Share

Multilevel

Seminggu sudah aku bersama Agus di kota Malang menjadi pengganguran ditempat orang, aku belum mendapatkan pekerjaan dan Agus juga sama belum mendapatkan pekerjaan, tapi Agus masih beruntung dia mendapatkan Devi dan dia ke Malang sejatinya tidak untuk mencari pekerjaan. Hampir setiap hari Agus dan Devi keluar bareng, entah itu pergi jauh atau hanya sekedar mencari makan disekitar kos.

Ternyata mencari pekerjaan dikota tidak semudah yang aku bayangkan, semua harus bener-bener butuh proses dan perjuangan lebih, tidak seperti dikampungku yang banyak banget pekerjaan, bahkan orang-orang yang sudah berumur masih bisa mendapat pekerjaan, namun memang hasilnya tidak sebanyak dikota karena memang biaya hidup didesa sangat murah.

Mencari, mencari dan mencari, tiba-tiba aku mendapatkan informasi lowongan pekerjaan yang aku pikir sesuai denganku, yaitu lulusan SMA/SMK mau bekerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi, dilamaran tersebut tertulis nominal gajinya yaitu 8 sampai 10 juta sebulan.

“Waah.. Banyak banget gajinya.” Batinku dengan kaget, karena dikampungku orang kerja sebulan hanya dibayar 1 juta saja.

Tanpa berfikir panjang akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi nomor tersebut, dari obrolan telephone aku langsung diberikan alamat kantornya, aku disarankan untuk segera datang interview agar kesempatanku untuk mendapat pekerjaan tersebut semakin besar.

Aku langsung mempersiapkan diriku sebaik mungkin, saat aku mengeluarkan motorku dari garasi tiba-tiba Agus datang.

“Mau kemana Man?” Tanya Agus sambil membawa bungkusan nasi.

“Interview kerja.” Jawabku singkat, karena sambil terburu-buru.

“Lah aku gak kamu ajak kerja Man?” Tanya Agus lagi.

“Besok aja aku bantu cari, kalau aku sudah keterima dikantor ini Gus.” Jawabku sambil beranjak pergi.

Aku sangat antusias dengan pekerjaan ini meskipun aku tidak tahu pekerjaanya apa, yang terpenting gajinya besar. Aku berputar-putar mencari alamat kantornya, sampai akhirnya aku menemukan lokasi rumah yang sesuai dengan alamat kantornya, aku sedikit ragu apakah kantornya benar rumah ini didepan teras nampak motor berjejer cukup banyak. Aku mencoba bertanya kerumah itu.

“Permisi apa benar ini kantor Cengkraman Abadi?” Tanyaku sedikit ragu.

“Oh.. iya pak, silahkan.” Jawab beberapa anak muda yang sepertinya seumuran denganku.

“Saya mau ketemu Pak Anton ada?” Tanyaku lagi.

“Oh.. Master Anton, tunggu sebentar, habis ini pasti datang. Masuk dulu pak, tunggu didalam..” Jawab mereka sangat ramah.

Aku disana bersama anak-anak muda yang seumuran denganku, tapi yang membuat berbeda adalah penampilan mereka yang sangat formal dan cara bicara mereka yang cukup tertata dengan baik. Mereka berbicara tentang banya hal, dan hampir semua yang mereka bicarakan aku tidak paham sama sekali. Hampir 30 menit aku menunggu disana tanpa banyak komunikasi, hanya sebatas pendengar saja, akhirnya Pak Anton datang, beliau datang dengan menggunakan motor bebek dengan tampilan yang formal berdasi.

“Selamat siang semuanya?” Sapa Pak Anton ke kami semua.

“Siang master…!!!” Jawab teman-teman yang lain dengan semangat.

Pak Anton masuk ke sebuah ruangan dan kami disuruh masuk keruang tamu mereka, ruang tamu yang tidak terlalu besar hanya papan tulis putih saja ruangan ini,  sembari aku kembali menunggu, aku mulai berfikir pekerjaan apa yang nanti akan ditawarkan ke aku ya.

“Hallo temen-teman suksesku.. Salam sukses!!!” Sapa Pak Anton dengan tangan mengepal diatas.

“Salam sukses..!!! Kami akan suksesss..!!!” Tiba-tiba orang-orang disekitarku berteriak dengan sangat ramai dan meriah, teriakan mereka cukup membuatku takut, karena terakhir aku mendengar teriakan semeriah itu saat warga dikampungku berhasil menangkap pencuri sapi.

“Kurang keras suaranya!!! Calon orang sukses harus kuat!!!” Teriak Pak Anton dengan semangat.

“Salam sukses..!!! Kami akan suksesss..!!!” Orang-orang disekitarku berteriak lagi dengan lebih semangat dan aku hanya diam saja melihat itu.

“Bapak yang dipojok pakai baju merah..” Ucap Pak Anton tiba-tiba sambil menunjuku.

“Hah.. Saa.. saya??” Tanyaku sambil menunjuk diri sendiri.

“Iya Bapak, Mana suara suksesnya???” Tanya Pak Anton sambil menyuruhku.

“Sa.. saa.  salam sukses..!!! Kami akan suu..suksesss..!!!” Jawabku dengan datar.

“Kurang semangat bapak!!! Lebih keras lagi!!!” Seru Pak Anton sambil menghampiriku.

“Salam sukses..!!! Kami akan suksesss..!!!” Jawabku sambil berteriak kencang sambil melempar botol ke wajah Pak Anton. (Eh.. yang melempar botol itu hanya imajinasiku saja.)

Setelah Pak Anton cukup puas dengan jawabanku, kali ini dia mengajak kami untuk menyanyikan lagu wajib mereka, seperti Indonesia raya tapi versi mereka.

“Cengkraman abadi.. jayalah… dinegeri.. pertiwi… …. …. Kami…  akan.. memberi.. bukti bukan janji… ….. sukses kami… tidak hanya untuk negeri tapi juga untuk seluruh penduduk bumi… jayalah cengkraman abadi..” Kurang lebih liriknya seperti itu, sambil berdiri kami bernyanyi dan bertepuk tangan.

Setelah menyanyikan lagu, Pak Anton mulai bercerita bagaimana caranya menjadi orang sukses, dia menceritakan kisahnya-kisahnya hingga dia menjadi orang sukses dengan pendapatan setiap bulan hampir 10 juta. Cerita itu membuatku sangat antusias mendengarkan setiap apa yang disampaikan Pak Anton, sampai pada akhirnya Pak Anton memberi tahu kami rahasia agar mendapatkan penghasilan sebanyak itu, hampir 30 menit Pak Anton menjelakan bagaimana cara bisa sukses, selama itu juga aku tidak paham dengan yang Pak Anton jelaskan, aku hanya bisa menangkap bahwa Pak Anton memiliki sebuah produk kesehatan  dan produk itu bisa kita konsumsi atau kita jual, kita juga bisa mengajak teman kita untuk bergabung dengan bisnis ini dan kita akan mendapat uang 500 ribu dari uang rekrutan temen kita. Aaahh.. aku juga bingung gimana cara menjelaskan dan memahaminya, aku ingin sekali bertanya tapi malu terlihat bodoh diantara yang lainya, karena yang lain semua terlihat paham dan mengerti.

Setelah hampir 4 jam aku berada ditempat itu, aku memutuskan kembali ke kos, Pak Anton menyuruh aku kembali datang ketempat ini besok dengan mengajak beberapa teman bergabung dibisnis ini,  disepanjang perjalanan aku berfikir keras tentang apa yang dijelaskan Pak Anton dengan harapan aku segera paham.

Sampai dikos aku langsung menceritakan semua kegiatanku ke Agus, aku bercerita bahwa aku akan mendapat pekerjaan apabila aku mengajak teman ke tempat itu, aku jelaskan sebisaku ke Agus dan respon Agus sesuai dengan bayanganku yaitu dia tidak paham sama sekali penjelasanku, sampai akhirnya aku menerangkan ke 3 kalinya ke Agus.

“Gimana Gus paham?” Tanyaku antusias ke Agus.

“Enggak Man?” Jawab Agus dengan tatapan kosong, terlihat jelas Agus berusaha memahami tapi takdir berkata lain, kecerdasan dasarnya sudah jauh terkubur.

 “Yaudah Gus besok ikut aku aja.” Ucapku sedikit gemas.

Pagi hari aku dan Agus berangkat ke kantor Cengkraman Abadi, pakaian kami sudah cukup formal hanya kurang dasi saja. Sesampainya dikantor terkerjut dengan ramainya kondisi kantor.

“Waduh.. Man rame banget ya?” Tanya Agus ke aku.

“Iya Gus, gajinya aja 8 juta, pasti banyak yang mau kerja disini.” Jawabku dengan bangga.

“Wahh mantap Man gajinya..” Sahut Agus sambal melihat kanan-kiri.

“Gus nanti dengerin baik-baik ya apa yang dibicarakan Pak Anton?” Ucapku ke Agus.

“Siiaap Man, aku sudah membawa buku ini.” Jawab Agus dengan bangga.

Akhirnya Pak Anton datang dengan semangat yang sama dengan energi yang sama, hampir 2 jam Pak Anton berbicara didepan dengan kalimat yang sama seperti kemaren, aku dan Agus sama-sama fokus dengan apa yang disampaikan Pak Anton sampai kami berdua sama sekali tidak berbicara.

Setelah kegiatan selesai aku mencoba bertemu dengan Pak Anton untuk menanyakan lebih jelas system kerjanya, karena dijelaskan 2 kali dengan Pak Anton masih saja aku tidak paham.

“Permisi Pak?” Tanyaku ke Pak Anton dengan canggung.

“Iya Bapak, ada yang bisa saya bantu?” Jawab Pak Agus dengan semangat, aku curiga dia setiap pagi sarapan baterai, karena selalu semangat tidak mengenal lemas.

“Saya Wagiman..” Ucapku 

“Iya saya tahu Bapak Wagiman..” Sahut Pak Anton memotong pembicaraan.

“Ini teman saya pak, Namanya Agus..” Ucapku sambal memperkenalkan Agus.

“Hallo Pak Agus..” Jawab Pak Anton dengan ramah.

“Gimana tadi sudah paham ya materinya? sudah siap sukses ya?” Tanya Pak Anton ke kami.

Kami berdua hanya senyum dan menggangguk.

“Yasudah ayo segera daftar, selagi kuotanya masih ada.” Ajak Pak Anton dengan semangat.

Dalam bisnis ini aku harus membayar uang pendafataran sebilai 500 ribu, nominal yang tidak kecil bagi kami. Akhirnya aku pamit pulang dulu ke Pak Anton karena mau mengambil uang untuk daftar, kebetulan saat itu aku hanya membawa uang 100 ribu saja.

Disepanjang jalan aku dan Agus membicarakan tentang apa yang disampaikan Pak Anton.

“Gimana Gus paham kan tadi?” Tanyaku sambil mengendarai motor.

“Enggak Man.. Hehehe..” Jawab Agus cengenggesan.

“Gimana sih Gus, sudah diulang kok gak paham aja bisnisnya.” Ucapku berasa paham, meski sebenarnya aku juga tidak terlalu paham.

“Bahasanya rumit banget Man…” Jawab Agus.

Iya menurutku memang bahasa yang disampaikan sangat rumit, antara kami yang terlalu bodoh atau memang bahasanya yang terlalu tinggi, itu yang membuat kami bingung.

Sesampainya dikos aku melihat Devi sedang diteras sedang mengerjakan tugas, melihat kami lewat Devi langsung berteriak.

“Wooi Gus Man dari mana kalian? Teriak Devi.

“Dari interview kerja Dev.” Sahut Agus menjawab pertanyaan Devi.

Kami datang menghampiri Devi bermaksud ingin menceritakan lowongan kerja ini, kali aja dia tertarik.

“Dev kamu gak pengen kerja?” Tanyaku ke Devi.

“Pengen lah Man, Cuma waktunya yang gak ada..” Jawab Devi singkat.

“Gajinya lumayan loh Dev, 8 juta!!!” Sahut Agus menyela obrolan kita.

“Wow.. beneran 8 juta? Kerja apa?” Tanya Devi mulai antusias.

“Giman yang paham Dev, aku diajak dia soalnya. Man jelasin ke Devi..” Ucap Agus sambil menunjuku.

Aku mulai menjelaskan sesuai dengan apa yang aku pahami dari pembicaraan Pak Anton, hampir 15 menit aku jelasin ke Devi.

“Gimana Dev paham?” Tanyaku ke Devi.

“Paham Man.” Jawab Devi dengan tegas.

“Mau gabung?” Tanyaku lagi.

“Enggak Man..” Jawab Devi.

“Kenapa Dev, cuma bayar 500 ribu bisa 8 juta Dev..” Rayuku ke Devi.

“Sudah banyak bisnis kayak gitu Man dikampusku, itu multilevel marketing.” Ucap Devi.

“Maksutnya apa? Penipuan?” Tanyaku antusias.

“Penipuan sepertinya Man..” Sahut Agus sok tahu.

“Bukan penipuan kok, cuma kerjanya harus extra tidak semudah yang diterangkan..” Jawab Devi mejelaskan.

Kami berdua hanya bisa menganggukan kepala, antara tidak percaya dan tidak paham dengan ucapan Devi. 

“Kalau menurutku ya Man Gus jangan mau kalau sampai disuruh mengeluarkan uang untuk kerja, kita kan kerja untuk cari uang kenapa kita yang malah bayar.” Ucap Devi menasehati kita.

“Dengerin Man... Bener tuh kata Devi. Aku juga bingung Dev dari tadi yang diomongin sama bos nya, muter-muter mulu..” Ucap Agus dengan belagunya, seolah-olah menyembunyikan kebodohanya.

“Dev ayo besok ikut kita, ke kantornya cengkraman abadi, biar kamu tahu sendiri.” Ajaku ke Devi.

“Hadduh Man, mau ngapain..” Jawab Devi menolak.

“Biar kamu tahu bisnisnya, pokonya ikut aja nemenin kami, bentar aja..” Rayuku ke Devi.

“Jangan paksa Devi man, kasian dia kan kuliah.” Ucap Agus yang sok membela Devi, dasar otak kosong, kesal sekali aku melihat expresi Agus yang sok perduli itu.

“Yaudah ayook deh, aku temenin..” Jawab Devi mengiyakan.

Besok paginya kami bertiga datang menggunakan motor, Devi dibonceng dengan Agus, dan aku sendiri. Dikantor cengkraman abadi kali ini jauh lebih ramai dari biasanya, sampai kami bertiga tidak bisa masuk dan terpaksa mendengarkan penjelasan dari Pak Anton diparkiran atau diteras.

Baru saja Pak Anton mamenjelaskan 30 menit, tiba-tiba beberapa warga disekitar mendatangi kami dengan marah-marah.

“Wooiii bubuar..!!! Ngapain kalian setiap hari kumpul-kumpul disini..!!! Jangan bikin rusuh dikampung sini..!!! Penipuan ini..!!!” Sahut beberapa warga yang bisa aku dengar karena terlalu gaduhnya.

Kami bertiga yang kebetulan diluar ikut panik dan langsung bergegas kabur menyelamatkan diri karena takut terjadi apa-apa dengan kami. Sesampainya dirumah Devi marah-marah ke kami.

“Tuh Man beneran kan bisnis itu gak bener..” Ucap Devi Emosi.

“Iya Dev maaf..” Jawabku singkat.

“Untung kita gak dihajar warga..” Ucap Agus mendramatisir.

Meskipun aku juga tahu tidak mungkin kita akan dihajar warga, karena kita disana hanya diluar saja mendengarkan.

Akhirnya aku mulai melupakan pekerjaan di cengkraman abadi yang Devi bilang bisnis multilevel marketing atau MLM, beberapa kali Pak Anton menghubungi aku menanyakan keseriusan dan memberi informasi kantor yang baru katanya.

Tapi yasudahlah cukup tahu saja, bahwa mencari pekerjaan dikota tidak semuda yang ada disinetron-sinetron, dimana ada orang menolong kakek-kakek yang  sedang dirampok lalu orang yang menolong diangkat menjadi anak angkat dan diberi jabatan manager perusahaan, sesederhana itu kalau disinetron.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status