Share

Bab 4 - Lelucon Aneh

last update Last Updated: 2023-08-02 16:02:23

"Pfft! Haha, apa kamu sedang membuat lelucon, Al. Lucu sekali."

Tawa Naila pecah seketika. Apa dia tidak salah mendengar tadi jika Ali mengatakan dirinya adalah seorang CEO. Walau Naila tak tamat sekolah. Tapi, dia sedikit mengetahui istilah-istilah sebutan tersebut. Setahunya kepanjangan CEO adalah chief executive officer, jabatan tertinggi dalam sebuah perusahaan.

Naila tak mempercayai perkataan Ali barusan.

"Jadi kamu mengatakan aku berbohong begitu?" Dengan mengangkat sedikit alis matanya, Ali bertanya.

Suara Ali terdengar dingin, membuat tawa Naila menghilang seketika. Dia melempar senyum hambar setelahnya. Naila diterpa kebingungan. Apa harus mempercayai Ali atau tidak. Lihatlah saja, rumah dan penampilan Ali tak mencerminkan Ali adalah seorang CEO. Belum lagi, Ali tinggal di rumah bambu, ukurannya lebih kecil dari rumah Mamanya. Namun, dari kedua mata Ali tak ada kebohongan yang tersirat. Pria itu seakan menegaskan jika yang dikatakannya tadi adalah benar.

Hening sesaat. Suasana mendadak mencekam.

Naila memeluk sendiri tubuhnya kala angin malam mulai masuk melalui sela-sela jendela rumah. Dia tampak salah tingkah, mendapat tatapan tajam dari Ali sekarang. Secara perlahan Naila menundukkan wajah dan tak berani menyanggah perkataan suaminya lagi dan berharap Ali tak menyiksanya.

Pandangan Ali masih tertuju pada Naila. Sedari tadi kedua matanya tak berkedip, memperhatikan reaksi Naila.

"Kalau kamu tak percaya. Ya sudah, yang terpenting aku sudah memberitahumu, Nai." Ali memecah keheningan malam tiba-tiba.

"Maaf, Ali. Aku tak bermaksud, iya aku percaya kalau kamu adalah seorang CEO." Lain di mulut, lain di hati, Naila berusaha menyenangkan hati Ali. Dia tak mau Ali naik pitam lalu melampiaskan kemarahan padanya nanti.

"Hm, iya. Sudahlah, lebih baik kamu beristirahat ke kamar, hari sudah malam, Nai," balas Ali.

Naila mengangguk pelan. Kemudian bangkit berdiri dan memberanikan diri, menatap Ali.

"Kamu juga tidur Al, besok kamu juga akan membajak sawah, 'kan? Susullah aku ke dalam."

"Iya, kamu tenang saja. Aku akan tidur di sini," ucap Ali.

"Kamu tidak tidur ke dalam, Al?" tanya Naila.

Seringai tipis terukir di wajah Ali seketika. "Apa kamu mau menghabiskan malam pertamaku bersamaku, Nai?" Bukannya menjawab pertanyaan Naila. Ali malah balik bertanya.

Mata Naila terbelalak. Dia membekap mulutnya sendiri. Baru menyadari perkataan yang ia lontarkan tadi. Seharusnya dia tahu diri, mana ada pria yang mau menyentuh tubuhnya ini. Naila tak menyadari pipi kanannya merah merona sekarang.

"Sudahlah, Nai. Masuklah ke dalam. Tenanglah aku tidak akan meminta hakku, lagipula kamu pasti keletihan."

Naila reflek menganggukkan kepala. Iya, dia memang lelah karena kemarin mendekorasi sendiri ruang tamu Mamanya untuk dipakai akad nikah hari ini. Meski hanya menikah sederhana. Tapi, dia tak mau melewatkan momen istimewanya.

"Iya, Al. Besok aku akan membuat kamu bekal, tak apa, 'kan?" Naila akan mulai belajar menjadi istri yang berbakti pada sang suami mulai besok.

"Iya, terserah kamu saja, Nai." Kemudian Ali mengalihkan pandangannya ke arah jendela seketika.

Setelah mendengar jawaban sang suami. Naila mengayunkan kakinya menuju kamar Ali. Sesampainya di dalam, Naila melangkah perlahan mendekati ranjang munggil yang sudah tampak lusuh. Kemudian dia duduk di tepi ranjang dan mengedarkan pandangan di sekitar. Walau kecil namun ruangan terlihat bersih. Terdapat lemari kecil di sudut ruangan dan sebuah jendela di sisi kanan.

"Besok adalah hari baru untukmu, Nai. Jadilah istri yang baik. Jangan membuat Ali marah denganmu," gumamnya, sambil tersenyum kecil.

*

*

*

Menjelang pagi. Suara kokok ayam membuat tidur Naila sedikit terusik. Naila melenguh pelan seketik. Secara perlahan-lahan ia membuka kelopak matanya dan hampir saja dia menjerit karena langit-langit kamar begitu asing bagi Naila. Akan tetapi, Naila baru saja tersadar jika sekarang sudah tinggal di rumah suaminya.

"Bodoh sekali kamu, Nai," desisnya pelan sambil duduk perlahan di atas kasur. Mata Naila berpendar sejenak di ruangan. Melihat tak ada tanda-tanda Ali masuk ke dalam ruangan.

Naila tersenyum getir. Semalam dia bermimpi Ali masuk ke dalam kamar. Akan tetapi, itu hanyalah mimpi, tak mungkin pula Ali masuk ke kamar. Namun, mimpi indahnya semalam membuat Naila tidur nyenyak.

Di dalam mimpinya, Ali memeluk tubuhnya dari belakang. Entah mengapa pelukan itu sangat hangat hingga membuat Naila tersenyum sendiri dan hatinya berbunga-bunga.

"Sadarlah, Nai!" Naila menabok pelan keningnya seketika, berusaha mengusir pikiran nakalnya. Dia pun beranjak dari ranjang dan melangkah pergi keluar hendak menemui Ali.

"Ali?" panggil Naila sembari menelisik keberadaan Ali di ruang depan.

Tak ada sahutan, dahi Naila mengernyit samar.

"Ke mana dia? Apa Ali sudah berangkat ke sawah?" ucapnya pada diri sendiri. Karena tak mau menerka-nerka, Naila memutuskan pergi ke dapur. Siapa tahu saja Ali berada di dapur.

"Ali." Sekali lagi Naila memanggil nama sang suami. Namun, tak ada jawabannya. Langkah kaki Naila terhenti ketika melihat secarik kertas di atas lemari kecil di dapur. Secepat kilat Naila menyambar benda tipis tersebut dan membacanya dengan seksama.

'Aku ada di sawah sekarang. Beristirahatlah di rumah, Nai. Jangan pergi ke mana-mana.'

Begitulah kalimat yang tertera di selembar kertas tersebut. Naila menghela napas pelan sebab di hari pertamanya sebagai seorang istri. Dia tidak menyiapkan sarapan untuk sang suami. Namun, Naila akan membuatkan Ali bekal makan siang dan akan mengantarnya ke sawah. Dia pun memutuskan untuk mandi dan bergegas memasak ke dapur.

Siang hari. Sesuai rencananya, Naila pergi menuju sawah sambil membawa rantang makanan.

Di tengah-tengah hamparan sawah membentang, Naila mengayunkan kakinya dengan lincah. Tak sabar ingin cepat-cepat datang ke sawah. Sedari tadi, Naila tak berhenti tersenyum kecil, tengah membayangkan Ali menyantap makanannya dengan lahap nanti.

"Gila kamu, Nai. Senyam-senyum sendiri," ucap seseorang dari samping.

Naila tersentak ketika melihat Rani berada di sampingnya. Langkah kakinya pun terhenti seketika.

"Rani, kenapa kamu ada di sini?" tanya Naila. Dia hapal betul perangai Rani yang tak mau keluar siang hari. Rani selalu beralasan jika terkena panas matahari bisa membuat kulitnya menghitam.

"Apa?!" Rani berkacak pinggang sembari melototkan mata. "Memangnya aku tidak boleh berjalan-jalan?" tanyanya.

"Bukan begitu, Rani. Hanya saja—"

"Sudahlah, tak usah banyak berbicara, mentang-mentang sudah menjadi istri orang lain, kamu sudah berani denganku hah!" Rani langsung memotong pembicaraan Naila.

Raut wajah Naila berubah drastis menjadi dingin. "Berani apa maksudmu, Rani? Kamu lebih muda dariku! Seharusnya aku yang marah denganmu, dari dulu kamu tak pernah menghormatiku sebagai orang yang lebih tua darimu!" balasnya sambil menatap balik Rani.

Selama ini Naila sudah cukup bersabar. Dia tak tahan lagi, sebab Rani selalu memperlakukannya semena-mena. Padahal umur Rani jauh lebih muda darinya.

Rani mulai tersulut emosi. Matanya melotot tajam, seakan bisa keluar dari tempatnya. Rahangnya mengeras, amarah terpancar jelas dari bola matanya.

"Dasar jelek dan tak tahu diri!" seru Rani sambil mendorong kasar tubuh Naila.

Naila terduduk di tanah, hingga rantang berisi makanan Ali pun ikut terjatuh dan berserakan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 124 (AA) - Membuktikan Padamu

    "Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 123 (AA) - Aku Mencintaimu

    Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 122 (AA) - Murka

    Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 121 (AA) - Cemburu

    Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 120 (AA) - Kedatangan Seseorang Tak Terduga

    Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 119 (AA) - Seatap

    Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status