Sesuai janji, Inara pun pergi ke perusahaan Rizky setelah bersiap-siap sejak pukul 4 pagi.
Kini, sebuah gedung pencakar langit di daerah bisnis Jakarta menyambut Inara.Perempuan cantik itu terdiam.Perusahaan milik Rizky tampak jauh lebih besar dari milik keluarga mantan suaminya dulu. Hal ini membuat Inara semakin gugup kala mengingat bahwa dia akan menjalani hari pertama bekerja di sana.Namun, dia menguatkan diri. Dengan elegan, dia menuju ke bagian resepsionis."Permisi Mba, saya sepupu Pak Rizky. Apa saya bisa bertemu dengannya?" sapa Inara sopan.Sang resepsionis memperhatikan Inara yang tampak cantik dan seksi, serta barang-barang branded melekat di tubuhnya.Ada kekaguman di mata resepsionis itu pada Inara. Namun, gadis itu tak terlalu menyadarinya."Sebentar ya, Kak. Pak Rizky belum sampai kantor," jelas sang resepsionis cepat.Inara pun menganggukkan kepalanyaUntungnya, tak lama kemudian Rizky datang.Pria tampan itu mengajak Inara masuk ke ruangannya.Sesuai dengan rencana, mereka berdua harus berakting seperti sepupu di depan semua karyawan di perusahaan itu."Oh, iya. Sebentar lagi, aku panggilkan HRD di sini. Namanya Pak Andi. Ingat, kenalkan diri kamu sebagai Felisa. Bilang saja, kamu sepupu jauh aku dari mamaku!"“Baik.”Inara pun mengiyakan ucapan Rizky. Mereka mendiskusikan beberapa hal, sebelum ketukan di pintu mengalihkan atensi keduanya.“Permisi, Pak Rizky, ” ucap seorang pria yang diyakini Inara sebagai HRD di kantor Rizky.“Selamat pagi, Pak Andi. Perkenalkan ini Felisa, sepupu saya.”Inara pun tersenyum membuat Pak Andi sedikit terpesona."Mulai hari ini, saya ingin Felisa menjadi sekretaris pribadi saya. Untuk gaji awal, saya akan membayar gaji dia delapan juta rupiah," jelas Rizky kembali.Pak Andi pun sadar. Ia segera memproses kontrak Inara.Untungnya, tak butuh waktu lama, Inara atau Felisia telah resmi menjadi sekretaris Rizky."Sabtu ini, ada pertemuan para pengusaha di Jakarta. Aku yakin, mantan suami kamu itu datang ke acara itu. Apa kamu sudah siap bertemu dengannya? Pertemuan ini diadakan 1 tahun sekali, dan boleh membawa pasangan," ujar Rizky kepada Inara cepat."Iya, aku sudah siap bertemu dengannya."Inilah saat dia merencanakan pembalasan kepada mantan suaminya. Dia akan tampil cantik dan menggoda mantan suaminya.Bram pasti tak akan mengenali mantan istrinya yang sudah sangat berubah!Di sisi lain, Rizky tak berkedip menatapnya. Dia begitu terpesona pada Inara.“Kenapa kamu menatapku seperti itu?” panik Inara kala menyadari tatapan Rizky, “Aneh ya? Apa terlalu seksi pakaianku? Atau mungkin, make-upnya terlalu tebal?”Entah mengapa, pendapat Rizky begitu penting untuknya.Padahal, dia sungguh percaya diri. Namun, perbedaan reaksi Rizky membuatnya khawatir.Alih-alih menjawab, pria itu justru berkata, "Sudah, tak usah dipikirkan! Lebih baik, kita berangkat sekarang. Aku sudah tak sabar, ingin melihat reaksi mantan suami kamu. Kita lihat nanti, dia akan datang dengan siapa!""Saat dia menghampirimu, anggap saja, kamu tak mengenal dia!" tambahnya lagi.Inara mengerutkan dahinya bingung. Namun, memilih mengangguk. “Baik.”Tak lama, mereka pun sudah dalam perjalanan menuju tempat acara berlangsung.Rencana pembalasan akan mulai dilakukan.Suasana tegang menghampiri Inara. Dia merasa canggung bertemu dengan orang-orang kelas atas."Dia datang. Setelah ini, kamu tengok ke sebelah kiri!" bisik Rizky.Inara tersenyum sinis. "Ternyata, dia datang bersama wanita murahan itu. Aku ingin lihat, gimana reaksi dia jika aku mendekati Bram nanti."Sementara itu, Bram yang melihat senyumannya, tak berkedip sama sekali. Dia begitu terpesona dengan kecantikan wanita di hadapannya."Mas!" Monika memanggil Bram sedikit keras.Dia merasa kesal, karena kekasihnya tak berkedip memandang wanita cantik di hadapan mereka. Mata keranjang Bram benar-benar tak bisa dikontrol.Sadar menjadi pusat perhatian, Bram mendelik tajam."Kamu ini apa-apaan sih? Buat malu saja!" ucapnya sedikit membentak Monika.Berbeda halnya dengan Monika, yang merasa malu diperlakukan seperti itu oleh Bram.Inara justru tersenyum puas dalam hati. Dia yakin, akan berhasil menghancurkan hubungan Bram dengan Monika."Ayo, kita ke sana!" ajak Rizky tiba-tiba.“Kenapa?” panik Inara menyadari pria itu menggandeng tangannya pergi meninggalkan Bram yang sedang bertengkar dengan Monika."Tenang saja! Aku lakukan ini, hanya untuk melancarkan rencana kamu! Bukan untuk mencari kesempatan," ucap Rizky pelan. Namun, masih bisa terdengar Inara.Benar saja, kepergian Inara tersebut tak terlepas dari pandangan Bram.Dia bahkan memperhatikan saat Rizky dan Inara berpisah.Rizky bergabung dengan pengusaha lainnya, sedangkan Inara akan pergi mengambil minuman dan juga cemilan."Oh, jadi wanita itu kekasih laki-laki itu? Pantas, aku baru melihat dia. Aku kira, dia seorang pengusaha wanita. Penampilannya begitu anggun, wajahnya sangat cantik. Monika kalah jauh darinya. Sayang, dia kekasih laki-laki itu," gumam Bram dalam hati."Bram!” Teriakan Monica menghancurkan konsentrasi Bram.Pria itu sontak memutar bola matanya malas.“Aku menyesal mengajakmu ke sini kalau kamu ribut terus! Sudah sana, lebih baik kamu pulang! Jangan permalukan aku di depan para kolegaku" usir Bram kejam pada Monica–seolah wanita itu bukanlah alasannya sampai tega menghabisi nyawa mertua, istri, dan bahkan menyakiti sang papi."Oh, kamu sudah berani mengusir aku? Pasti karena ingin mendekati wanita itu 'kan? Aku gak mau pulang!"Bram hanya menghela napas panjang.Mau tak mau, dia harus menuruti kekasihnya. Namun, saat Monika ke toilet, Bram langsung mengambil kesempatan mendekati Inara–untuk berkenalan."Hai, sendiri saja. Kasihan wanita cantik, dibiarkan sendiri seperti ini. Dia kekasih kamu atau suami kamu?" ucap Bram to the point dengan senyum khasnya."Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol