Memiliki paras tak menawan, membuat Naila Taleetha kesusahan mendapatkan jodoh. Ia kerapkali dibuli dan disiksa oleh orang-orang terdekatnya. Menginjak usia 32 tahun, Mama tirinya pun menjodohkan Naila dengan pria yang umurnya jauh lebih muda darinya. Semula Naila menolak. Namun, setelah bergelut dengan batinnya, Naila terpaksa menerima perjodohan. Lebih baik dia tinggal seatap dengan orang tak dikenal, daripada harus menerima perundungan terus-menerus dari saudara dan mama tirinya. Ali Taamir, pria dingin dan misterius, asal-usulnya tidak jelas. Dialah yang bersedia menimang Naila. Entah apa yang membuat Ali mau menerima Naila. Meskipun begitu, Ali memperlakukan Naila dengan sangat baik. Ali juga mengatakan tak menjanjikan cinta pada Naila. Naila memakluminya karena dia tahu diri akan kekurangannya. Di malam pertama, Ali secara gamblang mengatakan dirinya adalah CEO ternama di ibu kota. Naila tak langsung mempercayainya. Namun, karena suatu kejadian tak terduga, Ali terpaksa memboyong Naila ke ibu kota dan akhirnya Naila pun percaya. Naila amat penasaran, apa yang membuat Ali mau menikahinya. Terlebih lagi pernikahan ini tanpa dasar cinta. Apakah alasan Ali menikahi Naila? Penasaran kelanjutannya, yuk ikuti kisahnya. ~ Jangan lupa kasi vote dan berikan komentar agar author semangat menulis.
view more"Masih di sini, Naila. Belum menikah? Adikmu saja sudah menikah tuh.”
Naila yang sedang mengambil pesanan sang pembeli, menghentikan gerakan tangannya. Ia menyibukkan diri sendiri agar tidak perlu menyahuti omongan tersebut.“Cepatlah menikah, Nai,” imbuh pembeli warung tadi sambil tersenyum sinis. “Nanti kamu jadi perawan tua loh.”"Belum waktunya, Bu," ucap Naila sambil menghela napas pelan. Naila sudah terbiasa mendapat pertanyaan tentang menikah dari orang sekitarnya.Mendengar jawaban Naila, tetangga sepuluh langkah itu malah melayangkan tatapan penuh hinaan yang langsung membuat Naila menundukkan pandangan.Naila Taleetha tidak cacat secara fisik ataupun memiliki perilaku yang tidak baik. Hanya saja, ia memiliki kekurangan di wajahnya.Akibat kecelakaan hebat beberapa tahun silam, wajah Naila di sebelah kiri terluka parah. Kini, keadaan wajah Naila amat mengerikan, kelopak mata Naila sedikit menyipit, pipinya hancur sebagian dan berwarna hitam.Kala itu Naila dan papanya hendak pergi ke desa sebelah menggunakan sepeda motor. Namun, naas kecelakaan tak dapat terelakkan, saat sebuah truk dari arah berlawanan melaju dengan sangat cepat. Hingga mengakibatkan Naila terpental jauh dan tubuhnya terseret mengenai jalanan aspal. Sementara, papanya meregang nyawa di tempat.Ketika petugas kesehatan di kampung menyarankan Naila operasi wajah di Jakarta, Naila hanya bisa pasrah sebab ia tak memiliki cukup uang untuk biaya operasi ke ibu kota. Apalagi kehidupannya selama ini hanya cukup untuk makan saja."Haha ngawur, Bu! Bagaimana sih, mana ada yang mau sama Naila. Tampang jelek gini, yang ada malah lari mereka!"Tiba-tiba terdengar suara mama tiri Naila, Mirna, yang tidak sengaja mendengar pembicaraan tersebut, menghinanya seperti yang kerap kali ia lakukan.Setelah mama kandungnya meninggal, Naila kecil hidup bersama Papanya. Namun, sepuluh tahun lalu sebelum meninggal, papanya menikah lagi dengan janda beranak dua, dan kini dia tinggal bersama mama tirinya, yang kebetulan membuka warung kecil di dalam rumah. Setiap hari Naila membantu Mirna, melayani pembeli. Sedangkan, Salem dan Rani, dua adik tiri Naila, merantau ke ibu kota.Mendengar komentar mama tiri Naila, pecahlah tawa wanita berdaster bunga itu seketika."Haha, iya juga ya! Bisa kabur mereka.” Tetangga itu menimpali. “Oh ya, dengar-dengar Rani baru pulang dari Jakarta ya, Mir?""Iya, baru sampai semalam. Sekarang Rani masih tidur di kamarnya.” Mirna keluar dari dalam rumah untuk menyapa tetangganya dengan ramah. Namun, ekspresinya langsung berubah saat melirik ke arah Naila. “Rani kalau pulang banyak bawa uang, nggak kayak si ireng ini, bisanya cuma numpang di rumah! Entah sampai kapan dia ada di sini, mataku sakit melihat wajahnya itu!"Naila hanya bisa menundukkan kepala menyadari kebencian dalam mata Mirna. Ia tidak mengatakan apa pun dan hanya menyerahkan kantong belanjaan ke tangan pembeli."Mending dijodohkan saja, Mir." Si tetangga berambut pendek itu mengambil alih kantong dari tangan Naila. “Sama si itu tuh, pemuda yang tinggal di gubuk di ujung desa! Cocok, kan?Helaan napas berhembus dari hidung mungil Naila, tampak lelah. "Tidak perlu, Bu. Aku bisa mencari jodoh sendiri nanti," kata gadis itu sembari berharap tetangganya mengganti topik.Saat mendengar jawaban Naila, pembeli malah menatap tak suka dan Mirna malah menempeleng kepala Naila tiba-tiba."Eh, nggak usah belagu kamu! Wajah jelek begini mana ada yang mau!"Naila lantas terkejut. Dia memberanikan diri menatap balik Mirna, sedangkan si pembeli tersenyum lebar melihat ketidakberdayaan Naila."Apa?! Berani kamu sama aku sekarang!? Sampai melotot begitu." Mirna mengangkat angkuh dagunya lalu melipat kedua tangannya di depan dada, padahal Naila hanya memandang balik mama tirinya biasa saja.Namun, melihat respons si mama tiri, tanpa sadar Naila mengepalkan kedua tangannya, mencoba menahan rasa kesal dalam hati. Sudah terlampau sering Mirna memperlakukan dia semena-mena. Akan tetapi, tentu kesabaran Naila ada batasnya.Melihat keberanian yang terpancar dari mata Naila, Mirna mendorong tubuh Naila hingga gadis itu tersungkur ke lantai. Rasa sakit mendera tubuh Naila tiba-tiba, hingga ia meringis pelan sejenak.“Anak tidak tahu diuntung! Anak sial!” bentak Mirna. “Tidak cukup membuat suamiku meninggal, sekarang kamu berani menantangku, hah?”Naila tersentak. Hatinya terasa perih.Bukan dia pula yang menginginkan papanya pergi. Apa sebegitu hinakah dia di mata Mirna. Dulu Mirna sangatlah baik padanya. Namun, selepas kepergian papanya. Mirna mulai menampakkan wujud aslinya."Aku malu memiliki anak sepertimu! Umurmu sudah tua, Nai! Dan kamu belum menikah sampai sekarang! Rani yang umurnya lebih muda darimu saja sudah menikah! Cepatlah menikah dan pergi dari rumah ini agar aku tidak bisa melihat kamu lagi!!" lanjut Mirna lagi, seraya menatap Naila dengan dada naik turun penuh kemarahan.Naila tertunduk dalam. Jauh di lubuk hatinya, dia ingin sekali menikah. Namun, siapa yang mau menikah dengan wanita buruk rupa sepertinya. Setiap hari Naila menyembunyikan wajahnya dengan memakai syal di atas kepala. Alhasil di umurnya yang menginjak 32 tahun, Naila belum juga menikah."Permisi, mau beli rokok!" Kedatangan pengunjung lain di warung tersebut lantas menghentikan persengitan yang terjadi antara ibu dan anak itu.Mirna berdecak. Ia berbalik meninggalkan Naila dan bergabung dengan si tetangga yang merupakan teman bergosipnya sementara Naila langsung berdiri.Naila bisa menangkap tatapan menghina di mata mama tirinya dan tetangga tersebut saat mereka memindai pemuda yang baru saja datang."Huek, ya ampun warung ini menjadi bau sekali gara-gara dia datang! Dasar pria miskin!" komentar si tetangga sambil menutup hidung seketika dan melempar pandangan ke arah Mirna. “Itu tuh, yang tadi kubilang pemuda yang bisa kamu jodohkan sama Naila.”Naila menatap pria yang langsung menunduk saat mendengar komentar tersebut. Gadis itu mengamati penampilan si pria yang seperti preman pasar, memiliki rambut panjang sebahu, rahangnya berjambang, ditumbuhi bulu-bulu lebat. Kulitnya pun berwarna agak sedikit kecokelatan dan aroma tak sedap tercium dari tubuhnya.Padahal, Naila tidak mencium bau yang terlalu menyengat. Mengapa si tetangganya tersebut gemar sekali merendahkan orang lain?"Tidak ada bau, Kok. Jangan seperti itu, Bu," kata Naila dengan lembut untuk menguatkan pria di depannya.Sang pembeli melebarkan mata dan memandang Naila dengan tatapan ttidak percaya. Sementara Mirna melototkan mata kala Naila berani melawan. "Diam Naila! Berani sekali kamu sama orang yang lebih tua. Urus dulu itu pembelinya! Dasar anak pembangkang kamu!"Naila hanya mampu menghela napas dalam-dalam setelahnya dan menuruti kata-kata mama tirinya.“Rokok jenis apa ya?" Naila bertanya tanpa menatap sang pembeli kemudian. Ternyata pria itu mengamatinya, entah sejak kapan Setiap kali bertatap muka dengan seseorang, Naila pasti malu. Sesekali dia membenarkan syal di atas kepalanya itu."Seperti biasa."Naila mengangguk.Pria itu adalah Ali, seorang pria yang umurnya jauh lebih muda darinya. Dari kabar burung yang terdengar, Ali adalah mantan anggota mafia, pengusaha bangkrut, anak terbuang, dan masih banyak lagi gosip yang beredar.Namun, itu hanyalah kabar burung. Kenyataannya, pria itu adalah pria yang kerap dihina oleh orang-orang desa karena hanya tinggal di sebuah gubuk sederhana di ujung desa.Naila melangkah menuju kotak penyimpanan rokok dan menyambar benda pipih mengandung nikotin tersebut. Kemudian memberikan rokok itu kepada Ali.Ali meraih kotak rokok dari tangan Naila dan tak lupa membayarnya."Hei! Cepatlah pergi! Aku tak sanggup mencium badanmu itu hah!!!" Sang pembeli memekik tiba-tiba.Naila menoleh. "Bu, sudahlah," balasnya cepat."Naila! Apa-apaan kamu! Bersikaplah baik sama pembeli!" Dengan cepat, Mirna mendekati Naila seketika dan menoyor kepala gadis itu hingga membentur dinding dan terjatuh.Naila terlalu terkejut untuk bereaksi. Rasa sakit menjalar cepat dan membuat matanya mulai berkaca-kaca lagi, menahan rasa sakit dan malu di depan dua orang sekaligus. Naila sungguh tak menyangka, wanita yang selama ini ia hormati, memperlakukannya semena-mena semakin hari."Hei! Apa kamu sudah gila!" seru Ali sambil mendekati Naila."Jangan ikut campur kamu! Anak ini memang tak punya adab!" seru Mirna."Justru Anda dan tetangga itu yang tak punya adab sama sekali!" Ali tak mau kalah.Ketegangan mulai terasa di sekitar."Sudahlah, Ali, aku tak apa." Naila memberanikan diri menatap Ali. Dia teramat senang, karena untuk pertama kalinya ada seseorang yang mau membelanya. Naila tak mau Ali berkelahi dengan Mamanya karena ulahnya.Ali enggan menyahut. Dia malah melayangkan tatapan aneh lagi, yang tak bisa Naila artikan sama sekali saat ini. Naila menundukkan pandangannya kembali."Sudah! Lebih baik kamu pergi sana! Cuih!" Tetangga itu tiba-tiba membuang air liur tepat di wajah Ali.Mata Naila terbelalak seketika, terkejut dengan sikap tetangganya tersebut."Iya, pergi sana kamu!" Mirna menimpali sambil melipat tangan di depan dada.Sementara Ali menghapus cepat air ludah di wajahnya dan menatap tajam wanita paruh baya di hadapannya itu."Tanpa kalian suruh pun, aku akan pergi!" kata Ali lalu melangkah pergi dari warung.Naila menatap punggung Ali bergerak keluar warung. Merasa iba karena nyatanya ada seseorang yang diperlakukan sama sepertinya.“Ck, menyusahkan saja!” sungut Mirna. Ia lalu menyadari tatapan Naila pada pemuda bau yang baru saja meninggalkan warung.Sepasang mata wanita paruh baya itu menyipit. “Hm. Dinikahkan ya. Sepertinya aku bisa menyingkirkan si pembawa sial ini,” batin Mirna.Setelah itu, mama tiri Naila tersebut pergi dari rumah. Naila tidak tahu ke mana wanita itu pergi, yang jelas ia merasa agak lega ketika tidak mendapati keberadaan mama tirinya tersebut di sekitar warung untuk mengomelinya.Namun, bak disambar petir di siang bolong, Naila begitu terkejut saat mamanya kembali ke rumah dan mengatakan akan menikahkan Naila dengan pria yang sama sekali tidak Naila ketahui sosoknya."Apa maksud, Mama? Aku tidak mau menikah dengan pria yang tidak aku cintai!""Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say
Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di
Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata
Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl
Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "
Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments