Inara tersenyum. Diam-diam, dia bersorak dalam hati karena Bram sudah mulai masuk perangkapnya.
"Dia bosku di perusahaan tempatku bekerja. Dia memang kerap mengajak aku, untuk menemani dia. Sebaiknya, kamu pergi dari sini! Nanti istri kamu akan marah padamu, jika melihat kamu mengobrol padaku," sahut Inara pura-pura bodoh."Istri? Aku sudah bercerai, dia meninggalkan aku dengan selingkuhannya. Wanita yang datang bersamaku, bukan istriku. Dia hanya sedang dekat denganku. Tapi, sepertinya aku akan tergoda denganmu. Apa aku boleh berkenalan denganmu? Siapa nama kamu? Saat bertemu kamu, aku merasa seperti sudah mengenal kamu dekat. Mungkinkah, aku jatuh cinta pada pandangan pertama," ucap Bram dengan tak tahu malunya.Inara tertawa.Ucapan Bram begitu lucu terdengar di telinga Inara.Dia tak menyangka, kalau Bram akan secepat itu tergoda dengannya. Sungguh menjijikan!"Ternyata, kamu bukan laki-laki yang setia. Aku kira, setelah kamu melenyapkan aku. Kamu akan menikahi kekasih tercintamu," ucap Inara lagi.Suatu hari nanti, dia akan membuat Bram mati terkejut saat mengetahui dirinya belum mati. Bahkan, mampu membuatnya begitu tergila-gila.Sementara itu, Monika yang baru saja datang dari toilet, begitu terkejut melihat keduanya bercengkrama.Dia sontak langsung mengamuk dan Inara menjadi sasaran empuk.Byur!Diambilnya soft drink dan langsung menyiramkan minuman itu ke wajah Inara.Melihat kekacauan yang di luar rencana, Rizky yang sedang bersama pengusaha lainnya, pun datang menghampiri mereka.Pria itu tampak sangat marah."Berani kamu menyentuh orangku, akan kupenjarakan kau! Seharusnya, kamu itu marah pada suami atau kekasih kamu. Bukan malah mengamuk ke sekretarisku!" ucap Rizky tegas.Mendengar itu, Inara menahan tawa. "Mungkin, dia ada pengalaman menjadi seorang penggoda, makanya, dia sangat takut kekasihnya digoda wanita lain," timpalnya menyindir Monika.Seketika saja, kekasih Bram itu marah.Dia hendak menampar wajah Inara. Namun, Rizky sudah lebih dulu menangkapnya dan memelintir tangannya.“Arrgh! Lepaskan! Tolong!” erangnya meminta tolong.Rizky akhirnya melepaskan tangan Monika.Wanita itu begitu terkejut, hingga kehilangan keseimbangan dan terjatuh."Bawa kekasihmu pergi dari tempat ini, sekarang juga! Jika kamu berniat mendekati sekretaris saya, bersikaplah gentle! Kamu harus memilih, sekretaris saya atau kekasihmu!" tantang Rizky pada Bram. Dia ingin lihat, siapa yang mantan suami Inara itu pilih.Bram langsung menarik tangan Monika dengan kasar–meninggalkan tempat itu.Rizky dan Inara saling menatap–memberi isyarat bahwa rencana mereka mulai bekerja.Sementara itu, Monika masih terus meronta dari Bram.Namun, pria itu seolah menulikan telinganya."Lepas! Aku benar-benar kecewa sama kamu, Mas. Bukankah kamu mau nikahi aku secepatnya? Aku capek dengan harapan palsu. Kalau kamu tak menikahiku, tak apa. Tapi, aku akan laporkan kepada polisi perbuatan kamu kepada Inara. Biar kamu masuk penjara, dan hidup kamu hancur. Jika aku tak bisa memiliki kamu, dia pun tak boleh memiliki kamu!" ancam Monika berani.Dia memang memiliki kartu AS Bram.Pria itu sontak terdiam.Bram teringat rencana awal mereka, yakni menikah.Tak ada lagi yang akan menghalangi hubungan mereka lagi.Sang papi sudah tak berdaya. Semua harta kekayaan Pak Susilo dikuasai Mami Diana dan juga Bram.Lantas apalagi yang ditunggu?Hanya saja, senyum wanita yang namanya Felisa tadi terus terbayang di pikirannya. Bram berusaha menepisnya.Seketika, pria itu pun menghela napas. "Iya, aku akan menikahi kamu secepatnya," ucap Bram menenangkan Monika.Wanita itu sontak tersenyum bahagia. "Serius? Yes! Makasih, Mas.”Segera dia memeluk Bram erat.Dalam bayangannya, dia dapat menguasai harta pria itu secara perlahan.Toh, mana sudi dia mencintai pria kejam seperti itu kalau bukan karena harta?Sayangnya, Bram tak tahu akan itu.Monika tersenyum dalam hati. Terlebih, pertengkaran keduanya seketika digantikan tentang rencana pernikahan mereka.Monika akan memastikan pernikahannya sangat mewah, hingga membuat orang-orang iri padanya! 'Memang paling bahagia jika memiliki pria kaya yang bodoh,' batinnya dalam hati.Sementara itu … Inara dan Rizky juga sudah memutuskan untuk pulang.Mereka kini berada di apartemen Inara.Namun, perempuan itu tampak sedikit murung."Ada apa?" tanya Rizky pada akhirnya."Rizky, aku ingin bertemu bundaku," jawab Inara cepat, "apakah boleh?"Meski senang karena rencana menghancurkan Bram tampak menunjukkan keberhasilan, tetapi melihat wajah orang-orang yang dibencinya membuat Inara muak.Rizky mengangguk, mengerti.Sebenarnya, pria itu bahkan ingin merengkuh tubuh Inara untuk menenangkannya.Namun, Rizky menahan diri. Dia tak ingin Inara menganggap dirinya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan."Aku mengerti perasaanmu, Ra. Tapi, keadaan bisa menjadi kacau bila mereka tahu kalau kamu Inara!" tegasnya sembari bersedekap tangan di dada.Matanya menyorot Inara dalam. Bukannya dia ingin memisahkan Inara dengan keluarganya yang tersisa, tetapi rencana balas dendamnya justru bisa gagal bila Bram dan orang-orangnya mengetahui Felisa adalah Inara. Mereka bisa saja waspada pada keduanya. Bahkan, berbuat hal yang lebih nekad.Seketika, suasana yang melingkupi keduanya menjadi tegang.Inara bahkan menunduk--mencoba berpikir dengan tenang.'Benar juga, apa yang dikatakan Rizky,' batin Inara pada akhirnya, 'aku tak boleh gegabah.'"Bagaimana Inara?" tanya Rizky menyadarkan perempuan itu dari lamunannya.Seketika Inara pun mengangguk.Melihatnya, senyuman perlahan muncul di wajah Rizky. "Baiklah. Nanti, biar aku yang menemui Bunda-mu," ucapnya."Benarkah?""Tentu saja. Aku rasa, beliau masih ingat denganku yang nyaris menjadi calon menantunya dan masih berharap menjadikannya anaknya istriku," tamba Rizky lagi.Deg!Jantung Inara berdegup kencang. "I--istri?""Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol