Wanita Hamil itu Maduku

Wanita Hamil itu Maduku

Oleh:  flam_boyan  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
98Bab
29.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah kiasan yang tepat disematkan untuk Hana. Setelah berjuang dan bertaruh nyawa untuk melahirkan, Hana harus kehilangan anak semata wayangnya. Satu tahun lamanya Hana menyembuhkan luka hatinya. Tapi, ternyata luka itu kembali mengangga ketika Adam pulang bersama perempuan yang tengah hamil besar. Bagaimana nasib rumah tangga Hana dan Adam setelah kehadiran perempuan itu?

Lihat lebih banyak
Wanita Hamil itu Maduku Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
98 Bab
Bab 1. Bersama Wanita Hamil
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu membangunkan Hana di malam hari. Hana memang tidur lebih awal dari biasanya karena dia kelelahan bekerja. Saat melirik ke arah jam dinding, jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam."Siapa yang bertamu malam-malam begini?" gumam Hana sambil menyingkap selimut yang menutup tubuhnya. Hana sedang berada di rumah seorang diri karena Adam sedang bekerja di luar kota satu minggu untuk urusan bisnis barunya. Terlihat sosok laki-laki yang sangat dia kenal dibalik pintu. "Lho bukannya itu Mas Adam?" gumam Hana yang mengintip dari balik tirai. Hana Salsabila menikah dengan Adam dua tahun lamanya. Malang nasib Hana, setelah melahirkan, Hana mengalami komplikasi yang menyebabkan dokter terpaksa memotong salah satu saluran tuba falopi milik Hana. Harapan Hana untuk hamil lagi pun semakin kecil dengan satu tuba falopi. Tapi, hal itu tidak lantas membuat Hana terpuruk terus menerus karena ada anak yang harus dia besarkan. Kanaya. Nama anak perempuan Hana dan A
Baca selengkapnya
Bab 2. Tak Akan
"Ceraikan aku, Mas," lirih Hana tapi masih jelas terdengar di telinga Adam."Yes! Inilah yang aku harapkan," ucap Alya sangat pelan hingga tak dapat terdengar oleh Adam dan Hana.Kalimat yang tak pernah dibayangkan akan dia ucapkan pada Adam. Hana terpaksa melakukannya karena dia tidak siap dipoligami. Hana sekuat hati menahan agar air matanya tidak keluar. Walaupun di dalam hatinya, dia hancur berkeping-keping. Belum lama dia sembuh dari rasa sakit akibat operasi dan kehilangan anak, kini luka itu kembali mengangga akibat perbuatan Adam suaminya."Tidak akan! Sampai kapanpun kamu akan tetap menjadi istri pertamaku," balas Adam tegas. "Kenapa kamu begitu egois, Mas? Aku sangat terluka oleh sikapmu ini," ucap Hana menahan tangis. "Aku masih sangat mencintaimu, Hana. Dan itu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun," sahut Adam. Hana pun mencebik, dia tidak percaya dengan ucapan Adam. Buktinya, Adam tega melakukan pernikahan lagi tanpa berterus terang kepadanya. "Turuti saja kemau
Baca selengkapnya
Bab 3. Penjelasan Adam
Setelah mencium kening Alya, Adam keluar dari kamar Alya dan menutup pintunya secara perlahan. Ya, Adam hanya bisa sebatas mencium kening dan juga memegang tangan Alya. Untuk selebihnya, Adam tahu aturan. Dia menikahi Alya hanya agar nama baik keluarga Alya tidak tercoreng karena Alya hamil di luar nikah. Sesuai dengan ketentuan agama Islam, nantinya jika bayi itu lahir, mereka harus mengulang ijab dan qobul. Adam berjalan menuju ke kamar miliknya dan Hana. Dia menata hati untuk memberikan penjelasan kepada Hana sejelas-jelasnya agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman. Tok! Tok! Tok!"Hana ... Sayang, tolong buka pintunya, Han, aku mau bicara. Kamu jangan salah paham dulu. Tolong dengarkan penjelasanku dulu, Han," ujar Adam sembari mengetuk pintu kamarnya. Adam terus saja membujuk Hana agar mau membukakan pintu. Adam pun juga khawatir dengan kondisi Hana. Dia memang salah karena sejak awal tidak jujur dengan Hana soal masalah ini. Adam tahu betul sifat Hana. Hati Hana sangatlah sen
Baca selengkapnya
Bab 4. Dingin
PYAAARRRSebuah gelas kaca jatuh dan serpihannya berantakan di lantai. Dan Alya pun terkena serpihan kaca itu."AAWW!" teriak Alya sangat kencang. Karena terkejut mendengar teriak Alya, Hana langsung menghampirinya dan ternyata kaki Alya berdarah terkena pecahan kaca. Di waktu yang sama, Adam juga buru-buru menghampiri Alya."Kamu kenapa, Al?" tanya Adam sambil menuntun Alya ke kursi.Dengan sangat hati-hati, Adam membersihkan luka dan mengobatinya. Hal itu pun di saksikan oleh Hana. Jangan tanya lagi bagaimana sakitnya. "Kenapa bisa jadi begini, sih, Al? Kamu butuh apa?" tanya Adam lagi setelah selesai memberi obat pada luka Alya."Alya minta tolong Mbak Hana buatkan susu, Mas. Tapi, dia menolaknya. Jadilah aku buat sendiri. Aku gak sengaja menyenggol gelas itu, Mas," jelas Alya sambil menangis. Alya berpura-pura di depan Adam. "Apa benar kamu gak mau buatkan susu untuk Alya, Han?" tanya Adam yang masih memakai sarung dan peci. Seperti biasanya, selesai sholat subuh, Adam akan me
Baca selengkapnya
Bab 5. Kepala Yayasan Baru
Laki-laki tampan dan gagah itu duduk bersebelahan dengan Pak Burhan. Acara pun segera dimulai setelah kedatangan laki-laki itu. Saat di tengah acara, tiba-tiba Luna menyenggol lengan Hana."Han! Hana ..." ucap Luna lirih. "Ada apa, sih, Lun? Dengerin tuh Pak Burhan lagi bicara," sahut Hana lirih juga. Dia tengah menyimak isi pidato Pak Burhan yang berisi perpisahan. "Laki-laki itu sejak tadi melihatmu terus. Kamu gak merasa apa?" ucap Luna sambil melirik ke arah laki-laki yang ternyata mereka tunggu yaitu Pak Marvin. "Gak usah ngaco kamu, Lun. Mana? Gak ada tuh!" Ketika Hana mencoba melihat Pak Marvin, laki-laki itu membuang muka dan sepertinya salah tingkah. "Iya beneran, Han. Aku dari tadi perhatikan dia. Jangan-jangan naksir kamu, Han?" terka Luna."Ehm ... ehm ..." Pak Burhan berdehem sambil memperhatikan Luna dan Hana. "Apa yang ingin Ibu Luna dan Ibu Hana sampaikan? Sejak tadi saya perhatikan mengobrol terus," ucap Pak Burhan. Hana dan Luna m*ti gaya. Mereka saling berpand
Baca selengkapnya
Bab 6. Penguntit
"Anak ini belum dijemput, ya, Bu? Sudah sore menjelang maghrib, lho, ini, Bu," ujar Marvin yang saat itu hendak pulang. Hana memandangi langit yang sudah mulai senja. Dan benar saja, hari sudah mulai sedikit gelap dan dia belum pulang juga."Iya, Pak. Sebentar saya coba hubungi mamanya Sela. Tadi Beliau bilang kalau memang terlambat," kata Hana. "Ya Allah ... ponselku mati. Gimana ini?" gumam Hana yang baru sadar. "Ada apa, Bu Hana? Ada masalahkah?" tanya Marvin yang melihat Hana kebingungan. "Ponsel saya baterainy habis, Pak. Padahal nomor dari Mama Sela ini ada di sana. Biar saya bawa pulang dulu saja Sela, Pak. Nanti biar saya kabari mamanya kalau sampai di rumah.""Bu Hana tahu alamat rumah anak ini? Kalau tahu, biar saya antar saja. Gimana?" Marvin menawarkan bantuan. "Tahu, Pak. Tapi, apa tidak merepotkan, Pak?" balas Hana."Gak mau, Bu Gulu, Cela takut," rengek Sela tiba-tiba. Wajar saja jika Sela takut. Marvin baru pertama kali ke yayasan itu dan anak-anak belum banyak y
Baca selengkapnya
Bab 7. Diantar Pulang
"Hana?! Benar, kah, itu kamu, Bu Hana?" Hana menoleh ke arah belakang. Terlihat seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit putih di sana. Hana pun sama terkejutnya dengan laki-laki itu. Tak disangka, mereka bertemu lagi di masjid. "Pak Marvin? Kenapa bisa ada di sini, Pak?" celetuk Hana yang mulai berdiri dari duduknya. "Harusnya saya yang tanya kenapa Bu Hana masih ada di sini? Anak yang tadi sudah diantar pulang?" tanya balik Marvin. Ketampanannya makin terpancar karena dia memakai peci. "Sudah, Pak. Ini saya mampir untuk sholat maghrib dulu," jawab Hana sopan. Mereka berdua berdiri agak berjauhan. Tak pantas rasanya jika ada orang yang melihat karena bisa timbul fitnah. "Lalu, kenapa Bu Hana tidak langsung pulang? Ini sudah mau masuk waktu sholat isya' lho." Marvin melihat jam yang melingkar di tangannya. "Itu anu, Pak, saya —" Hana kelihatan gugup sekali menjawab pertanyaan dari Marvin.Apakah dia harus jujur kalau dia takut pulang karena ada orang yang mengikutinya? Ju
Baca selengkapnya
Bab 8. Mencari Ketenangan
Adam berkacak pinggang saat Hana masuk ke dalam rumah. Terlihat sekali amarah di wajah suami Hana itu. "Benar kataku, 'kan, Mas, kalau Mbak Hana itu pasti lagi main sama laki-laki. Sampai-sampai, HP-nya aja gak aktif," celetuk Alya memancing kemelut.Hana tak mengerti maksud ucapan dari Alya. Jadi, dia tak menunjukkan sikap apapun. Bahkan, Hana terlihat sangat tenang. "Maaf, Mas, Hana pulang terlambat. Ada —""Jadi seperti ini balasan kamu padaku, Han? Kamu marah aku poligami, lalu kamu juga sesuka hati bersama laki-laki lain?" Suara tinggi Adam membuat Hana terdiam. Dia mencerna kalimat yang baru saja terlontar dari mulut suaminya itu. "Mau kamu apa? Mau cerai? Hah?" sambung Adam lagi."Astaghfirullah al'adzim," lirih Hana tanpa mau membuat pembelaan.Hatinya sakit lagi. Untuk kedua kalinya, Adam membentak dirinya dihadapan Alya bahkan terucap kata-kata yang seharusnya tidak dikatakan oleh Adam. Hana tak mengindahkan panggilan Adam, dia terus berjalan masuk ke dalam kamar.Tak tah
Baca selengkapnya
Bab 9. Khawatir
Hana memandang punggung abahnya dari belakang. Ya, Beliau tidak tahu kalau datang karena posisi mereka berlawanan. Setelah beberapa detik, Hana mengucap salam. "Assalamualaikum ..." seru Hana dengan mengukir senyum di bibir. "Waalaikumsalam!" Abah Hasan menoleh dan melihat putri semata wayangnya berdiri tepat dibelakangnya. "Hana? Ini beneran kamu, Nduk?" tanya Beliau sambil menghentikan aktivitasnya. "Iya, Bah, ini Hana. Hana kangen, Bah," sahut Hana sambil menghampiri Abah Hasan dan mencium punggung tangan Beliau. "Ya Allah, Nduk ... Abah juga kangen. Bagaimana kabarmu? Sehat, kan? Kamu datang sama suamimu?" Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Abah Hasan. Hana menggeleng pelan. "Mas Adam lagi ada sibuk, Bah. Tapi Hana sudah izin kok mau ke sini. "Hem begitu, ya. Tapi kalian gak ada apa-apa, kan? Usaha suamimu juga lancar?" Pertanyaan yang sangat sulit dijawab oleh Hana. Jika boleh jujur, Hana sekarang sedang berada di posisi yang tidak mengenakkan. Adam yang tiba-tiba
Baca selengkapnya
Bab 10. Ditelepon Abah
Adam tak bisa berpikir jernih. Dia sangat mengkhawatirkan Hana. Ponsel Hana tak bisa dihubungi dan itu membuat dirinya tambah khawatir."Sudahlah, Mas. Mbak Hana itu sudah besar. Nanti dia juga pulang ke sini," celetuk Alya lagi ketika mereka tengah makan bersama. Adam tak sedikitpun menanggapi ucapan istri keduanya. Dia terus saja menyalahkan diri sendiri karena kecerobohannya semalam."Bi ... apa benar Bibi tadi tidak lihat Bu Hana?" tanya Adam pada asisten rumah tangga yang bernama Bi Imah."Tidak, Pak. Tadi, waktu Bibi tiba di rumah, Ibu sudah tidak ada. Bibi kira memang Ibu sedang keluar, Pak. Memangnya Ibu tidak pamit sama Bapak?" jawab Bi Imah yang saat itu tengah membersihkan meja makan bekas sarapan majikannya. "Tidak, Bi. Kira-kira kemana perginya Ibu, ya, Bi?" tanya Adam lagi. Terlihat kesedihan mendalam yang dirasakannya kini. Dan Bi Imah paham akan hal itu."Kasihan Pak Adam dan Bu Hana. Kenapa Pak Adam bisa menikahi perempuan itu, sih? Apa Pak Adam diguna-guna?" batin
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status