Alenta membuka matanya dengan susah payah, ia kemudian bangkit saat teringat kembali tentang ibunya.
"Jangan dulu bergerak, Alenta! Kau masih belum pulih dan butuh banyak istirahat," teriak Selly saat melihat Alenta akan mencabut infusannya kembali. Selly menghampiri tubuh Alenta dan menahannya agar kembali ke tempat tidur.
"Aku, aku harus menemui ibuku," jawab Alenta keras kepala.
Selly menghela nafas lalu menyentuh bahu Alenta, "Alden sedang mencarinya, kau jangan khawatir. Dia akan langsung kesini dan mengabari semuanya,"
"Ibuku, dia...." Alenta tidak sanggup melanjutkan perkataannya, ia hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apapun karena keadaannya yang masih lemah.
Selly menarik tubuh Alenta ke pelukannya. Ia menepuk pundak Alenta pelan, membiarkan Alenta menangis tersedu-sedu disana.
"Semua akan baik-baik saja, Alenta. Semua akan baik-baik saja, jangan khawatir. Aku dan Alden akan membantumu,"
Alenta mengangguk, ia sanga
Selamat membaca karya saya. Saya penulis baru. Mohon dukungannya semua... Terimakasih
Alden bergegas menghampiri Alenta lalu menarik tangan gadis itu."Kita harus keluar darisini!"Alenta menatap bingung pada Alden, "Ada apa? Kenapa kau terlihat sangat panik?" Tanya Alenta dengan alis terangkat. Ia merasa heran melihat raut wajah Alden yang tegang. "Ada banyak pria yang mencari keberadaan kita di rumah sakit, kita harus pergi," jelas Alden pada Alenta. Alenta terkejut mendengar perkataan Alden, ia menatap pusara ibunya ragu lalu berkata pada Alden, "Tunggu sebentar," Alden menganggukkan kepalanya lalu melepaskan pegangan tangannya. Alenta mundur untuk kembali mengusap pusara ibunya, ia menggenggam nisan sang ibu dengan perasaan berkecamuk lalu berkata dengan nada sungguh-sungguh, "Ma, aku pasti akan membalas semua kesakitan yang Mama rasakan, aku janji," Setelah mengatakan itu, Alenta berbalik dari makam Ibunya lalu berjalan ke arah Alden. Mereka terus berjalan hingga meninggalkan area pemakaman. Alenta mengepalkan tangannya kuat
"Kita harus mengubah identitasmu, Alenta," ujar Alden pada Alenta. Selly yang hari ini mengunjungi rumah Alden melebarkan kedua matanya dengan bingung. "Ada apa ini? Apa aku ketinggalan banyak?" Tanya Selly heran karena sepertinya hanya mereka berdua yang mengerti maksud perkataan Alden. "Kalian berdua, tolong jelaskan padaku apa maksudnya?" Tuntut Selly kembali, ia menatap mereka bergantian. Alenta menatap Selly lalu berkata dengan sungguh-sungguh, "Aku akan membalas semua perbuatan mereka, Selly," ucap Alenta lalu menggemretakkan giginya penuh amarah. Selly terperangah mendengar perkataan Alenta. Selly paham betul maksud Alenta dan kepada siapa panggilan "Mereka" itu tertuju.Ia menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan keputusan Alenta yang gegabah. "Alenta, kau tidak akan menang melawan keluarga Herenson. Mereka punya kekuasaan yang besar di negara ini. Itu hanya akan membahayakan nyawamu," tukas Selly cemas. Kejadian tempo ha
Operasi yang dijalani Alenta berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun. Pemulihan setelah operasinya berlangsung selama satu minggu. Selama itu Alden dan Selly bergantian menjaga Alenta. Hari ini perban wajah Alenta akan dilepas. Alenta sudah menunggu-nunggu hari ini. Selama seminggu wajahnya terasa pengap dan besar karena perban yang masih melilit disana. Ada rasa takut dan gugup yang melanda hatinya tiba-tiba. Bagaimana jika wajahnya berubah menjadi buruk karena operasi ini? Alden telah datang ke ruangannya setengah jam yang lalu sedangkan Selly berhalangan hadir karena jadwal praktiknya yang bentrok hari ini. "Kau gugup hari ini?" Tanya Alden pada Alenta. Alenta mengangguk pelan, ia hanya bisa menggerakkan kepalanya sebagai isyarat untuk menjawab lawan bicaranya. "Baiklah perbannya akan saya buka. Nona Alenta, Anda sudah siap?" Tanya Dokter John, Dokter yang bertanggung jawab atas operasi plastik Alenta. Dokter John adalah teman ayah Selly
Alden memasuki hall room tempat pertunangan Rafael dan Barbara dilaksanakan. Alenta mengekori langkah Alden dari belakang. Terlihat dari jauh, Rafael Herenson telah melambaikan tangan pada mereka dengan senyuman lebar. Alden balas tersenyum, ia menarik tangan Alenta yang terlihat gugup di belakang."Jangan gugup Alenta, ingat kau adalah Kimmy Ara."Alenta menghela nafasnya pasrah saat Alden menariknya untuk menghampiri Rafael. Tidak hanya Rafael, disana juga ada Richard."Kau datang juga," ucap Rafael antusias pada Alden.Alenta berdiri dengan canggung di belakang Alden. Jantungnya berdebar dengan keras, ada rasa khawatir yang ia rasakan saat berhadapan langsung dengan Rafael. Mereka telah menjalin hubungan selama setahun lebih. Bagaimana jika Rafael mengenalinya meski ia telah berganti wajah?Alden menggamit tangan Rafael lalu menjabatnya erat, "Tentu saja aku harus datang untuk melihat pertunangan kawan baikku," sahut Alden dengan senyuman lebar.
"Jadi, Rafael sudah mengundangmu kesana?" Alenta menganggukkan kepalanya penuh tekad mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Alden. Hari ini Alenta akan pergi ke kantor perusahaan Number One. Seperti yang ia dan Alden perkirakan, tanpa butuh usaha lebih dengan sendirinya Rafael pasti akan mengundangnya untuk bekerja di perusahaan itu. Terima kasih untuk wajah operasi plastiknya yang sangat membantu. "Aku tidak yakin jika dia menerimamu hanya karena ingin membalas budi padaku," ucap Alden sambil tertawa. Ia teringat ucapan Rafael kemarin malam. Pria itu berkata akan menerima adiknya untuk bekerja disana sebagai ungkapan balas budi karena telah membantu bisnisnya dengan baik. Alenta ikut terkekeh kecil, "Tampaknya kau sudah mengenal Rafael dengan baik," "Dia pria yang mudah tergoda. Kecantikan wajah Kimmy Ara berhasil menjeratnya. Dia tidak sadar bahwa ia sudah tergoda pada malaikat kematiannya," timpal Alden pada Alenta yang masih sibuk merias penam
"Jadi kamu kehilangan materi yang akan kita bahas hari ini?" Alenta mengendap-endap di depan pintu ruangan Rafael hari ini. Terdengar suara Rafael yang tengah mengamuk di depan sekertaris pribadinya, Karina. Sejak pagi wajah Karina terlihat kusut dan panik. Alenta menggigit bibirnya merasa sangat bersalah pada Karina. Meski sejak kedatangannya Karina terlihat tidak pernah ramah padanya di kantor ini, tapi ia merasa tidak enak karena harus mengorbankan Karina demi rencananya berhasil. Alenta jadi teringat akan kejadian beberapa hari yang lalu, ia berdebat habis-habisan dengan Alden karena tidak setuju dengan rencana ini. "Tidak ada cara lain Alenta. Jika kau ingin rencana kita berhasil maka nalurimu itu harus kita buang." ucap Alden tegas malam itu. Alenta akhirnya menyerah dan memilih menyetujui rencana Alden. Mau tidak mau, Alenta harus menyingkirkan sekertaris pribadi Rafael demi berhasilnya rencana mereka. Alenta menghela nafasnya berat. Da
Alenta bersorak dalam hatinya karena rencananya bersama dengan Alden berhasil. Akhirnya Rafael menerimanya sebagai sekertaris pribadi, hal ini bisa mempermudah jalannya untuk menghancurkan keluarga Herenson. "Besok aku akan mengumumkannya pada tim kita, sebentar lagi jam pulang," Alenta hanya menganggukkan kepalanya paham. "Bagaimana jika aku mengantarmu pulang?" Tawar Rafael tiba-tiba. Mata Alenta kembali mengerjap mendengar perkataan Rafael. Ia berdiri dengan bingung.Apa yang harus ia lakukan sebaiknya? Menerima tawaran ini atau menolaknya? Alenta segera mengangguk kecil dan memilih untuk menerima tawaran Rafael. Tidak akan ada masalah jika Rafael mengetahui rumah Alden, bukan? **** Alden menarik gorden yang menutup jendela kamarnya saat mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. Ia mengernyitkan keningnya saat melihat mobil itu ternyata bukan taksi yang biasa dinaiki Alenta. Matanya menyipit mencoba mengen
"Baik Pak, saya paham. Kalau begitu sampai nanti besok," Alenta menutup panggilan telepon dari Rafael lalu kembali menghadap Alden. "Ada apa lagi dengan pria itu?" Tanya Alden yang menatap Alenta tajam. Alenta mengangkat alisnya melihat tatapan Alden yang tidak ramah. Apa Alden marah lagi? Tapi kenapa? Alenta menggelengkan kepalanya, mencoba mengabaikan pemikiran negatifnya tentang Alden yang terlihat aneh hari ini, mungkin itu hanya perasaannya saja. "Dia memintaku datang lebih awal besok,""Kenapa?" Tanya Alden lagi. "Dia ingin memberitahu seluruh tim bahwa aku akan menjadi sekertarisnya besok," jelas Alenta lalu kembali menikmati makanan yang berada di hadapannya dan mengabaikan tatapan Alden yang tajam. "Tapi kenapa kau harus datang lebih awal ke kantor?" Tanya Alden dengan nada sinis. Alenta mengedikkan bahunya lalu memberikan tatapan heran pada Alden, "Entahlah Alden, aku juga tidak tahu. Kenapa kau sangat sens