Share

Wagiman
Wagiman
Author: achmad irawan

Sekedar Nama

Namaku Wagiman, tidak ada nama panggilan khusus karena namaku hanya terdiri dari 1 kata. Kata bapak nama Wagiman memiliki arti yang sangat mendalam yaitu laki-laki yang lahir di hari wage. Mungkin kalian bingung mana ada hari wage? Di jawa ada kalender pasar seperti pon, legi, wage sampai kliwon. Mungkin diantara semua nama tersebut hanya kliwon yang cukup banyak orang bicarakan. Karena banyak film horror yang menggunakan kliwon sebagai tambahannya. Contohnya seperti misteri malam jumat kliwon dan lain sebagainya. Ada banyak orang jawa yang namanya memiliki unsur kalender jawa atau pasaran jawa, contohnya seperti Poniman, Legiman untuk cowok dan Poniti, Wagiati  untuk cewek. Mungkin kalau dulu bapak suka kalender yang umum dan aku lahir dihari minggu mungkin namaku akan menjadi Mingguman bukan Wagiman. Nama yang diberikan bapak tidak ada doa spesifik seperti anak zaman sekarang, yang biasanya kelak akan menjadi anak sholeh, menjadi anak yang sukses atau yang lainnya. Bapak memberiku nama ya karena anaknya cowok lahir dihari wage, sudah itu saja. Meskipun aku tahu orang tua pasti selalu memberikan doa yang terbaik untuk anaknya dan tugas anak sebisa mungkin membantu orang tua agar doa dan cita-cita orang tua terkabul. Setelah aku berfikir panjang ada 1 hal yang bisa aku banggakan kepada keluarga bahkan dunia, bahwa aku telah mengabulkan cita-cita orang tua untuk lahir menjadi laki-laki di hari wage. Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara, aku memiliki 1 adik cowok dan 1 cewek, yang membuat berbeda adalah adikku memiliki nama dengan 3 unsur kata sedangkan aku hanya 1 saja. Okelah mungkin bapak belajar dari namaku yang sangat singkat.

Saat ini usiaku 18 tahun aku baru saja lulus dari SMK. Tidak terasa sudah tiga bulan menjadi tunakarya.  Rencananya setelah lulus sekolah ingin kuliah dengan jalur beasiswa, tapi setelah mengetahui bahwa jalur beasiswa hanya bisa menerima dua tipe orang, yaitu orang pintar atau memiliki prestasi dan orang kurang mampu. Aku tidak masuk dalam dua katakter itu karena otakku tidak cukup pintar sehingga membuat prestasi terbaik di usiaku yang sudah 18 tahun hanya sebatas juara 1 lomba tamiya dan keluargaku di kampung dianggap cukup mampu karena memiliki sawah dan hewan ternak, jadi statusnya di antara itu.

Sempat nekat mencoba jalur beasiswa dengan tes. Dengan harapan mendapatkan keberuntungan. Tapi ternyata kebodohan lebih berpihak hingga akhirnya gagal ditahapan yang ke 2. Teman-teman dekatku bilang kalau aku memang bodoh, sedangkan guru-guruku bilang kalau aku kurang beruntung. Jelas aku lebih percaya dengan ucapan guruku karena merekalah orang yang patut didengar ucapannya. Setelah itu aku mencoba lagi hingga tes yang ke-4 kalinya dengan beberapa kampus yang berbeda dan hasilnya tetap gagal. Akhirnya aku datang ke rumah Bu Siti, guruku yang sangat bijaksana dan selalu memberi motivasi untuk terus berusaha.

"Bu aku gagal tes lagi." Ucapku sambil memelas didepan pagar rumahnya.

"Yaudah man mungkin emang disuruh istirahat dulu, gak usah maksa buat tes lagi." Ucap Bu Siti sambil sibuk menjemur baju.

Mendengar ucapan itu membuatku semakin termotivasi, seketika aku mengingat kisah Bill Gates yang membantah ucapan dosennya dan akhirnya menjadi orang sukses dan kaya raya. Dengan percaya diri aku mengikuti tes yang ke-5 kalinya dan hasilnya sama, aku menganggapnya kurang beruntung meskipun dalam otak kecil berbisik 

“Wagiman tolong sudahi kau menyiksa kami!”

Lima kali gagal aku berfikir, Jack Ma saja gagal lebih banyak dari ini dan sekarang dia sukses. Apakah aku harus mencoba tes lagi? Mungkin kadang fikiran positif memang diperlukan bagi orang yang tidak sadar akan kemampuannya sepertiku, hanya sebatas memberi motivasi saja supaya semangat tetap menyala. Beberapa hari aku sibuk mencari solusi supaya bisa kuliah dengan gratis, sampai pada akhirnya aku mendapatkan informasi beasiswa yang lebih mudah dari internet. Aku mendapatkan informasi tentang beasiswa Disabilitas. Sempat terpikir untuk minum es sebanyak-banyaknya agar hidung tersumbat tapi ternyata itu bukan termasuk dalam kriteria Disabilitas. Akhirnya rencana itu tidak terlaksana karena aku anggap terlalu beresiko terkena karma. Sebenarnya beberapa teman sudah menawari pekerjaan atau bahkan mengajak merantau keluar kota untuk mencari pekerjaan, yang menyebalkan tidak ada satupun teman yang mengajak untuk kuliah, semuanya mengajak untuk bekerja. Tapi pikiran masih saja tidak memiliki niatan untuk bekerja, bukan karena malas tapi karena aku sangat ingin melanjutkan kuliah. Tetapi pada kenyataannya tidak semudah itu untuk masuk kuliah. Dengan kondisi mimpi yang masih menggantung di kepala, sudah tidak terasa aku melewati kondisi ini selama 3 bulan. 

Muak dengan menghabiskan waktu yang lama untuk berfikir dan hanya berfikir, di pagi ini aku akan mewujudkan mimpi. Aku bangun langsung berdiri dan berteriak “Saya akan sukses! Saya bisa sukses!”, kalimat itu sesuai dengan yang diberikan oleh motivator sukses yang seminarnya sering aku lihat di youtube. Dengan semangat aku keluar kamar tidur dan di dapur ada ibu yang sedang sibuk memasak.  

“Bu aku mau kuliah jalur mandiri ya?” Ucapku sambil merayu.

“Mau ngapain kuliah man, gak kerja aja biar dapat uang banyak.” Ucap ibu sambil masak.

“Kerja aja yang bener man, gak usah mikir aneh-aneh biar sukses seperti om mu!” Teriak bapak dari ruang tamu.

Mendengar ucapan orang tuaku, pikiran mulai mengatur solusi apa rencana selanjutnya, karena memang saat SMK jurusan yang aku pilih tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Kebetulan jurusan sekolahku adalah kria keramik yang kerjaannya bikin patung atau seni yang sejenisnya. Saat aku harus lulus SMK tanpa melanjutkan kuliah mungkin aku akan menjadi petani atau buruh pabrik, itu bukan suatu profesi yang buruk. Tapi terkadang cita-cita ingin lebih tinggi dari itu.

Di keluarga besarku pendidikan bukanlah suatu yang diprioritaskan. Banyak dari saudara yang sukses menjadi petani, menjadi wiraswasta dan lainnya hanya dengan modal sekolah SMA bahkan SD. Tidak ada satupun dari keluarga besar yang melanjutkan jenjang kuliah, karena mereka berfikir untuk apa kuliah kalau dengan ijazah SMA saja sudah bisa sukses membangun rumah, memiliki sawah dan aset lain sebagainya. Karena di keluargaku menilai kesuksesan hanya dari bagaimana bisa hidup dengan materi yang cukup, karena itu saat aku mulai memiliki niatan untuk kuliah banyak dari keluarga besar termasuk orang tua tidak setuju dengan rencana itu.

Di kampungku hampir semua anak muda yang sudah lulus sekolah menengah umum akan melanjutkan usaha orang tuanya mulai dari bertani, beternak, berdagang sampai bekerja ke luar kota, sedangkan untuk wanita banyak dari mereka yang langsung menikah atau bekerja ke luar kota. Karena itu cukup sulit bagiku untuk mencari teman atau orang yang bisa membantuku untuk meyakinkan orang tuaku bahwa kuliah di zaman sekarang sangat banyak manfaatnya.

Saat aku duduk di teras ditemani secangkir kopi tiba-tiba Agus datang.

“Woi man ngapain ngelamun aja dari tadi?” Tanya Agus dengan antusias

“Aku pengen kuliah gus, tapi orang tuaku gak setuju.” Kataku dengan tatapan kosong

“Yaudah kita ke Kota aja kerja, seperti temen-temen kita, nanti kan ada uang terus kamu daftar kuliah.” Sanggah Agus dengan mudahnya.

Aku sudah 6 tahun kenal Agus, dia adalah teman SMP sampai sekarang sering main sepak bola bareng meskipun beda desa kita cukup sering bertemu. Sampai aku tahu kapasitas otak kepala dia masih di bawah kejeniusanku. Tapi ternyata kali ini dia yang bener-bener bisa memberikan solusi, dia bener-bener jenius.

“Gus kamu sehatkan?” tanyaku sambil memegang wajah Agus.

“Gus kamu habis makan apa?” tanyaku dengan posisi yang sama.

“Gus kamu jenius, sumpah jenius kamu gus!!!“ sahutku penuh semangat.

Melihatku antusias Agus hanya bisa bengong sambil memandangku penuh heran. Aku mulai berfikir bagaimana caraku meminta izin kepada orang tua untuk merantau ke kota untuk mencari pekerjaan tanpa mereka mengetahui kalau aku juga akan kuliah disana.

“Gus nanti kalau bapakku datang bantu aku izin buat kerja di kota ya !!!“ ucapku penuh antusias.

“Hah… aku?” jawab Agus dengan muka bodohnya.

“Lah kan kamu yang punya ide!“ timpalku

“Enggak man.. aku takut dimarahi bapakmu nanti“ jawab Agus dengan ketakutan.

“Enggak gus, bapakku itu orang paling sabar se Asia Tenggara.“ ucapku sambil meyakinkan Agus.

Tidak lama Bapak dan Ibu datang dari Pasar.

“Loh temanmu kok gak dibuatkan minum man?“ Tanya ibuku.

“Iya bu, baru datang Agus.” Jawabku dengan santai.

“Owalah yauda biar ibu buatkan minum dulu.” Ucap ibuku sambil masuk rumah.

Aku melihat muka Agus mulai gelisah, muka hitam nya berubah menjadi Abu-abu yang menandakan kalau Agus sedang tertekan dan sebenarnya dia ke rumahku tidak sengaja karena disuruh belanja kebutuhan pertanian yang tokonya melewati rumahku. Tiba-tiba ibuku datang membawa minuman dan camilan untuk Aku dan Agus.

“Bu.. aku mau kerja ke kota ya sama Agus.“ Ucapku ke ibu.

“Kerja disini aja man bantu-bantu bapak ibu.“ Ibu mencoba melarangku dengan halus.

Bapak tiba-tiba lewat di depan kami.

“Pak aku besok mau kerja di kota sama Agus ya? “ Kali ini aku bertanya.

“Kerja apa gus ?“ Tanya bapak ke Agus.

“A.. a.. anu pak itu loh pak.. kerja ini.." Jawab Agus terbata - bata seperti orang tidak siap bicara.

“Kerja dimana gus…?“ Tanya bapaku antusias.

“Di.. di.. di kantoran pak…” Jawab agus singkat.

“Owalah yaudah kalau emang udah tahu tujuannya ya berangkat aja tidak apa - apa, bapak kasih izin.” Ucap bapak dengan senyuman.

“Hehehe.. i.. iya pak ada..“ Jawab Agus dengan muka kurang pinternya.

Bapak dan ibu kembali masuk, sepertinya ada perdebatan di antara mereka,  tapi bagiku tidak ada masalah yang terpenting Bapak sudah kasih izin menurutku.

“Gus sabtu besok jemput aku ya kita berangkat ke kota!“ Ucapku dengan semangat.

“Hah kamu serius man? Aku tadi cuma bercanda man !“ Jawab Agus dengan muka bingung.

“Sudah pokoknya kita sabtu berangkat ke kota kita kerja di sana, dari pada kamu di rumah tidak ada kerjaan kan.” Kali ini aku yang mencoba meyakinkan Agus.

“Waduh bingung aku, aku harus izin ke Bapakku dulu.“ Jawab Agus sambil beranjak pulang.

Dari kejauhan aku melihat Agus berjalan sambil terus menggaruk-garuk kepalanya, aku berfikir mungkin efek samping apabila Agus diajak mikir berat.

Pada malam hari saat makan Bapak dan ibu menanyakan lagi terkait niatku untuk kerja ke kota dan aku meyakinkan lagi bahwa niatku sangat tinggi untuk bekerja dan akhirnya Bapak ibuku memberikanku izin untuk bekerja ke kota dengan syarat bersama Agus tentunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status