Aku dan Mas Sam bersiap-siap untuk pergi ke kantor polisi. Perkataan Ibu tentang Nirmala tidak begitu jelas, apalagi Ibu menyebutku orang yang bisa membantu Nirmala bebas. Itu lebih membingungkan untukku.
Kami pamit pada Ibu Fatimah dan menceritakan sedikit tentang apa yang terjadi. Beliau hanya mengatakan agar kami tidak gegabah, dan berhati-hati dalam bertindak, dan kalau memang dibutuhkan pengacara, maka pengacara keluarga siap membantu.
"Mas, apa perlu pengacara? Karena May rasa Ayah dan Ibu Denok pasti kebingungan mengurus hal beginian. Apalagi kami tidak pernah terlibat dalam kasus hukum," tanyaku di sela Mas Sam yang lagi fokus menyetir mobil menuju kantor polisi.
"Kita lihat dulu Nirmala terlibat kasus apa. Mas juga nggak mau sembarangan bantu orang May, maaf. Bukan Mas Nggak peduli. Kalau Nirmala terlibat kasus yang memang
"Iya, bosnya yang menuduh dia mencuri perhiasannya. Kata Mala dia difitnah, setahu ibu dia pernah sebut nama bosnya itu Hanin," sambungnya lagi.Aku dan Mas Sam saling tatap."Jadi maksud Ibu, orang yang melaporkan Nirmala ke polisi adalah Hanin, bos Nirmala sekarang?" Mas Sam memastikan lagi. Ibu mengangguk cepat."Sekarang Nirmala dimana?" tanya Mas Sam."Masih diinterogasi di dalam sana," jawab Ayah dengan menunjuk ke arah ruangan yang masih tertutup rapat.Mas Sam berdiri. Dia mengambil ponselnya dan seperti sedang menghubungi seseorang.May, Mas ke sana sebentar," pintanya sambil menunjuk ke ponsel yang berada di telinganya. Mas Sam izin menelepon. Entah siapa yang dihubunginya. Aku mengerjapkan mata dan mengangguk.&nb
"Ibu …!" Nirmala setengah berlari memeluk ibunya setelah keluar dari ruangan interogasi."Kamu baik-baik saja kan? Nggak diapa-apain kan di dalam?" Ibu memindai badan Nirmala dari atas ke bawah, dan menelisik dengan seksama."Bu, Mala baik-baik saja. Cuma capek ditanya banyak pertanyaan." Nirmala bermanja dengan ibunya."Ya sudah, kita pulang. Bolehkan Yah, malam ini aja. Ibu sangat mencemaskannya. Rasanya tidak sanggup membayangkan Mala menginap di kantor polisi," pinta Ibu memohon sangat pada Ayah."Malam ini saja," jawab Ayah datar."Kita pulang," sambung Ayah kemudian. Ia sama sekali tidak menoleh ke Nirmala. Itulah Ayah, kalau marah keras. Tidak ada yang bisa mengubah pendiriannya.Aku dan Mas Sam
"Sam, May. Bagaimana? Apa semua baik-baik saja? Apa kasusnya pelik?" Ibu ternyata belum tidur. Dia menunggu kami di ruang tengah. Aku dan Mas Sam yang berniat langsung naik ke atas terpaksa urung dulu untuk menjelaskan."Nggak papa Bu, cuma salah paham. Nirmala sudah bebas," jawab Mas Sam."Oh, syukurlah. Memang kasus apa? Perkelahian?"Aku dan Mas Sam saling lirik. "Bukan, cuma masalah kecil Bu. Kami naik dulu ya, Bu. Semuanya sudah selesai, Ibu nggak perlu khawatir. lebih baik tidur," pinta Mas Sam. Sepertinya Mas Sam tidak ingin Ibu tahu kalau masalah ini berhubungan dengan Hanin.Ibu mengangguk. "Syukurlah, kalian juga langsung tidur," balasnya.Aku dan Mas mengangguk mengiyakan. Kami naik ke lantai atas beriringan menuju kamar.
Garis dua? Ini beneran? Aku hamil? Masih dengan tangan gemetar aku membuka pintu kamar mandi. Mas Sam, dokter Nisa dan Ibu menatapku penuh harap."May, apa?" tanya Mas Sam menghampiri. Kuberikan test pack tersebut ke Mas Sam. Ia menatap intens benda pipih tersebut. Lalu senyum terkembang dari bibirnya."Dok, ini …?" Mas Sam memberikan hasil test pack ke dokter Nisa. Memastikan.Aku memeluk Mas Sam erat dengan berurai air mata. Mas Sam membalasnya dengan mengusap punggungku."Apa May, hamil kan? Iya kan?" tanya Ibu penasaran."Alhamdulillah, selamat Bu Maysa. Alat tes ini menunjukkan kalau Ibu hamil.""Alhamdulillah," ucap Ibu dengan mengusap wajahnya. "Tuh, kan dugaan Ibu benar. Selamat ya
[May, kamu jangan langsung pulang, muter aja dulu atau beli sesuatu.]Pesan dari Ibu. Pesannya kok gini? Aneh. Kenapa aku disuruh muter dulu, seolah dilarang pulang. Memangnya kenapa?Aku baru pulang ngajar dan lagi di jalan. Sebentar lagi sampai ke rumah, tapi malah dapat pesan begini dari ibu mertua.Ting! Segera kubuka. Kembali dapat pesan dari Ibu.[Hehehe … salah. Maksud Ibu mau ngasih kejutan. Eh, ngirim pesannya begitu. Ketahuan deh.] Aku tersenyum membaca pesan kedua. Oh, ini maksudnya. Ibu mau memberi kejutan makanya menyuruhku muter dulu. Namun sayangnya mobil sudah memasuki halaman rumah. Apa kuminta Mang Diman keluar saja?Namun ada yang menarik perhatianku."Mobil siapa? Ada tamu?" gumamku lirih saat melihat ada mobil yang tidak ku
Sejak naik ke lantai atas, aku tidak turun lagi ke bawah. Mengurung diri di kamar hanya dengan rebahan di atas kasur. Rasa kesal masih menghinggapi relung hati. Aku terus berpikir tentang permintaan gila ibunya Hanin. Seharusnya ibunya berpikir bagaimana cara menyembuhkan sakit jiwanya anaknya, bukan malah menjerumuskan lebih dalam, dengan menuruti semua keinginannya.Suara pintu dibuka, memaksaku menoleh ke arah sana. Mas Sam, ia baru pulang kerja. Aku hanya melihatnya sekilas lalu fokus kembali ke layar ponsel berpura sibuk mengamati isi dalamnya.Saat kami bertaut pandang, tatapan Mas Sam menyiratkan sesuatu. Dia pasti sudah tahu kejadian di ruang tengah dari ibunya. Mungkin juga Ibu cerita tentang aku yang mengabaikannya dengan tidak mau membuka pintu kamar ini saat diketuk. Bukannya tidak sopan, hanya saja aku perlu waktu untuk menenangkan hati yang sempat panas akibat mendengar sebuah per
"Bu Asri masih menghubungi Ibu. Dia terus mengabarkan keadaan Hanin. Ibu belum membalas apapun pesan darinya. Jadi, menurut kalian, Ibu harus gimana?" Tampak gurat kebingungan menghiasi wajah Ibu.Hubunganku dengan Ibu sudah membaik. Semalam kami bicara dari hati ke hati.Aku dan Mas Sam saling lirik di meja makan mendapati pertanyaan Ibu."Gimana May?" Mas Sam ikutan bertanya."Kok May yang harus jawab. Bu, hubungan Ibu sama Ibu Asri itu urusan Ibu. Kalau beliau meminta dijenguk atau meminta support ya silakan saja Bu. May tidak keberatan. Kecuali Ibu ikut mendukung menikahkan Mas Sam sama Hanin, baru May protes dan tidak setuju," ujarku menjawab kerisauan beliau dengan mendelik tajam ke arah Mas Sam.Mas Sam mengerutkan keningnya kutatap seperti itu.
Ibu seperti terkejut saat melihatku datang bersama Mas Sam dan ibu mertua. Namun dia tetap mempersilakan kami masuk."May, kok kamu bawa ibu mertua sama suamimu kemari," bisik Ibu saat aku berdiri di sampingnya."Oh, itu kan May bilang mau ke sekolah pas di telepon tadi, dan waktu itu bareng mereka, Bu," bisikku pula. Sepertinya Ibu tidak suka aku datang bersama Mas Sam dan ibu mertua. Nampak sekali dari raut wajahnya."Silakan duduk besan, izin sebentar mau membuat minuman," ucap Ibu ramah mempersilakan Mas Sam dan ibu mertua duduk."Nggak perlu repot Bu, kita cuma mengantarkan May ke sini. May, Ibu sama Sam pergi dulu, nanti biar Mang Diman yang kemari buat antar kamu ke sekolah. Ibu lupa ternyata ada janji sama klien sekarang ini," ujar Ibu sembari menengok jam di pergelangan tangannya dan beralih