Share

Perjalanan Awal

Aku mengajak Agus berkeliling kota Malang, mulai melihat tugu kota Malang, Alun-alun kota sampai tempat perbelanjaan. Dia terlihat takjub dengan keramain kota Malang karena dikampung kita kegiatan yang membuat ramai adalah hajatan tetangga atau pemilihan kepala desa, itupun tidak seperti di Kota yang hampir setiap waktu pasti ramai dengan aktivitas orang.

“Man.. Kita mau kemana setelah ini?” Tanya Agus.

“Kita ketemenku aja ya Gus..” Jawabku singkat.

“Siapa Man? Kamu gak ada saudara di Malang?” Tanya Agus.

“Ada Gus tapi jangan kesana, nanti kita tidak bisa bebas main.” Jawabku sambil memperhatikan jalan.

“Oh.. iya.. ya..” Ucap Agus singkat.

Rencananya aku akan ajak ketempat temanku yang aku kenal saat tes beberapa bulan yang lalu, namanya adalah devi kebetulan dia sangat beruntung bisa diterima dan berhasil masuk ke Universitas Negeri Malang atau biasa disingkat UM dengan jalur bidik misi. Aku sudah menghubungi dia sebelum berangkat untuk membantuku mencari tempat tinggal di Kota  Malang. Aku diberi alamat indekos Devi via sms, aku menyusuri jalanan disekitar kampus UM sesuai dengan arahan Devi, karena katanya tempat kos dia dekat dengan kampus. 

“Man nanti aku Cuma 2 hari ya di Malang, kasian bapaku kalau kelamaan aku tinggal, bisa-bisa sapiku mati nanti.” Ucap Agus, sepanjang jalan Agus ngomong tidak jelas sambil membaca apa yang dia lihat dijalan, aku hanya anggukan kepala saja dan iyakan setiap apa yang dia bicarakan, karena memang saat itu aku hanya fokus mencari alamat Devi tidak fokus untuk mendengarkan Agus. Beberapa saat kemudian handphoneku berbunyi, aku menepi untuk menjawab panggilan tersebut.

“Man sudah sampai mana?” Tanya Devi via telephone.

“Bentar Dev masih nyari, bingung aku jalanya bercabang-cabang..” Jawabku clingak-clinguk.

Dengan sambil jalan aku dibimbing Devi via telephone, selang beberapa menit akhirnya aku melihat Devi dipinggir jalan melambaikan tangan ke arahku dan Agus,

“Woii Man.. Disini..!!!” Teriak Devi sambil melambaikan tangan.

“Woii Dev..” Sahutku balik sambil melambaikan tangan.

“Siapa itu Man..?” Tanya Agus, tapi aku abaikan.

“Haay Dev, Gimana kabarnya?” Ucapku mendatangi Devi dengan antusias.

 “Alhamdulillah baik, ayo masuk sini Man..” Ajak Devi menyuruh aku dan Agus masuk teras sebuah rumah.

“Iya Dev..” Jawabku sambil menarik Agus.

“Tunggu sini Man, aku ambilin minum..” Ucap Desi sembari pergi.

“Sipp Dev, yang dingin yaa..” Jawabku sembari tersenyum.

Agus terlihat clingak-clinguk seperti orang yang mau merampok, expresi wajah Agus seperti orang zaman purba melihat pesawat terbang. Melihat disekitar sana-sini banyak cewek, ada yang berkerudung ada juga yang celana pendek membuat Agus seperti orang bingung.

“Siapa itu Man?” Tanya Agus lagi.

“Owh.. itu Devi, temenku seleksi  masuk di UM dulu Gus..” Jawabku singkat.

“Oh.. anak mana Man?” Tanya Agus penasaran.

“Bojonegoro kalau gak salah Gus, aku lupa dulu dia ngomong apa..” Jawabku sambil mengingat.

“Owalah cantik ya hehehe,” Ucap Agus cengengesan.

"Ya namanya juga cewek Gus, ya pasti cantik," Jawabku singkat.

Menurutku Devi ya tidak terlalu cantik, tapi lebih cenderung ke manis sih. Dengan kulit sawo matang dan Devi sedikit tomboy lalu periang jadi sangat mudah bagi Devi bersosialisasi dengan cowok.

“Ini Man minumnya..” Tiba-tiba Devi membawa 2 gelas air.

“Oiya.. Makasih, Dev kenalin ini temenku Agus.” Aku memperkenalkan Agus ke Devi.

“Hay.. Aku Devi…” Ucap Devi sambil menjulurkan tangan.

“Aaa… aaa.. aa.. uu… aaa..” Jawab Agus gelagapan, yang seperti kaget dengan sambutan Devi yang ramah.

“Gus yang bener..!!!” Bentaku sambil memukul Agus.

“Au.. Aguss..” Jawab Agus masih gugup.

“Hehehe.. lucu temenmu man..” Ucap Devi melihat respon Agus.

Sebenarnya aku ingin bilang ke Devi, kalau itu bukan lucu tetapi bodoh, tapi aku urungkan niatku, karena Cuma Agus yang mau nemenin aku ke Kota. Aku dan Devi ngobrol panjang lebar tentang bagaimana dia bisa lolos seleksi sampai kenapa dia seorang cewek sangat antusias untuk kuliah, ditambah lagi tempat tinggal Devi cukup jauh dari kota Malang, yaitu memerlukan waktu kurang lebih 10 jam katanya menggunakan transpotasi umum.

Devi bercerita bahwa didesanya hampir 1 kampung semua anak mudanya akan merantau dan yang paling banyak adalah merantau untuk kuliah, di tempat tinggal atau dikampung Devi meskipun keluarganya pas-pasan hidup seadanya mereka rela menjual apa saja yang dimiliki demi membiayai kuliah anaknya. Termasuk bapak Devi yang hanya lulusan SD dan bekerja sebagai buruh tani, tapi mampu menguliahkan kakak Devi sampai jenjang S2 dan Devi berniat meneruskan itu.

Aku sangat antusias mendengar Devi bercerita yang menurutku sangat inspiratif, sampai tidak terasa kita ngobrol hampir 3 jam lamanya. Sedangkan Agus mendengarkan kami berbicara dengan tatapan kosong, hanya fokus ke Devi saja dan aku pikir Agus tidak paham apa yang kita bahas, karena terlihat dari bola matanya yang tidak menyerap ilmu sama sekali. Waktu sudah hampir magrib, aku bersiap untuk pamit sambil menanyakan tentang kerpentingan utamaku, yaitu informasi tentang indekos.

“Dev dimana kos cowok yang murah katamu..?” Tanyaku ke Devi. 

“Banyak Man, mau yang harga berapa 100 apa 500?” Tanya Devi balik.

“Yang murah aja Dev, aku cari 100 ribuan aja yang penting bisa berdua.” Jawabku cengengesan.

“Kalau yang murah agak jauh dari kampus Man, nanti aku tanyakan ke temenku..” Jawab Devi sambil garuk kepala.

“Waduh aku butuhnya malam mini Dev, aku gak ada tempat tinggal mala mini.” Ucapku dengan memelas.

“Owalah didepan ini juga terima kos untuk cowok tapi harganya 300 man.” Jawab Devi sambil menujuk sebuah rumah.

“Bisa buat berdua?” Tanyaku antusias.

“Bisa, biasanya disuruh tambah 100, jadi 400 perbulan.” Jawab Devi menjelaskan.

“Oke Man kita ambil yang depan ini aja.” Tiba-tiba Agus menyahut obrolan kita.

“Waduh mahal Gus..” Jawabku ke Agus.

“Tenang nanti aku yang bayarin bulan ini Man..” Ucap Agus penuh semangat.

“Naaah itu Man depan sini aja biar kita dekat, kan bisa patungan sama Agus..” Timpal Devi ke aku.

“Hehehe…” Agus hanya cengengesan sedangkan aku bingung.

Mendengar 2 temenku memberikan solusi yang sama ditambah Agus berjanji mau bayar kosnya untuk bulan pertama, yaudahlah lumayan juga gratis 1 bulan, nanti bulan depan tinggal pindah lagi cari murah kalau ditinggal Agus pulang ke kampungnya, pikirku dengan mudah.

Akhirnya aku dan Agus tinggal didepan kos Devi, tempat kos yang kita tempatin cukup besar dan ramai, karena rata-rata hampir yang menempati disana adalah mahasiswa UM sendiri. 

Agus sudah memberikan uang 400 ribu ke aku, katanya untuk membayar kos bulan ini dan aku terima saja.

“Gus kenapa kamu bayarin kos ku?” Tanyaku ke Agus.

“Loh kok kosmu? Ini kan kos kita Man.” Jawab Agus dengan senang.

“Lah kan kamu disini Cuma 2 harian Gus..???” Tanyaku ke Agus.

“Kata siapa Man? Aku juga pengen kerja di Malang Man.” Jawab Agus dengan santainya.

“Bapak ibumu gimana Gus? Kan kamu dirumah harus bantu bapakmu dikandang sama disawah..?” Tanyaku ke Agus.

“Hallaaah gampang Man, nanti biar aku suruh bapak cari pegawai buat bantu-bantu bapak.” Jawab Agus dengan santainya.

Aku berfikir kenapa tiba-tiba semudah itu mencari solusi masalah Agus, bukanya tadi saat mau berangkat susah sekali meyakinkan Agus ke Kota bahkan sampai ibunya cerita kesedihan keluarganya kalau sampai ditinggal Agus kerja diluar. Aaah aku tidak mau banyak berfikir dan bertanya-tanya ke Agus tentang sikapnya tiba-tiba berubah, yang terpenting aku sudah tiba dikota Malang dan aku siap untuk mewujudkan mimpiku.

Lelah seluruh badan sudah membuatku tidak ingin ngobrol lagi, aku melihat Agus sudah tertidur pulas. Badanku capek sekali tapi mataku masih tidak mau terpejam, mungkin apabila dicerita horror akan muncul bayangan hitam tapi kali ini tidak, yang muncul adalah bayangan Sari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status