menggelengkan kepalanya dengan sedikit ragu.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status