Share

Bab 6. Penguntit

Penulis: flam_boyan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-28 15:52:31

"Anak ini belum dijemput, ya, Bu? Sudah sore menjelang maghrib, lho, ini, Bu," ujar Marvin yang saat itu hendak pulang. 

Hana memandangi langit yang sudah mulai senja. Dan benar saja, hari sudah mulai sedikit gelap dan dia belum pulang juga.

"Iya, Pak. Sebentar saya coba hubungi mamanya Sela. Tadi Beliau bilang kalau memang terlambat," kata Hana. 

"Ya Allah ... ponselku mati. Gimana ini?" gumam Hana yang baru sadar. 

"Ada apa, Bu Hana? Ada masalahkah?" tanya Marvin yang melihat Hana kebingungan. 

"Ponsel saya baterainy habis, Pak. Padahal nomor dari Mama Sela ini ada di sana. Biar saya bawa pulang dulu saja Sela, Pak. Nanti biar saya kabari mamanya kalau sampai di rumah."

"Bu Hana tahu alamat rumah anak ini? Kalau tahu, biar saya antar saja. Gimana?" Marvin menawarkan bantuan. 

"Tahu, Pak. Tapi, apa tidak merepotkan, Pak?" balas Hana.

"Gak mau, Bu Gulu, Cela takut," rengek Sela tiba-tiba. 

Wajar saja jika Sela takut. Marvin baru pertama kali ke yayasan itu dan anak-anak belum banyak yang tahu.

"Sela, Sayang ... kenapa takut? Ini Pak Marvin, guru Sela juga. Jangan takut, ya, Sayang!" 

ucap Hana sambil berjongkok agar tingginya setara dengan Sela. 

"Cela takut, Bu. Cela gak mau!" Tiba-tiba Sela menangis dengan bahasa khas anak kecil yang belum fasih. 

Wajah Marvin memang belum familiar di wajah anak-anak, sehingga ketakutan Sela bisa dimaklumi. Apalagi di sekolah dan di rumah, anak-anak memang diajarkan untuk tidak mudah percaya dengan orang asing. 

"Ibu Hana ikut saja kalau begitu naik mobil saya. Kasihan Sela, Bu," usul Marvin memberi solusi.

"Saya bawa motor, Pak. Biar saya saja yang mengantar Sela," tolak Hana halus. 

"Tapi, Bu —"

"Gak apa-apa, Pak, saya bisa sendiri. Terima kasih atas tawarannya."

Hana meninggalkan Marvin yang diam melihatnya mengambil motor. Dia memboncengkan Sela di depan. 

Rumah orang tua Sela tidak terlalu jauh dari sekolahan dan bisa lewat jalur dalam. Itulah yang membuat Hana mau mengantarkan anak berusia empat tahun itu. 

"Sela, Ibu Hana antar mau, kan? Pasti Mama masih sibuk kerja, jadi tidak bisa jemput Sela," ucapnya pada bocah itu. 

"Iya, Bu Gulu," jawab Sela polos. 

"Siap, Anak Cantik?" canda Hana saat Sela sudah di atas motor. Sela pun mengangguk.

"Pegangan yang kuat, ya, Sayang. Ayo kita berangkat!" kata Hana bersemangat. 

Hana menyusuri jalan kecil bersama Sela. Dia bisa melupakan masalahnya sejenak dengan bersama anak perempuan itu. 

"Yey, kita sampai!" seru Hana sambil menurunkan Sela di depan rumahnya. 

"Ini rumah Sela, kan? Yuk masuk!" Hana menggandeng Sela dengan riang gembira. 

Dia mengetuk pintu rumah orang tua Sela. Cukup lama mereka berdua menunggu di luar. Hingga akhirnya, seorang ibu yang sudah berumur membukakan pintu. 

"Assalamualaikum, Bu. Mohon maaf, apa benar ini rumah orang tua Sela? Ini saya antar Sela pulang karena dia belum dijemput," tanya Hana dengan sopan. 

"Waalaikumsalam. Iya benar," jawab Ibu itu yang ternyata nenek Sela

"Ya Allah ... Sela! Maaf, ya, Nak, sampai-sampai semuanya lupa sama kamu. Terima kasih, ya, Ibu Guru, sudah mengantarkan Sela ke rumah. Mama Sela lagi di rumah sakit karena papanya Sela kecelakaan. Mungkin karena panik jadi lupa mengabari ke sekolah," sambung nenek Sela.

"Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. Saya turut prihatin atas musibah orang tuanya Sela, Bu. Semoga Ayah dari Sela cepat sembuh. Iya, Bu, tidak apa-apa. Kebetulan memang ponsel saya baterainya habis. Mungkin Mama Sela sudah menghubungi saya sebelumnya tapi saya tidak tahu karena ponsel saya mati," ucap Hana panjang lebar.

Setelah berbasa-basi sebentar, Hana berpamitan kepada nenek Sela karena sudah adzan maghrib dan waktunya dia pulang. 

***

Saat perjalanan pulang, Hana merasakan ada seseorang yang mengikutinya. Berulang kali Hana melihat ke kaca spion. Ada satu orang pakai motor yang terus mengikutinya dari belakang. 

Awalnya Hana mengira kalau orang itu hanya pengguna jalan biasa. Tapi, saat Hana mencoba untuk menambah kecepatan, orang itu juga menambah kecepatan. 

"Ya Allah, siapa dia? Kenapa dia mengikutiku terus? Lindungi Hamba, Ya Allah," doa Hana dalam hati. 

Tubuhnya gemetar dengan keringat dingin yang mulai membasahi bajunya. Dia takut jika yang mengikutinya adalah begal. Akhir-akhir ini memang banyak sekali berita soal begal yang berseliweran di berbagai media. 

Karena tak kunjung bisa lepas dari penguntit itu, Hana memutuskan untuk belok ke sebuah masjid yang dia temui di jalan. Selain untuk mencari aman, Hana juga sekalian menunaikan ibadah sholat maghrib. 

"Alhamdulillah, Ya Allah, aku temukan masjid ini. Semoga orang itu segera pergi dan tidak mengikutiku lagi," gumam Hana saat memarkirkan motornya. 

Penguntit Hana masih berada tak jauh dari masjid sambil memperhatikan gerak-gerik Hana dan Hana tahu itu. Beruntung, saat itu di dalam masjid banyak sekali jama'ah. 

Hana mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Selesai sholat, Hana dengan khusyuk memanjatkan doa kepada Allah agar dia diberikan kekuatan dan keikhlasan hati. 

Selesai sholat, Hana duduk di serambi masjid sambil memperhatikan jalan. Ternyata penguntit itu masih ada di sana. Hana tak bisa melihat wajah orang itu karena memakai masker dan juga helm hitam. Bahkan Hana tak tahu penguntit itu laki-laki atau perempuan.

"Kenapa dia belum pergi dari sana, sih? Jam berapa ini? Pasti Mas Adam mencariku," gumam Hana seorang diri. 

Tiba-tiba, Hana dikejutkan dengan suara seseorang yang memanggil dirinya dari arah belakang. 

"Hana?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Hamil itu Maduku   Bab 98. Tanda-tanda

    Perasaan Adam dan Hana campur aduk. Mereka tidak mau bahagia lebih dahulu karena belum ada bukti, biarpun yang memeriksa Hana adalah dokter kandungan. Selama perjalanan menuju poliklinik Dokter Arif, Hana dan Adam saling berpegangan. Mereka menguatkan satu sama lain. Mereka akan melalui hari ini secara bersama-sama apapun hasilnya. "Aku takut, Mas," kata Hana ketika mereka menunggu di ruang tunggu depan poliklinik kandungan. "Kita hadapi sama-sama, ya! Berdoa saja semoga hasilnya sesuai dengan apa yang kita harapkan.""Aamiin."Hana dan Adam masih menunggu karena jadwal praktek Dokter Arif masih setengah jam lagi. Sudah ada beberapa ibu hamil yang juga ikut menunggu. Rasa rindu menghinggapi Hana ketika melihat hal itu. Dia rindu dengan Kanaya. Rindu akan tawa kecil yang selalu menghiasi harinya kala itu. Rindu hingga membuat Hana berharap jika dirinya saat ini benar-benar hamil. Setengah jam kemudian, mereka melihat Dokter Arif masuk ke dalam ruangan. Hati keduanya semakin berdeb

  • Wanita Hamil itu Maduku   Bab 97. Hana Pingsan

    Kesedihan Hana tak berlangsung lama karena dia harus terus menjalani hidupnya. Masih ada Keenan dan juga Adam yang membuatnya bahagia. Tak ada waktu untuk bersedih. Dia harus bisa mensyukuri pemberian dari Allah setelah semua yang telah dia lalui. Dua bulan berlalu setelah kejadian testpack pagi itu. Hana semakin hari semakin giat bekerja. Sekarang bisnis Adam dan Hana mereka kelola sendiri-sendiri. Hana fokus pada bisnis baju-bajunya. Sedangkan Adam meneruskan bisnisnya yang sudah lama. "Kamu kok pucat sekali, Sayang? Kamu lagi sakit?" tanya Adam saat mereka hendak berangkat bekerja. Hana menggeleng pelan. Dia memang merasakan pusing. Tapi karena ada pekerjaan yang harus dia selesaikan, Hana terpaksa berbohong pada Adam. Jika Adam sampai tahu kalau dia sakit, pasti Adam tidak akan mengizinkannya untuk bekerja. Hana sudah terlalu mencintai pekerjaannya itu. Dengan bekerja, dia akan sedikit melupakan keinginannya untuk mempunyai anak. "Kamu yakin?" tanya Adam lagi untuk memastikan

  • Wanita Hamil itu Maduku   Bab 96. Testpack

    "Ah rasanya aku sudah lupa hamil itu seperti apa. Apa aku cek saja? Tapi, nanti kalau hasilnya tak sesuai yang aku harapkan, pasti aku sedih. Tapi, aku penasaran juga. Toh aku juga sudah terlambat haid sudah hampir seminggu."Hati Hana bimbang. Dia merasa belum siap tapi penasaran juga. Apalagi dia juga sudah sangat merindukan kehadiran buah hati kembali. Walaupun ada Keenan, bukankah anak dari darahnya sendiri itu membahagiakan? Jikalau benar dia hamil, Hana berjanji akan tetap menyayangi Keenan seperti sebelumnya. Tanpa sepengetahuan Adam, Hana pergi ke apotik untuk membeli testpack. Dia memasukkan benda tipis itu ke dalam tasnya dan kembali lagi ke kantor. Kebetulan ada apotik yang dekat dengan tempat yang dijadikan kantor oleh Adam. Di kantor, dia pun bekerja seperti biasanya. Saat pertama kali Adam masuk ke kantornya, dia sangat kagum dengan banyaknya perubahan. Bahkan ada beberapa bisnis baru yang dikerjakan oleh Hana dan itu sangat diapresiasi oleh Adam. "Kamu darimana, Saya

  • Wanita Hamil itu Maduku   Bab 95. Tertangkap

    "Kenapa kamu bisa sampai di sini, Lun?" tanya Hana yang kebingungan melihat sahabat yang sudah lama tidak ditemui sekarang ada di rumahnya. Bahkan sampai Marvin ada di rumahnya. Padahal mereka sudah lama sekali tidak berkomunikasi. Luna tak menjawab. Dia mengajak Hana dan Lita untuk duduk terlebih dahulu. Lalu, Luna mengambilkan air minum untuk diminum mereka berdua. Tujuannya agar bisa membuat keadaan keduanya lebih tenang. Sayup-sayup terdengar beberapa orang yang tengah berbisik. Saat itu juga mendadak rumah Hana menjadi ramai. Hana sampai dibuat bingung karenanya. "Terima kasih," ucap Hana setelah kondisinya agak tenang. Keenan pun juga ikut tenang saat melihat Hana tenang. Suasana menjadi hening. Baik Hana maupun Luna tidak saling bicara. Dan mata Hana pun menatap Luna seolah sedang menunggu jawaban dari sahabat yang sudah lama tidak dia temui itu. "Luna ..." ucap Hana lirih. "Iya, Hana. Kamu mau tahu kenapa aku dan Mas Marvin bisa di sini? Iya, kan?" Hana mengangguk cepat.

  • Wanita Hamil itu Maduku   Bab 94. Teror di Rumah Hana

    Sebuah bungkusan plastik yang isinya sudah berhamburan keluar. Banyak darah di sekitar plastik hitam itu. Hana bertakbir karena terkejut melihat hal itu. Tak lama kemudian terdengar lagi suara kaca dilempar batu. "Astaghfirullah hal adzim!" seru Hana dan Lita hampir bersamaan."Apa lagi itu, Bu?" tanya Lita yang melihat kertas yang sudah diremas-remas ada di dekat batu yang dipakai untuk melempar. Hana dengan hati-hati mengambil kertas itu dan membukanya. Matanya melotot ketika melihat tulisan berwarna merah menyala itu. "MAT* KALIAN!" eja Lita saat membaca tulisan yang ada di kertas. "Siapa yang melakukan ini, Bu? Saya takut sekali, Bu," kata Lita kemudian. "Ayo kita masuk ke dalam kamar! Aku harus minta bantuan karena kita sudah diteror," balas Hana. Dia kemudian mengajak Lita untuk ke kamarnya. Saat itu Hana ponsel Hana terletak di dalam kamarnya. Dengan langkah yang cepat keduanya berjalan menuju ke kamar Hana. Sesampainya di kamar, Hana segera mengambil ponsel miliknya unt

  • Wanita Hamil itu Maduku   Bab 93. Pengakuan Lita

    Hana membawa Lita ke klinik terdekat untuk diperiksa. Masih dengan ditemani pengacara dan juga polisi. Dan saat pemeriksaan Lita selesai, Hana pun pulang ke rumah.Asam lambung Lita naik karena dia terlalu stres dan juga makan tidak teratur. Dia membawa Lita pulang ke rumah agar bisa dipantau dengan baik. "Dia siapa, Nak?" tanya Ibu Muh saat mengantarkan Keenan pulang ke rumah Hana. "Dia karyawan Mas Adam, Bu. Ada hal yang ingin dia sampaikan ke Hana tapi kemarin dia sempat hilang. Baru tadi ketemu tapi malah dia sakit," jawab Hana. "Oh begitu. Semoga masalahmu cepat selesai, ya, Nak. Dan semoga Nak Adam cepat pulih juga seperti semula.""Aamiin. Terima kasih, ya, Bu, sudah mau Hana repotkan terus.""Gak apa-apa, Nak. Ibu malah senang jadi ada kegiatan ngurus Keenan. Badan Ibu rasanya sakit kalau gak dipakai ngapa-ngapain," sahut Ibu Muh. Walaupun menempuh jarak yang tidak dekat, Ibu Muh tidak pernah mengeluh. Dia dan Pak Muh sama-sama baiknya. Terkadang Ibu Muh diantar Pak Muh ke

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status