Share

Bab 6. Penguntit

"Anak ini belum dijemput, ya, Bu? Sudah sore menjelang maghrib, lho, ini, Bu," ujar Marvin yang saat itu hendak pulang. 

Hana memandangi langit yang sudah mulai senja. Dan benar saja, hari sudah mulai sedikit gelap dan dia belum pulang juga.

"Iya, Pak. Sebentar saya coba hubungi mamanya Sela. Tadi Beliau bilang kalau memang terlambat," kata Hana. 

"Ya Allah ... ponselku mati. Gimana ini?" gumam Hana yang baru sadar. 

"Ada apa, Bu Hana? Ada masalahkah?" tanya Marvin yang melihat Hana kebingungan. 

"Ponsel saya baterainy habis, Pak. Padahal nomor dari Mama Sela ini ada di sana. Biar saya bawa pulang dulu saja Sela, Pak. Nanti biar saya kabari mamanya kalau sampai di rumah."

"Bu Hana tahu alamat rumah anak ini? Kalau tahu, biar saya antar saja. Gimana?" Marvin menawarkan bantuan. 

"Tahu, Pak. Tapi, apa tidak merepotkan, Pak?" balas Hana.

"Gak mau, Bu Gulu, Cela takut," rengek Sela tiba-tiba. 

Wajar saja jika Sela takut. Marvin baru pertama kali ke yayasan itu dan anak-anak belum banyak yang tahu.

"Sela, Sayang ... kenapa takut? Ini Pak Marvin, guru Sela juga. Jangan takut, ya, Sayang!" 

ucap Hana sambil berjongkok agar tingginya setara dengan Sela. 

"Cela takut, Bu. Cela gak mau!" Tiba-tiba Sela menangis dengan bahasa khas anak kecil yang belum fasih. 

Wajah Marvin memang belum familiar di wajah anak-anak, sehingga ketakutan Sela bisa dimaklumi. Apalagi di sekolah dan di rumah, anak-anak memang diajarkan untuk tidak mudah percaya dengan orang asing. 

"Ibu Hana ikut saja kalau begitu naik mobil saya. Kasihan Sela, Bu," usul Marvin memberi solusi.

"Saya bawa motor, Pak. Biar saya saja yang mengantar Sela," tolak Hana halus. 

"Tapi, Bu —"

"Gak apa-apa, Pak, saya bisa sendiri. Terima kasih atas tawarannya."

Hana meninggalkan Marvin yang diam melihatnya mengambil motor. Dia memboncengkan Sela di depan. 

Rumah orang tua Sela tidak terlalu jauh dari sekolahan dan bisa lewat jalur dalam. Itulah yang membuat Hana mau mengantarkan anak berusia empat tahun itu. 

"Sela, Ibu Hana antar mau, kan? Pasti Mama masih sibuk kerja, jadi tidak bisa jemput Sela," ucapnya pada bocah itu. 

"Iya, Bu Gulu," jawab Sela polos. 

"Siap, Anak Cantik?" canda Hana saat Sela sudah di atas motor. Sela pun mengangguk.

"Pegangan yang kuat, ya, Sayang. Ayo kita berangkat!" kata Hana bersemangat. 

Hana menyusuri jalan kecil bersama Sela. Dia bisa melupakan masalahnya sejenak dengan bersama anak perempuan itu. 

"Yey, kita sampai!" seru Hana sambil menurunkan Sela di depan rumahnya. 

"Ini rumah Sela, kan? Yuk masuk!" Hana menggandeng Sela dengan riang gembira. 

Dia mengetuk pintu rumah orang tua Sela. Cukup lama mereka berdua menunggu di luar. Hingga akhirnya, seorang ibu yang sudah berumur membukakan pintu. 

"Assalamualaikum, Bu. Mohon maaf, apa benar ini rumah orang tua Sela? Ini saya antar Sela pulang karena dia belum dijemput," tanya Hana dengan sopan. 

"Waalaikumsalam. Iya benar," jawab Ibu itu yang ternyata nenek Sela

"Ya Allah ... Sela! Maaf, ya, Nak, sampai-sampai semuanya lupa sama kamu. Terima kasih, ya, Ibu Guru, sudah mengantarkan Sela ke rumah. Mama Sela lagi di rumah sakit karena papanya Sela kecelakaan. Mungkin karena panik jadi lupa mengabari ke sekolah," sambung nenek Sela.

"Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. Saya turut prihatin atas musibah orang tuanya Sela, Bu. Semoga Ayah dari Sela cepat sembuh. Iya, Bu, tidak apa-apa. Kebetulan memang ponsel saya baterainya habis. Mungkin Mama Sela sudah menghubungi saya sebelumnya tapi saya tidak tahu karena ponsel saya mati," ucap Hana panjang lebar.

Setelah berbasa-basi sebentar, Hana berpamitan kepada nenek Sela karena sudah adzan maghrib dan waktunya dia pulang. 

***

Saat perjalanan pulang, Hana merasakan ada seseorang yang mengikutinya. Berulang kali Hana melihat ke kaca spion. Ada satu orang pakai motor yang terus mengikutinya dari belakang. 

Awalnya Hana mengira kalau orang itu hanya pengguna jalan biasa. Tapi, saat Hana mencoba untuk menambah kecepatan, orang itu juga menambah kecepatan. 

"Ya Allah, siapa dia? Kenapa dia mengikutiku terus? Lindungi Hamba, Ya Allah," doa Hana dalam hati. 

Tubuhnya gemetar dengan keringat dingin yang mulai membasahi bajunya. Dia takut jika yang mengikutinya adalah begal. Akhir-akhir ini memang banyak sekali berita soal begal yang berseliweran di berbagai media. 

Karena tak kunjung bisa lepas dari penguntit itu, Hana memutuskan untuk belok ke sebuah masjid yang dia temui di jalan. Selain untuk mencari aman, Hana juga sekalian menunaikan ibadah sholat maghrib. 

"Alhamdulillah, Ya Allah, aku temukan masjid ini. Semoga orang itu segera pergi dan tidak mengikutiku lagi," gumam Hana saat memarkirkan motornya. 

Penguntit Hana masih berada tak jauh dari masjid sambil memperhatikan gerak-gerik Hana dan Hana tahu itu. Beruntung, saat itu di dalam masjid banyak sekali jama'ah. 

Hana mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Selesai sholat, Hana dengan khusyuk memanjatkan doa kepada Allah agar dia diberikan kekuatan dan keikhlasan hati. 

Selesai sholat, Hana duduk di serambi masjid sambil memperhatikan jalan. Ternyata penguntit itu masih ada di sana. Hana tak bisa melihat wajah orang itu karena memakai masker dan juga helm hitam. Bahkan Hana tak tahu penguntit itu laki-laki atau perempuan.

"Kenapa dia belum pergi dari sana, sih? Jam berapa ini? Pasti Mas Adam mencariku," gumam Hana seorang diri. 

Tiba-tiba, Hana dikejutkan dengan suara seseorang yang memanggil dirinya dari arah belakang. 

"Hana?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status