Share

Alkisah

Aвтор: achmad irawan
last update Последнее обновление: 2021-08-26 11:33:21

Sabtu pagi dengan persiapan yang sudah lengkap, aku datang kerumah Agus. Tidak lupa aku berpamitan kepada orang tuaku.

“Pak.. bu.. aku berangkat ya..” Ucapku sambil mencium tangan kedua orang tuaku.

Mata ibuku terlihat berkaca-kaca, sedangkan ayahku biasa saja tapi yang menyebalkan adalah kedua adikku yang tidak peduli. Mereka lebih memilih asik bermain.

“Iya man jaga diri di tempat orang, semoga sukses..” Jawab Bapakku.

“Iya lee.. makan yang banyak, jangan tidur terlalu malam, kalau uangmu habis kabari..” Ucap Ibuku sedih.

Aku berangkat menjemput Agus. Tampak dari kejauhan tidak terlihat Agus dan pintu rumahnya tertutup rapat.

“Assalamuallaikum.. Guss.. Aguuss…” Teriakku di depan pintunya.

“Wallaikumsallam Iya tunggu..” Terdengar suara Ibu Agus dari dalam.

“Owalah giman… duduk man, Agus masih tidur, biar ibu bangunin dulu.” Ucap Ibu Agus sambil menuju kamar.

“Oh iya Bu.. Maturnuwun (Terimakasih)” Jawabku singkat.

Selang beberapa menit Agus keluar dari kamar dengan wajah kusamnya.

���Ada apa man?” Tanya Agus dengan santainya.

“Ada apa apanya?” Tanyaku balik.

“Kamu kesini pagi-pagi ngapain man?” Tanya dia dengan judes.

“Lah.. Gus kita kan udah janjian mau ke kota..!!!!” Jawabku kaget.

“Astaghfirullah man, aku lupa..” Jawab Agus kaget.

“Heh. Man kamu serius? Aku gak boleh sama bapakku man..” Ucap Agus mulai panik.

“Aku udah izin ke bapak ibuku Gus. Semua baju dan barang-barangku sudah di tas ini, masak iya aku harus balik..” Jawabku meyakinkan Agus.

Kami berdua mulai gelisah berfikir untuk mendapatkan jalan tengahnya.

“Man kamu berangkat sendiri aja ya..” Ucap Agus seolah-olah itu solusi.

“Gak bisa Gus…” Jawabku singkat.

“Hallah masak gak berani man, udah gede juga..” Ucap Agus.

“Bukan masalah berani apa enggak Gus. Aku kan izin berangkatnya sama kamu. Kalau aku berangkat sendiri berarti aku bohong sama orang tuaku..” Jawabku dengan raut sedih.

“Owalah gitu ya..” Ucap Agus sambil terlihat berfikir, meskipun aku tidak yakin dia bisa berfikir.

Di tengah-tengah kami berfikir agar bisa berangkat tiba-tiba Ibu Agus membawakan kami kopi dan pisang goreng.

“Dimakan dulu le..” Ucap Ibu Agus sambil menyajikan makanan.

“Man makan dulu man, biar bisa mikir..” Sahut Agus dengan pisang goreng ditangannya.

“Mikir apa kalian le?” Tanya Ibu Agus tiba-tiba.

“Ini Bu Giman mau ngajak aku ke kota buat kerja..” Jawab Agus sambil mengunyah.

“Hehehe..” Responku hanya cengengesan saja sambil membatin “Sial Agus balas dendam ini..”

“Owalah man.. Agus sudah ada kerjaan di rumah. Nanti kalau Agus pergi bapaknya kerepotan man. Tahu sendiri bapak sama ibu juga sudah tua man.” Ucap Ibu Agus dengan nada memelas dan di situ aku melihat muka Agus sangat tengil.

“Tidak ngajak kerja kok bu.. cuma minta anter aja bu. Agus kemaren janji mau nganter ke kota, soalnya kalau tidak sama Agus bapak ibuku tidak kasih izin..” Ucapku ikut memelas.

“Owalah gitu, yaudah Gus anterin Giman dulu ke kota. Kamu ini udah janji kok malah gak mau nepatin Gus..” Ucap ibu Agus berbalik menyuruh Agus.

“Hhaahh? Iya Bu…” Jawab Agus singkat.

Agus sejatinya anak yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Semua perintah bapak ibunya pasti akan dituruti apalagi ibunya. Aku cukup kenal dekat dengan Ibu Agus. Karena dulu saat SMP sering minta makan, minta tolong ambilkan rapot bahkan kalau ada masalah di sekolah yang ku jadikan orang tua angkatku pasti Ibu Agus. Karena memang beliau orang yang sangat sabar dan mengayomi. Karena kalau orang tuaku sampai tahu tentang masalahku di sekolah pasti sudah habis babak belur aku dipukuli bapakku. 

Aku menunggu hampir 1 jam hanya untuk menunggu Agus siap-siap. Karena ternyata dia belum memiliki persiapan apapun dari kemaren. Dia masih tidak yakin akan keseriusanku untuk cari kerja ke kota. Aku menunggu sambil dengerin cerita Ibu Agus tentang keluarganya bahkan, kisah-kisah masa lalu mereka. Satu jam aku ngobrol sama ibu Agus, aku sudah tahu silsilah keluarga Agus. Mungkin kalau aku ngobrol 2 atau 3 jam lagi aku bakal diangkat jadi anak.

 Beberapa saat kemudian, Agus keluar dengan membawa tas kecil.

“Ayo Man..” Ajak Agus semangat.

“Sudah gus bawa itu aja..?” Tanyaku.

“Iya Man kan aku Cuma 2 atau 3 hari aja di Malang.” Jawab Agus.

“Bu.. aku berangkat dulu nganter Giman ke kota. Selasa atau Rabu aku pulang, pamitin ke bapak ya bu..” Agus berpamitan kepada Ibunya disusul aku yang ikut pamit sembari cium tangan Ibunya kebetulan saat itu bapak Agus sedang berada di sawah.

“Iya le.. hati-hati di jalan. Semoga Giman dapat kerjaan yang bagus..” Ucap Ibu Agus mendoakan.

“Amiiiinn..” Jawabku sama Agus.

Kami berangkat menggunakan motor. Perjalanan kami membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam itu juga paling cepet. Karena di kampung kami tidak ada transpotasi umum, ada juga hanya ojek. Di mana dari pangkalan ojek ke kampung kurang lebih 5 km. Aku tidak bertanya ke Agus nanti pulangnya pakai apa setelah mengantarku. Karena kami berangkat menggunakan motorku. Aku takut nanti ketika aku tanya dia berubah pikiran setelah tahu dia harus pulang sendiri. Di sepanjang perjalanan kami ngobrol banyak hal. Mulai dari bola sampai tentang Sari. Tentu yang paling banyak adalah tentang Sari karena rumah Agus dan Sari hanya berjarak kurang lebih 300 meter. Jadi pasti Agus tahu banyak tentang dia. Agus adalah satu-satunya teman yang aku ceritakan tentang Sari. Karena rumah dia yang dekat, dan Agus juga bukan tipe orang yang suka membully tapi sebaliknya dia selalu jadi bahan bullying

“Gimana ya Gus kabar Sari?" Tanyaku mengawali membahas Sari.

“Katanya dia kuliah di Universitas brawijaya Man?” Jawab Agus singkat.

“UB kan mahal ya Gus?” Tanyaku.

“Gak tau Man..” Jawab Agus.

“Mungkin dia ikut beasiswa ya Gus..??” Tanyaku lagi.

“Gak tau Man..” Agus mengulang jawaban yang sama.

“Kalau bayar mandiri juga bisa ya? Kan Pak Rois pegawai negeri.” Jawabku sendiri.

“Gak tau Man..” Agus mengulang jawaban yang sama lagi.

Agus sama sekali tidak paham tentang kuliah. Yang dia tahu kalau kuliah nanti bakal mikir lagi, belajar lagi dan keluar biaya lagi.

“Semua gak tau! Taumu apa Gus!!!” Ucapku sewot.

“Sari semakin cantik Man.. Hehehe.” Jawab Agus cengengesan.

“Hehehe.. iya Gus, aku juga mikir gitu.” Sahutku.

“Tahu dari mana kamu Man?” Tanya Agus penasaran, karena sudah hampir 4 bulan setelah lulus dia tahu kalau aku tidak pernah ketemu dengan Sari.

“Kisahnya mungkin sudah pergi, orangnya juga sudah berlari, tapi bayangannya masih di hati Gus..” Jawabku dengan yakin.

“Massook Mannn..!!! Heh.. Maann apa gara-gara Sari kamu mau kuliah?” Tanya Agus sangat antusias.

“Bisa jadi Gus, Hehehe..” Jawabku sedikit malu.

“Owalah bocah bodoh man.. man.. aneh.. aneh aja..” Ucap Agus sambil memukul helm yang aku pakai.

Tidak ada yang tahu memang ada Sari di balik alasanku untuk kuliah. Hanya Agus saja yang tahu, itupun tidak sepenuhnya benar. Untuk sekarang aku sudah mulai berfikir lain, tidak hanya sekedar karena ingin menujukkan ke guruku dan Sari, tapi karena aku ingin memiliki pengalaman yang berbeda dari keluargaku. Aku ingin memiliki wawasan yang berbeda dari keluargaku.

Setelah hampir 4 jam kita melakukan perjalanan, akhirnya kami sampai di kota Malang. Terakhir aku datang ke Malang 3 bulan yang lalu untuk ikut tes beasiswa kuliah. Aku terpaksa bolak-balik pulang pergi karena ingin ikut tes kuliah sedangkan saat itu aku pamit ke orang tuaku untuk pergi bermain, jadi tidak memungkinkan untuk aku menginap. Sedangkan untuk Agus terakhir ke Malang adalah 3 tahun yang lalu sehingga dia sedikit terkejut dengan perubahan pembangunan Kota Malang yang cukup pesat. Terlihat dari kaca spion motorku, dia terlihat tengak-tengok saja dengan keramaian dan kemacetan Kota Malang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wagiman   Pesona Andhini

    “Ayo Gim balik,” ucap Vina memecah keheningan.“Oh iyaaa,” jawabku singkat.Suasana memang seperti berbeda saat aku dan Vina beranjak pulang, seolah udara semakin dingin dan cahaya lampu kota yang semakin redup. Mungkin karena perjalanan kali ini kami lalui tanpa ada canda dan tanpa ada tutur kata yang terucap, yang menemani perjalan pulang hanya keheningan dan suara angin malam yang tidak seindah biasanya.“Vin Maaf ya,” ucapku ketika sampai dikos Vina.“Udah gak apa-apa, santai aja. Oh iya aku masuk dulu ya Gim, thanks untuk hari ini,” jawab Vina sembari masuk membuka pagar kosnya.Hmmm.. sepertinya tidak ada yang sedang baik-baik saja dalam keadaan sekarang yang sepertinya serba salah, aku sedang berfikir bagaimana caranya supaya dapat memperbaiki hubunganku dengan Vina yang sepertinya bermasalah.Sepanjang jalan menuju pulang aku mencoba berfikir bagaimana cara memperbaiki hubungan, sampai ditengah p

  • Wagiman   Andhini

    Selang satu hari setelah aku dan Vina membuat kesepakatan untuk membantu Ezza tanpa sengaja aku melihat Vina sedang asik ngobrol dengan Andhini cewek incaran Ezza, dari jauh aku melihat mereka cukup akrab entah bagaimana cara Vina mendekati Andhini tapi yang terlihat didepan mataku seolah tidak ada rasa kaku dari obrolan mereka berdua.“Giiimmm…,” teriak Vina yang mengetahui kehadiranku.“Siniii Gim,” ucap Vina sembari mengayunkan tanganya.Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sembari berjalan mendekati Vina dan Andhini di lorong kampus.“Kenalin Gim ini temenku,” ucap Vina sembari menarik tanganku.“Ohh.. iy.. iya Vin,” jawabku dengan terkejut karena semudah itu Vina menyuruh aku untuk kenalan dengan Andhini.“Andhini kak,” ucap Andhini sembari menjulurkan tangan kearah aku.“Gim.. Gimman,” jawabku dengan gugup karena jujur ketika melihat And

  • Wagiman   Ezza Cupu

    Dua hari telah berlalu setelah semua yang aku perintahkan ke Ezza, dia datang lagi menghampiriku sembari menceritakan semua informasi yang dia dapat tentang cewek yang dia suka.Cewek malang yang di sukai oleh Ezza itu bernama Andhini Natasya Putri Purnomo dia adalah mahasiswi baru jurusan management bisnis dia berasal dari Kalimantan Utara tempatnya dari Nunukan, Adhini adalah anak pertama dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang penguasaha dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Bahkan Ezza juga menceritakan tanggal lahir Andhini lengkap dengan tanggal lahir keluarganya beserta alamat keluarga Andhini tinggal sesuai dengan catatan yang dia bawa.“Wahhhh keren kamu Za bisa tahu sedetail itu,” ucapku memuji data observasi Ezza yang sangat lengkap.“Hehehehe, ini sih gampang Man,” jawab Ezza sembari memegang kerah bajunya.“Eh kamu tahu makanan kesukaan dia gak?” tanyaku dengan antusias.“Enggak,” jawab Ezza

  • Wagiman   Tugas Baru

    Melihat dari jauh cewek incaran Ezza membuat aku merasa pesimis dan merasa Ezza adalah cowok yang tidak tahu diri karena selera cewek dia yang terlampau tinggi. Cewek incaran Ezza memiliki paras cantik, modis dan terlihat selalu ceria berbanding terbalik dengan Ezza yang cupu, pemalu dan lebih sering murung.“Man giamana bajuku bagus gak?” tiba-tiba Ezza datang di hadapanku dengan baju anehnya.“Hahhh.., Oh Bagus Za,” jawabku dengan singkat.“Gimana Man?” tanya Ezza lagi dengan antusias.“Gimana apanya?” jawabku pura-pura bodoh.“Apa tugas awalku untuk deketin dia?” tanya Ezza dengan percaya diri.Sial sekali, kenapa aku merasa tertekan dengan semangat Ezza untuk punya pacar. Membuat aku harus berfikir bagaimana solusianya supaya Ezza tidak kecewa ke dua kalinya.“Nanti dulu deh Za aku masih cari strategi,” jawabku memasang muka serius.“Oh gitu, oke deh Man kalau

  • Wagiman   Tugas Mulia

    “Gim kamu bisa temenin aku beli baju?”“Gim kamu mau gak nemenin aku cari kado?”“Gim malam ini nongkrong yuk?”“Gim ayo nanti makan malam bareng?”“Gim sibuk gak? Aku bosen,”Itu adalah beberapa contoh ucapan yang semakin sering aku dengar dari mulut Vina dan yang aneh adalah aku mulai menikmati moment itu dan sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu.Sore hari saat aku sedang duduk santai dikedai kopi depan kampus, Vina datang dengan mobilnya dan dia berhenti tepat didepan gerbang kampus. Setelah aku melihat Vina keluar dan ternyata dia keluar dari bangku penumpang, suara gaduh bisikan teman-teman yang ada disekitarku membuat aku kurang begitu fokus tapi sekilas aku lihat mobil Vina dikemudikan oleh seorang cewek, karena perawakanya yang putih dan berambut panjang.Untunglah yang memakai mobil Vina bukan cowok, sehingga membuat mentalku masih tetap terjaga untuk sedikit berharap d

  • Wagiman   Mencoba Sadar

    Semenjak aku meminjam uang Vina hubungan kami semakin dekat, aku merasa harus terus bersikap baik dengan Vina supaya tidak di anggap orang yang tidak tahu balas budi. Meskipun sebelumnya aku juga baik dengan Vina, tapi setelah kebaikan Vina aku merasa harus lebih baik lagi.Beberapa hari ini aku semakin sering di ajak keluar oleh Vina entah hanya sekedar makan atau nongkrong sampai larut malam, aku tidak tahu alasan Vina yang semakin sering mengajak aku untuk keluar. Antara dia tahu aku tidak akan menolak ajakanya karena aku punya hutang atau memang tidak ada pilihan lain selain aku.“Gim nanti kamu kuliah sampai jam berapa?” tanya Vina ketika kami bertemu diparkiran kampus.“Hmmm.. cuma sampai jam enam sore aja Vin, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Ayo nanti sore kita nonton,” ajak Vina dengan antusias.“Haahh.. nanti?” tanyaku memastikan.“Iya nanti malam, bisa ya?” jawab Vina dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status