Share

Bab 5 - Membeli Seluruh Sawah

last update Last Updated: 2023-08-02 16:06:16

"Shftt ...."

Naila mengaduh kesakitan kala tulang ekornya membentur tanah.

Rani melangkah cepat lalu menarik cepat syal putih Naila di atas kepalanya dan menjambak rambutnya seketika.

"Ahk! Lepaskan aku, Rani!" pekik Naila, sembari menahan rasa sakit di rambutnya. Dia berusaha memberontak. Namun, tak bisa kala Rani juga menginjak kuat kaki sebelah kirinya. Rasa sakit di kaki dan kepalanya semakin menjadi-jadi.

Rani tersenyum licik. Ia sudah gelap mata dan gelap hati. Tak peduli dengan teriakan pilu Naila.

"Dasar wanita jelek! Kamu berani denganku hah! Rasakan ini!" Rani semakin menarik kuat rambut Naila hingga Naila menitihkan air matanya.

"Lepaskan aku, Rani!" Naila berusaha bangkit berdiri.

"Haha! Tidak akan!" Seperti seorang psikopat, Rani tertawa terbahak-bahak, menganggap rasa kesakitan Naila adalah kesenangannya. Dia mendongakkan kepalanya ke atas sesaat sambil mengeluarkan tawa.

Saat melihat ada celah, dengan sekuat tenaga Naila bangkit berdiri dan mendorong tubuh Rani sampai terjungkal ke tanah.

"Ahk! Sialan!" umpat Rani, kesal. Karena Naila berhasil terlepas dari jeratannya.

"Hentikan, Rani! Apa kamu tidak ada kerjaan menganggu aku terus? Aku sudah menikah dan tidak tinggal lagi di rumahmu." Naila menghapus jejak air matanya seketika.

Dengkusan kasar terdengar dari hidung Rani. Secepat kilat ia berdiri lalu menatap dingin Naila.

"Menganggumu? Haha! Justru wajahmu itu yang selalu menganggu pandanganku! Walau kamu sudah menikah pun, aku tak peduli. Selama wajahmu membuat mataku sakit! Aku akan selalu menganggumu!" kata Rani lalu melipat kedua tangannya di depan dada.

Naila menggeleng pelan sejenak. Benar-benar tak mengerti dengan pola pikir Rani saat ini.

"Kamu gila, Rani. Aku juga tidak mau memiliki wajah seperti ini. Lebih baik kamu pergi saja dari sini, jika wajahku membuat kamu sakit mata, kembalilah ke Jakarta," pinta Naila dengan suara pelan.

"Kamu mengusirku hah!?" Netra Rani mulai berkabut hitam lagi.

"Menurutmu?" Jika sebelumnya Naila tak berani melawan Rani. Tapi, saat ini dia sudah tak seatap dengan Rani dan statusnya adalah istri Ali.

"Kamu!" Rani melangkah cepat lalu mengangkat tangan ke udara hendak menampar Naila.

Naila reflek memejamkan matanya. Akan tetapi, dahinya berkerut kuat kala tak mendapat sentuhan di pipinya. Kelopak matanya terbuka perlahan-lahan, matanya membola, melihat Ali di hadapannya sedang menahan tangan Rani.

Irama detak jantung Rani tak karuan saat melihat Ali sekarang.

"Berani kamu menyentuh Naila lagi, tanganmu akan aku patahkan!" Dengan raut wajah penuh kemarahan, Ali berseru. Secepat kilat ia menyentak kasar tangan Rani hingga Rani terhuyung ke belakang seketika.

Lidah Rani mendadak kaku, tangannya berkeringat dingin, menahan rasa takut yang melandanya saat melihat tatapan murka dari Ali sekarang. Tanpa banyak kata dia berlari cepat, meninggalkan Naila dan Ali.

Selepas kepergian Rani, Ali mengambil syal Naila di tanah dan memberikan kain berwarna putih tersebut kepada Naila.

Naila mengambil alih syalnya dari tangan Ali dan memakainya. Kemudian menundukkan pandangannya karena tak mau Ali sampai tahu kalau dia menangis tadi.

"Kenapa kamu keluar, Nai? Bukankah sudah aku katakan di rumah saja," kata Ali seketika.

"Aku mau mengantarkan kamu bekal Al, tapi makananmu jatuh." Naila menatap nanar butiran nasi di tanah.

Ali enggan menganggapi. Dia malah mengalihkan pandangan, mengikuti arah mata Naila, melihat nasi dan sayur kangkung bertebaran di mana-mana.

"Tak usah kamu pikirkan, Nai. Aku bisa mencari makan sendiri, kalau aku tak melewati jalan ini, entah bagaimana nasibmu tadi," ucap Ali kemudian. Dia memang tak sengaja bertemu Naila dan Rani yang sedang berseteru.

Naila reflek menatap Ali. "Maafkan kecerobohanku, Al."

"Tak apa, itu juga bukan salahmu, 'kan?"

Anggukan pelan sebagai balasan Naila. "Iya, Al. Aku tak mengerti, mengapa dia masih berbuat jahat padaku. Padahal aku sudah tak tinggal serumah dengannya."

"Iya, mungkin bagi Rani menyiksamu adalah kesenangan untuknya. Maka dari itu, kamu harus bisa melawannya, Nai. Jangan diam saja. Lawan balik dia, jangan lemah! Aku tidak suka istriku lemah!" kata Ali dengan tegas.

Tanpa sadar Naila tersenyum tipis saat mendengar, Ali mengatakan 'istriku'.

"Ayo sekarang kita pulang, aku juga sudah lapar." Ali mengajak Naila untuk pulang ke rumah hendak makan siang.

*

*

*

Sudah seminggu Naila menjadi istri Ali. Sejauh ini Ali memperlakukannya dengan sangat baik. Meski umur Ali lebih muda darinya. Tak seperti tetangga dan orang-orang terdekatnya. Naila begitu senang walau Ali tak menjanjikan cinta. Tapi, sikap Ali yang terlampau baik sudah lebih dari cukup baginya.

Karena tak ada kesibukan di rumah, kadangkala membantu Ali membajak di sawah. Seperti hari ini, Naila sedang melanjutkan perkerjaan Ali dengan menanam padi.

Lima menit sebelumnya, Ali berpamitan pada Naila untuk pergi sebentar ke rumah mengambil rokoknya yang ketinggalan.

Teriknya matahari di atas, lantas tak menghentikan gerakan tangan Naila. Meski peluh keringat membasahi tubuhnya sedari tadi. Naila begitu semangat menancapkan padi ke tanah.

"Hei buruk rupa!" Dari samping, Rani berteriak nyaring membuat Naila terlonjak kaget seketika.

Naila menegakkan tubuhnya lalu menoleh ke arah Rani, sedang berdiri di tepi sawah bersama gadis-gadis desa.

"Haha! Lihatlah si ireng ini berani menatapku!" serunya sambil tersenyum sinis.

Para pemuda-pemudi yang tak sengaja melintas di hamparan sawah tertawa jua.

Naila menatap malas Rani. Masih tak habis pikir dengan pola pikir saudara tirinya itu.

Kalimat umpatan terdengar kembali dari ujung sana. Kali ini Rani memaki Naila dengan mengatakan 'wanita pembawa sial'. Naila memilih melanjutkan perkerjaannya kembali. Karena tak ada gunanya dia meladeni wanita itu, yang acapkali membuat darahnya mendidih.

Sedangkan Rani menatap tajam Naila dengan tangan terkepal kuat. Dia marah karena Naila mengabaikannya. Tanpa pikir panjang, Rani melompat ke atas sawah dan melangkah cepat, menghampiri Naila.

"Naila! Mati saja kamu hah!" Rani menendang kuat punggung Naila hingga Naila terjungkal ke depan.

Naila memekik kesakitan, wajahnya terkena lumpur sawah. Melihat hal itu tawa pun berkumandang di sekitar, baik Rani dan penduduk yang melihat wajah Naila yang digenangi lumpur, tertawa terbahak-bahak.

Sambil menyeka lumpur di wajahnya, Naila berusaha bangkit berdiri.

"Rani! Apa kamu sudah gila hah! Pergi kamu dari sini! Jangan mengangguku lagi!" teriak Naila dengan napas memburu kuat. Dia tak tahan lagi dengan sikap Rani yang sangat keterlaluan, menurutnya sekarang.

"Haha! Kamu tak berhak mengusirku, Naila! Bagaimana rasanya, sakit tidak?" Bukannya takut, wanita berumur 28 tahun itu malah tertawa kuat seraya melayangkan tatapan remeh.

Naila mulai tersulut emosi. Dengan wajah merah padam dia berkata, "Aku memiliki hak! Ini sawah suamiku! Pergi kamu dari sini! Aku tahu kamu ditalak suamimu, 'kan? Kamu pikir aku tidak tahu perkerjaanmu di Jakarta selama ini, Rani!"

Rani terkesiap. Bagaimana bisa, Naila mengetahui jika dirinya ditalak suaminya karena ketahuan berbohong mengenai perkerjaan haramnya. Rani naik pitam. Dia pun kembali menyerang Naila. Namun, Naila kali ini melawan balik Rani dengan menampar pipinya. Alhasil perkelahian pun terjadi.

Para penduduk desa yang melihat perseteruan, tak melerai Naila dan Rani. Mereka malah asik menonton sambil bersorak-sorai meneriaki nama Rani.

"Ahk!"

Naila tersungkur ke sawah seketika hingga keningnya berdarah mengenai batu kecil.

"Rasakan, Naila!" Rani tertawa penuh kemenangan setelah berhasil membuat Naila terluka.

"Naila!"

Tawa Rani dan para penduduk desa terhenti kala mendengar suara Ali seketika.

Tubuh Rani seketika menegang. Dia memundurkan langkah kakinya perlahan-lahan.

Ali baru saja sampai. Saat mendengar bunyi keributan di tengah sawah. Netra Ali terbelalak, melihat Naila tersungkur di atas lumpur sawah. Secepat kilat ia menghampiri Naila dan membantunya untuk berdiri.

"Aku akan mematahkan tanganmu nanti, Rani," kata Ali dengan wajah memerah sambil membopong Naila. Lalu mengedarkan pandangan kepada penduduk yang melihat pertikaian Naila dan Rani barusan.

"Dan kalian semua, apa kalian tak memiliki hati nurani sedikitpun untuk Naila. Kalian benar-benar sudah gila! Tertawa di atas penderitaan orang lain!" Ali berkata dengan sorot mata menyala-nyala.

"Heh! Ali, tak usah menggurui kami! Lagipula Rani dan Naila hanya bermain-main saja tadi. Biasalah adik dan kakak sedang bercengkerama bersama-sama," sahut seorang pemuda yang sedang menanam padi juga, mengulas senyum sinis.

"Iya, benar. Hidup jangan terlalu di bawa serius, Ali! Naila sudah terbiasa bermain bersama Rani, benar tidak teman-teman?" Tetangga Rani juga ikut menimpali.

"Iya benar itu! Haha!" Yang lainnya pun membenarkan perkataan temannya itu.

Naila hanya diam saja. Saat ini menundukkan pandangannya, netranya sudah banjir dengan air mata. Rasa sakit akibat perkelahian tadi, membuat Naila tak mau menanggapi obrolan Ali dan penduduk desa. Sementara, Rani secara diam-diam berjalan pelan hendak keluar dari halaman sawah.

Tangan Ali semakin terkepal kuat. Menahan amarah di dalam dadanya, yang akan siap meledak.

"Kalian semua benar-benar gila, aku akan memberi perhitungan pada kalian! Kalian lihat saja seluruh sawah ini akan aku beli!"

Pecah tawa para penduduk lalu berkata-kata,"Haha! Sepertinya preman pasar ini sedang mabuk berat!"

"Iya, kamu benar. Membeli sawah katanya? Rumah dia saja tak pantas disebut rumah!"

Semakin mendidih darah Ali. "Perlu kalian tahu, kalau aku ini CEO perusahaan A-group ternama di Jakarta, namaku Ali Taamir, apapun bisa aku lakukan. Seluruh sawah di desa ini juga bisa aku beli, bahkan nyawa kalian pun bisa aku beli!" sahutnya, berapi-api.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 124 (AA) - Membuktikan Padamu

    "Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 123 (AA) - Aku Mencintaimu

    Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 122 (AA) - Murka

    Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 121 (AA) - Cemburu

    Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 120 (AA) - Kedatangan Seseorang Tak Terduga

    Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "

  • Wanita Buruk Rupa Itu Ternyata Istri CEO   Bab 119 (AA) - Seatap

    Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status