Share

Bab 2 - Operasi Plastik

"Apa aku masih hidup? Mengapa kamu ada di sini?"

Inara yang baru membuka matanya tampak begitu bingung kala menemukan dirinya tidaklah mati. Dia justru berada di sebuah ruangan rumah sakit VVIP dan ditemani oleh Rizky–pria yang dulu merupakan kekasihnya sebelum menikahi Bram.

Sebenarnya, apa yang terjadi?

Menyadari kepanikan Inara, Rizky pun berjalan mendekat ke samping perempuan itu. "Tentu saja kamu masih hidup. Kini kita ada di Korea dan baru saja melakukan operasi bedah plastik," jelasnya cepat.

Waktu itu, kondisi Inara memang sangat kritis dan harus mendapatkan perawatan intensif.

Hal ini membuat Rizky langsung menghubungi dokter pribadinya untuk mendampingi Inara. Mendengar tim terbaik operasi plastik ada di Korea, pria itu pun menyuruh sang asisten menyiapkan jet pribadinya untuk penerbangan ke Korea.

Dia ingin perawatan terbaik untuk wanita yang dicintainya itu.

"Korea? Bedah plastik? Memang, ada apa dengan wajahku?" bingung Inara lagi.

Entah mengapa, kepalanya seolah tak bisa mengingat apa pun.

Ketika dia mencoba mencari tahu, kepalanya justru mulai terasa begitu sakit.

“Arrgh!” erangnya.

Rizky sontak memegang pundak perempuan itu lembut. “Jangan dipaksa bila tak bisa,” ucapnya menyadari kondisi Inara.

Namun, dia curiga kepala perempuan itu sempat terbentur, hingga melupakan kejadian sebelumnya.

Jadi, Rizky bergegas memanggil dokter yang bertugas di sana untuk melakukan pemeriksaan.

Dalam diam, Inara memperhatikan kesigapan pria yang sejak dulu dicintainya itu.

Sikap Rizky juga masih sama saat dulu mereka dekat.

Hati Inara seketika menghangat. Seketika, dia tersadar satu hal.

‘Apakah aku masih mencintainya?’

******

"Bagaimana, Dok? Apa benar, dia mengalami amnesia?”

Terlihat kecemasan di wajah Rizky setelah sang dokter selesai melakukan pemeriksaan.

"Hanya mengalami amnesia ringan. Ada hal yang dia ingat, dan ada juga yang tak dia ingat. Perlahan, ingatannya akan kembali pulih. Jangan terlalu dipaksakan, biarkan dia mengingat dengan sendirinya!" jelas sang dokter.

Rizky pun menganggukkan kepalanya, tanda mengerti. Dengan telaten, dia memastikan Inara beristirahat dan menerima perawatan terbaik.

Semburat merah pun muncul di wajah Inara kala mengingat segala yang pria itu lakukan beberapa hari ini.

Inara akhirnya juga bisa mengingat kejadian yang mengakibatkan dirinya terluka.

Setelah diperlakukan begitu kejam oleh tiga orang tak berhati, kini dia merasa begitu dicintai. Dia siap menceritakannya pada Rizky.

“Kamu sakit? Mengapa wajahmu memerah?” tanya sang mantan mendadak membuat Inara terperanjat.

“Ti–tidak apa. Mungkin, aku hanya kepanasan,” ucap Inara mencari alasan.

Alis mata Rizky sedikit naik, seolah tak percaya. Namun, dia memilih mengangguk dan membiarkannya saja.

“Oh, iya. Aku sudah mengingat kejadian beberapa waktu lalu,” ucap Inara mengalihkan pembicaraan.

“Benarkah?”

Inara mengangguk.

Perlahan, perempuan itu pun menceritakan kejadian malang di malam itu yang merupakan perbuatan mantan suaminya, mantan mertua, dan kekasih suaminya.

"Apa kamu bisa membantuku untuk menghancurkan mereka? Aku ingin membalas dendam kepada mereka agar mereka merasakan penderitaanku. Maaf, jika merepotkan," ucap Inara lalu menunduk.

Meski Rizky begitu baik, dia tak tahu apakah pria ini mau menolongnya?

"Aku bisa saja membantumu. Namun, itu tak gratis. Kamu harus membayarnya nanti."

"Maksudmu?" Inara menanyakan kepada Rizky untuk memastikannya.

Bukannya menjawab, Rizky justru tersenyum miring. “Tidak usah dipikirkan. Yang jelas, itu tak akan merugikanmu,” katanya cepat, “untuk sekarang, fokuslah pada perawatanmu.”

Jantung Inara berdegup kencang. Terlebih, dia merasakan pria itu mengusap rambutnya lembut.

Sementara itu, di tempat berbeda, Bram sedang bersiap untuk memberikan laporan palsu tentang ketiadaan sang istri di rumah.

Dia akan mengatakan bahwa Inara pergi meninggalkan rumah dengan seorang laki-laki dan tak kunjung kembali.

Dengan begitu, Bram akan mudah mengurus proses perceraiannya dengan Inara karena papi dan ayah mertuanya tak bisa menyudutkannya.

Tak ada pula alasan sang papi untuk menarik semua fasilitas darinya karena bukan dirinya yang “meninggalkan” Inara.

"Aku sudah tak sabar ini melihat reaksi papi dan mantan bapak mertuaku. Hahahaha."

Bram tiba-tiba tertawa dan tersenyum penuh kemenangan.

Dengan cepat, dia mengendarai mobilnya menuju rumah orang tuanya, lalu mencari keberadaan sang papi.

"Mau apalagi kamu datang ke sini? Papi benar-benar kecewa dengan kamu. Papi minta sekarang, kamu kembalikan mobil yang kamu pakai saat ini. Kamu sudah tak berhak menikmati mobil itu," ucap Papi Susilo ketus kepada sang anak.

Dia langsung merebut kunci mobil itu, dari Bram, dan juga mengusir Bram dari rumahnya.

"Pi, aku mohon dengarkan aku dulu! Ada berita penting, yang harus papi ketahui."

Papi Susilo langsung berhenti mengusir Bram, dan kini menatapnya serius. “Apa itu?”

"Semalam, Inara pergi meninggalkan rumah bersama seorang laki-laki. Dia meminta aku mengurus perceraian dengannya karena dia ingin menikah dengan laki-laki itu," jelas Bram kepada sang papi.

"Hah?" pekik Pak Susilo terkejut.

"Inara melakukan hal itu? Tidak, Itu tidak mungkin! Inara tak mungkin semurah itu. Pasti, kamu sedang membohongi papi 'kan? Agar kamu bisa bersama wanita itu, dan tetap mendapatkan fasilitas dari papi?" tambahnya lagi.

Meski Susilo terlihat kuat dan tak percaya dengan ucapan sang anak, tetapi dadanya terasa sakit.

Dia segera memegang dadanya, karena terkena serangan jantung.

“Bram!” teriak pria paruh baya itu meminta pertolongan, “Papi–”

Namun bukannya cepat menolong, Bram justru terlihat santai.

Dia tersenyum melihat keadaan Susilo.

Baginya yang sudah cinta buta terhadap Monika, dia berharap papinya pergi meninggalkan dunia untuk selamanya.

Demikian, dia bisa menguasai semua harta kekayaan papinya.

Mami Diana yang sedari tadi memperhatikan itu semua, tampak terkejut.

Dia pikir sang anak akan menolong Susilo. Namun, Bram hanya tersenyum saja?

Segera, Diana menepuk keras bahu sang anak. "Bram, ayo kita tolong papi! Mengapa kau diam saja? Bagaimana kalau sampai nyawa papi tak tertolong?"

“Baik, Mi. Maaf, tadi Bram terlalu syok,” ucapnya penuh alasan.

Dengan terpaksa, dia membawa Pak Susilo ke rumah sakit.

Hanya saja, tanpa seorang pun tahu, pria itu sangat bahagia.

"Ini baru papi. Aku ingin lihat reaksi kedua orang tuanya Inara saat mereka tahu anak mereka menghilang tanpa jejak. Semoga saja si Yusuf langsung mati, agar tak menyusahkan lagi," kata Bram dalam hati.

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
ya Allah anak gilaaaaa,,awas kamu bram
goodnovel comment avatar
Diajheng
Alhamdulillah kamu selamat inaraaa begitu baiknyaa sang mantanmu ini yaa semoga aja ini adalah jodohmu yang tertundaa dan dia juga sanggup membantumu untuk membalaskan dendam mu atas semua sakitmu.. semangat ya nara
goodnovel comment avatar
Rini Rachmawati
wah, bram sama ayah nya sendiri tega banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status