HANGAT sinar mentari, masuk melalui celah di antara pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi. Suara cicit burung bernyanyi silih berganti. Pun, udara segar mulai menyeruak masuk ke dalam tenda-tenda tanpa permisi.
Di pagi menjelang siang ini, siswa kelas 10 sudah berbaris rapi di lapangan. Mereka semua terbakar semangat membara untuk mengikuti permainan outbond. Sebuah permainan yang telah disiapkan oleh para OSIS jauh hari, sebelum acara ini berlangsung.
Outbond diwajibkan untuk kelas 10 dengan dibimbing langsung oleh anggota OSIS. Always telah berada di barisan terdepan dengan ke-10 anaknya yang telah berbaris di belakangnya. Begitu pula Arvin dan anggota OSIS lainnya, yang juga telah berada di barisan depan dengan ke-10 adik kelasnya. Di hari kedua ini, mereka semua yakin akan menghabiskan h
WOLF telah berada di tempat yang cukup ramai. Ia akan beraksi tanpa menggunakan jaket andalannya dan tanpa penutup wajah. Terlalu terlihat mencolok jika harus menggunakan atribut seperti itu. Sebab, atraksinya kali ini cukup menantang. Bagaimana tidak? Ia akan nekat melakukan aksinya di tengah keramaian seperti ini.Mendadak, rasa cemas mulai membalut diri. Cemas akan kegagalan yang tak diharapkannya. Namun, tekadnya sudah bulat. Wolf harus benar-benar melakukan aksinya, sesuai dengan apa yang sudah direncanakan semalam. Sampai-sampai ia rela bergadang demi membuat rencana dadakannya itu. Tak boleh ada kegagalan yang didapat. Bisa-bisa, semua penghuni hutan ini akan mengetahui identitas aslinya. Oleh sebab itu, Wolf harus sangat berhati-hati.Kini, Wolf telah berada di antara dua tenda. Pandangannya menjelajah ke arah sekitarnya yang masih tampak begitu ramai. Tak boleh gegab
"Pinky, kamu di mana?" Rosa sedari tadi bingung mencari sandal berwarna pinknya yang hilang."Ya, ampun. Nggak mungkin, 'kan, gue pake sandal cuma sebelah doang," gerutunya kesal. Pasalnya, ia sudah mencarinya di sekitar tenda, hingga sampai di bawah bantalnya. Namun, tak kunjung menemukannya.Happy yang baru masuk ke dalam tendanya pun turut dibuat bingung oleh sikap Rosa. "Kamu lagi nyari apa, Ros?" tanyanya ketika melihat Rosa yang tengah kebingungan mencari sesuatu."Sandal aku hilang sebelah, Py. Tolong bantu aku cari dong!" pintanya dengan masih mencarinya di sekitar kasur miliknya.Happy mengernyit heran. "Aneh, kok bisa hilang, sih?""Aku juga nggak tahu, Py. Tadi, aku ketiduran. Pas bangun, pinky aku udah hilang sebelah," terangnya yang masih enggan menatap lawan bicaranya. Rosa masih fokus mencari benda kesayangannya itu di sekitar kasur miliknya.Happy semakin bingung
DENGAN mengenakan T-shirt berwarna merah yang dipadu padankan dengan celana jeans berwarna hitam, Always menyisir rambut berwarna hitamnya di depan cermin. Weekend pagi ini, ia memiliki janji dengan Happy untuk menemaninya pergi ke Panti Asuhan. Happy pernah bilang, kalau hal tersebut sudah menjadi rutinitas di setiap bulannya. Dan kali ini, suatu kebanggaan untuk Awes bisa menemani cewek itu pergi ke sana.Setelah menyisir rambut, Awes menatap penampilannya yang terpantul di balik cermin. "Gue udah ganteng belum, ya?" tanyanya sambil berulang kali memutar tubuhnya, melihat seluruh penampilannya, dari ujung kepala hingga ujung kaki."Kamu udah ganteng kok, Wes," seru seseorang tiba-tiba."Astagfirullahal'adzim
ALWAYS memarkirkan sepeda motornya di depan pintu masuk Panti Asuhan Pelangi. Panti Asuhan yang terbilang cukup besar, juga terletak tak jauh dari sekolahnya. Awes meletakkan helm di kaca spion motornya, sedangkan Happy sudah lebih dulu turun dari motor dan memberikan helmnya kepada Awes.Di dalam Panti yang tertutup oleh kaca transparan, Awes bisa melihat lima anak-anak yang ditaksir usianya lima sampai tujuh tahun sedang berlari, tertawa, dan bermain bersama. Awes mengulas senyum. Ia bisa melihat dengan jelas kebahagiaan yang tersirat di wajah mereka."Itu Kak Happy!" teriak mereka saat melihat Happy berjalan menghampiri. Mereka semua berlari keluar menyambut kedatangan cewek itu.Happy tersenyum riang melihat anak-anak itu berlari menyambu
SMU PELANGI tak ada habisnya dirunding sebuah kasus. Padahal, satu kasus saja belum terselesaikan, tapi entah kenapa telah berdatangan kasus-kasus yang lainnya secara bergantian.Seperti jam istirahat sekarang ini, semua penghuni sekolah tengah membicarakan desas-desus tentang kasus pencurian baru yang telah menimpa beberapa siswa. Bahkan kasus kali ini menjadi trending topic nomor satu di sekolah mereka, yang menggeser kabar tentang Wolf yang kini berada diperingkat kedua.Bagaimana tidak? Pencurian kali ini begitu menarik, karena para korbannya hanya kehilangan beberapa alat tulis saja. Seperti; pensil, pulpen atau penghapus. Mereka semua menduga bahwa Wolf lah tersangka utamanya.“Kira-kira siapa yang melakukannya?” Lisa angk
ALWAYS dan Arvin telah berhasil mengantongi nama-nama para siswa, yang diduga menjadi calon tersangka atas kasus pencurian baru di sekolahnya. Kini, mereka berdua telah berada di ruang siaran untuk mengumumkan nama-nama tersebut, yang akan dikumpulkannya di ruang OSIS, guna untuk diselidiki lebih lanjut oleh pak Sany. Dengan senyum semringah yang terhias di wajahnya, Awes menatap kembali kertas itu yang ada di genggamannya."Wes, jangan senyam-senyum gitu. Ayo cepetan panggilin mereka satu-satu," titah Arvin yang merasa jengah melihat sahabatnya itu hanya berdiam diri di depan mikrofon, seraya tersenyum seorang diri.Awes menyenggih. "Iya. Iya." Ia pun menyalakan mikrofon di depannya, lalu bersiap untuk memanggil nama-nama tersebut."Tunggu!" sahut seseorang tiba-tiba.Keduanya tercengung. Lalu,
PADA pagi hari ini, suasana kelas XI 1PS 3 tampak begitu sepi, tak ada satu pun siswa berwara-wiri dan ke sana kemari. Itu karena semua penghuninya tengah memiliki jadwal di ruang laboratorium komputer yang berada di lantai tiga.Namun, tak lama kemudian, Wolf dengan mengenakan jaket andalannya, mengendap masuk ke dalam kelas yang tak berpenghuni tersebut. Langkahnya surut perlahan setelah menutup pintu kembali. Menuju ke kursi di belakang kelas.Di barisan kedua sayap kiri, di sanalah dirinya berada saat ini, tengah melirik ke arah arloji pada pergelangan tangannya. “Aman,” ucapnya kemudian.Wolf duduk di sana, dengan meletakkan sebuah tas ransel yang cukup bermerk di atas meja. “Waahh … tasnya saja sudah bermerk kayak gini. Pasti di dalamnya banyak barang yang mahal-mahal, nih.” Dari balik masker, Wolf tersenyum riang. Ia mengusap kedua tangannya yang bersarung tangan, sebelum mulai membuka satu persatu ris
KOMBESPOL Adam mengamati setiap sudut-sudut kelas yang terpasang kamera CCTV di depan koridor kelas XI IPS 3 yang tampak sepi. Beralih dari sana, kini manik matanya menangkap sebuah tempat sampah yang terletak tak jauh di depannya. Ia melangkahkan kedua kakinya menuju ke sana, untuk menilik ke dalamnya.Bisa saja si pelaku dengan sengaja membuang hasil curiannya itu ke dalam tempat sampah ini. Batin Adam, ketika sudah berada di depan tempat sampah itu. Segera, ia mengambil sarung tangan di saku seragam dan memakainya. Setelah itu, merogoh isi di dalam tempat sampah itu."Lapo