Rizky tersenyum mengingat wajah Inara yang tampak terkejut.
Rasanya, pria itu ingin memeluknya dan tak melepaskan Inara selamanya.Sayangnya, dia masih harus menahan diri.Rizky pun mencoba fokus ke rencana berikutnya."Assalamualaikum."Sesuai janjinya pada Inara, Rizky datang menemui ibunya."Waalaikumsalam," balas wanita paruh baya itu, tetapi wajahnya terkejut kala menyadari siapa pria di depannya, "Rizky?"Pria tampan itu sontak melebarkan senyumannya.Ternyata, dugaannya tak salah.Ibu Inara memang masih mengingatnya, meskipun dia gagal menikah dengan anaknya.Tentu saja, ini kesempatan baginya untuk mendekati Bunda Annisa.Tak butuh waktu lama, Rizky diajak masuk ke dalam rumah. Mereka kini sudah berada di ruang tamu."Bunda kenapa?" Rizky bertanya.Entah mengapa, Bunda Annisa seketika menangis. Melihat Rizky, dia menjadi teringat anaknya yang belum juga ditemukan."Pasti kamu ingin menemui Inara 'kan? Inara hilang, Nak," ucap Bunda Annisa sembari sesegukan, "mantan suaminya bilang, Inara pergi meninggalkan rumah bersama seorang laki-laki. Sebelum pergi, Inara juga meminta cerai dari suaminya.""Apa kamu bisa membantu bunda mencari Inara? Jika kamu berhasil, bunda tak akan melarang kalian menikah. Itu pun, jika kamu masih menginginkannya," timpal Bunda Annisa lagi.Dia tahu, kalau Rizky dulu sangat mencintai anaknya. Hanya saja, keadaan saat itu tak memungkinkan. Ayah Inara lebih memilih anak yang banyak berjasa kepada mereka, karena merasa keluarga Rizky tak mungkin menerima putrinya.Tapi, apa yang terjadi? Inara justru hilang entah ke mana.Sementara itu, Rizky berteriak dalam hati. Inilah kata-kata yang dia harapkan sejak dulu.Andai kata-kata ini sejak dulu sudah terucap, pasti Rizky akan nekat menikahi Inara saat itu juga tanpa peduli penolakan orang tuanya."Aku akan mencoba mencari keberadaan Inara. Bunda tak perlu khawatir! Aku yakin Inara pasti baik-baik saja. Mungkin saja, semua ini adalah rencana mantan suaminya agar bisa terlepas darinya." Rizky mengatakan kepada Bunda Annisa.Bunda Annisa terdiam sebelum mengangguk. "Ayah pun waktu itu mengatakan demikian. Kami tak percaya kalau Inara akan melakukan hal itu. Tapi, kami tak memiliki kekuatan. Bahkan, gara-gara mantan suaminya itu, ayah menjadi meninggal."Wanita paruh baya itu menangis kembali. Hatinya terasa sakit kala mengingat kejadian waktu itu.Melihat itu, Rizky menjadi tak tega. Namun, dia belum bisa mempertemukan Inara dengan ibunya untuk saat ini."Bunda tenang dulu, ya! Berdoa saja, semoga Inara segera ditemukan dalam keadaan selamat dan sehat. Sehingga, Bunda bisa berkumpul kembali dengan Inara." Rizky mencoba menenangkan.Annisa pun akhirnya menganggukkan kepalanya.Rizky adalah pahlawan bagi Inara. Entahlah, bagaimana nasib Inara dan keluarganya jika tak mendapatkan pertolongan dari Rizky.Di tempat berbeda, Monika dan Bram terlihat sudah bersiap-siap.Dia akan mulai melakukan persiapan pernikahan mereka.Rencananya, resepsi akan diadakan di Pulau Dewata Bali, sesuai permintaan Monika.Memang, Ssmenjak Bram yang memegang kendali keuangan papinya, Monika semakin menjadi-jadi.Namun, Bram masih tak menyadarinya. Lambat laun perusahaan bisa hancur, jika uangnya dipakai untuk kepentingan pribadi. Bram kerap memanjakan Monika."Kenapa?" tanya Monika, saat melihat wajah kekasihnya gusar."Ekhm, biasa. Mami minta aku transfer uang ke rekeningnya," jawab Bram."Kamu jangan terus menerus memanjakan mami kamu! Uang kita bisa habis, kalau terus seperti ini. Aku yakin, pasti dia ingin memberikan uang itu untuk berondongnya." Monika tampak memanas-manasi Bram.Padahal, kelakuan dia dengan Mami Diana sama saja. Tanpa sepengetahuan Bram, dia sebenarnya sudah berselingkuh dengan laki-laki lain.Bram benar-benar bodoh!Diperalat dua orang wanita yang kelak akan menjerumuskannya dan menghancurkan dia.Di sisi lain, Papi Susilo tampak menatap sang istri yang saat itu sedang berdandan dan sudah berpakaian rapih. Wajahnya menunjukkan kemarahan.'Kamu benar-benar keterlaluan! Aku sakit, kamu justru malah enak-enakan di luar sana,' ucap pria tua dalam hati.Mami Diana yang baru saja selesai berdandan sontak terkejut, karena sang suami menatapnya dengan tatapan tak biasa."Mengapa ekspresi kamu seperti itu? Pasti, kamu tak suka ya melihat aku seperti ini? Tapi, kamu bisa apa? Lihatlah kondisi kamu saat ini. Kamu itu sudah tak berdaya. Wajar dong jika aku menjalin hubungan dengan Laki-laki lain dan melampiaskan nafsuku," hina Diana kejam.Dia bahkan tak menyadari, kalau yang dia lakukan sangat salah."Kamu tak perlu khawatir. Hal ini tak akan lama, karena aku akan membuang kamu ke jalan. Seperti yang aku dan Bram lakukan kepada menantu kesayangan kamu itu. Hahahaha."Dia terlihat begitu bahagia. Berbeda halnya dengan Papi Susilo yang begitu terkejut mendengarnya. Hatinya terasa panas. Namun sayangnya, dia tak memiliki kekuatan untuk menceraikan istrinya, dan melaporkan wanita yang masih berstatus istrinya ke polisi.Dia akhirnya tahu. Kalau semua ini adalah rekayasa istri dan anaknya. Dia berharap, suatu saat nanti bisa bertemu dengan Inara kembali."Aku akan membalas semua yang kamu dan Bram lakukan kepadaku! Biar kalian merasakan, dinginnya lantai jeruji!"Rasa cintanya kepada sang istri, telah hilang. Berganti rasa benci yang membara.Mami Diana pergi meninggalkan Papi Susilo begitu saja. Dia sudah berjanji dengan berondongnya, akan bertemu sekarang."Ya Tuhan, aku mohon padamu! Sembuhkan penyakitku. Agar mereka tak lagi bersikap semena-mena kepadaku," ucap Papi Susilo dalam hati.Diana wanita yang tak tahu diri. Dalam kondisi suaminya seperti saat ini, dia justru menghambur-hamburkan uang demi mencari kepuasan semata.Mami Diana tak menyadari, kalau Romeo kelak akan menghancurkan dia dan hanya menginginkan uang saja."Sayang, apa kamu mau menikah denganku?" goda Romeo sambil memainkan alisnya.Diana tampak tersipu malu, wajahnya memerah. Dia seperti anak muda yang baru merasakan jatuh cinta. Saat ini Romeo masih duduk di bangku kuliah. Dia memang kerap bermain dengan Tante-tante yang kesepian."Tapi, ada syaratnya!"Mami Diana tampak mengerutkan keningnya."Aku tak ingin melihat wajah suamimu di rumah itu. Hal itu dapat merusak moodku," ucap Romeo dengan tak tahu malunya.Mami Diana tampak terkejut mendengar penuturan Romeo. Sungguh, dia bingung.Siapakah yang dia pilih? Mungkinkah dia tega membuang suaminya ke jalan?"Aku....""Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol