Home / Romansa / Wanita Kelas Atas Milik sang CEO / Bab 6. When I See You Again

Share

Bab 6. When I See You Again

Author: Geesandrj
last update Last Updated: 2023-05-16 12:56:29

“Kamu salah paham.” Adrian geleng-geleng kepala. “Iya, meskipun memang kenyataannya Boy selalu bicara soal betapa cantiknya wanita bernama Miss A di tempat ini.” 

Ayunda kembali mendelik. 

“Gaun yang kamu pakai—yang aku maksud.” Pandangan Adrian mengarah pada gaun yang melekat pada tubuh Ayunda. 

Seketika wanita itu merasa aneh. Ia lekas menutup tubuh bagian depannya yang memang tampak menonjolkan dirinya.  

“Gaun?” 

“Ehm, jadi ... jujur saja, ya. Aku ingin kamu berhenti dari sini dan jadi modelku.” 

“Model?” Ayunda membeo.  

Adrian sangat kesal sekali. Ayunda makin lama membuatnya sakit kepala. Ia lantas kembali mengangguk dan berusaha untuk sabar. 

“Bukankah aku sudah katakan itu?” sahutnya. “Tentu semua yang kamu lakukan akan dibayar.” 

Ayunda menggeleng. “Aku nggak mau.” 

“Aku akan bayar kamu sebesar tip yang aku beri malam lalu. Tiga kali lipat,” ujar Adrian dengan nada meyakinkan. 

Itu terlalu banyak, tapi tidak sebanding dengan apa yang selama ini menjerat dirinya. Ayunda lantas menggeleng penuh keyakinan. 

“Nggak.” 

“Kenapa?” Adrian terkejut Ayunda menolaknya. Wanita ini menolak tawaran mahal darinya, benar-benar tidak dipercaya. 

“Apa karena kamu masih membenciku? Kamu dendam padaku?” 

Ayunda menarik napas dan melurungkan kedua lengannya dari kedua bahu. “Bisa dikatakan begitu.” 

Usai mengucapkan itu, Ayunda memandang Adrian dengan tatapan tajam. 

Adrian menelisik pandangan Ayunda yang berbeda dengan khawatir. “Hei, Ayunda—ehm, maksudku ah, Miss A.” Lelaki itu kesal lidahnya berbelit menukar panggilan. 

“Waktu sudah lama berlalu, Miss A.” Adrian menghela napas panjang. Ia balas menatap Ayunda lekat-lekat.

“Sepuluh tahun lalu kamu bersikap sangat alergi pada lelaki, sekarang apa? Lihat dirimu! Kamu malah bekerja untuk menemani pria-pria berengsek sepertiku. Apakah kamu masih meyakini bahwa hidupmu selamanya akan berada di tempat seperti ini?” 

Adrian lantas mendengkus. “Atau ... kamu memang ingin selalu melakukan hal yang kamu benci itu?” 

Sontak, Ayunda mendelik. 

“Tentu—bersamaku? Pria yang kamu benci sejak dulu?” 

Ayunda makin mendelik. Perlahan kedua sudut bibir Adrian mengembangkan seulas senyum. Ia lantas beralih mengusap bibir bawahnya singkat dan mendekatkan wajahnya pada Ayunda. 

“Kamu siap, Miss A? Oh—aku ingin sekali memanggilmu ... Ayun—“ 

Ayunda dengan sigap menahan kedua bahu Adrian. “Apa yang mau kamu lakukan, berengsek?“ 

“Mengambil tantanganmu, tentu saja,” bisik Adrian. Ia lekas-lekas mengendurkan dasinya; membuat mulut Ayunda menganga. “Tapi karena kamu membuatku kecewa malam kemarin, biar aku yang menantangmu.” 

Gawat! Pikirannya bergerak cepat. Sementara itu, Adrian sudah makin dekat untuk membuat napasnya terbungkam. 

“Tunggu! Tunggu, Ian—“ Ayunda beralih membungkam mulut lelaki itu dengan satu tangannya. Sontak, Adrian yang kesal menyingkirkan tangan wanita itu. 

“Apa, sih? Bukankah kamu nggak mau bekerja denganku?” 

“Iya, tapi apakah kamu melakukannya dengan lampu menyala?” sergah Ayunda. Bibirnya tersenyum tipis melihat pada lampu yang menyala terang di atas mereka. Sekejap, Adrian meliriknya dan menggeleng. 

“Sayang sekali, aku lebih suka melakukannya dengan lampu menyala.” 

Adrian menatap kedua bola mata Ayunda yang kini berbinar sungguh-sungguh. Senyum dan garis tawanya begitu jarang dilihatnya dulu. Bibirnya selalu mengatup rapat saat ia menertawakannya. Lalu tiba-tiba saja namanya dipanggil untuk menghadap guru. Yang selalu membuat Adrian ingat adalah tatapan mata Ayunda yang begitu menusuk. Namun, saat ini tatapan itu membuatnya tidak bisa mengontrol diri. 

“Dilihat-lihat ternyata kamu manis juga,” bisik Adrian. 

Ayunda terhenyak. “Apa?” 

Adrian menjawabnya dengan membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya. 

Sebelum Ayunda bisa mencerna apa yang kini terjadi pada bibirnya, Adrian menekannya lebih kuat. Hingga akhirnya, wanita itu sudah terlanjur menahan napas karena saking terkejutnya. 

Ia lekas mendorong Adrian. Tatapannya nanar. Sebelah tangannya lantas melayangkan tamparan keras pada satu sisi wajah pria itu. 

PLAK! 

Adrian ternganga sejenak, lalu sedetik kemudian tersenyum tipis, lalu ganti menyeringai. 

“Wah, mengejutkan sekali! Ternyata kamu masih sekuat itu. Bagaimana? Masih ingin berlanjut di tempat ini? Jika kamu bersikeras, aku akan dengan senang hati untuk datang lagi dan lagi.” 

Ayunda bingung. Apa sebenarnya yang mau ia katakan? Ia hanya perlu mengulur waktu untuk bicara dengan Adrian. Mereka perlu bicara seperti apa yang dikatakan lelaki itu. 

Berengsek, kenapa jadi seperti ini?

Sejak dulu bahkan mereka tidak bisa bicara dengan baik. Sekarang apa? Ini seperti negosiasi yang terpaksa hingga berakhir begini. 

“Kamu seharusnya nggak melakukan itu.” Suara Ayunda bergetar. 

“Aku harus tetap berada di tempat ini. Lagi pula, aku nggak mengerti dunia apa yang kamu tawarkan. Apa kamu mau mengerjaiku lagi?” 

Adrian terdiam. Wanita itu lantas berbalik dengan lekas tanpa menunggu jawaban Adrian. Ia memutar kenop pintu dan keluar dari ruangan itu. Tak peduli apa yang akan dilakukan oleh Adrian padanya nanti. Venus mungkin akan memanggilnya untuk interogasi atau hal yang tidak ia mengerti.  

Ia belum pernah mengalami komplain sebelumnya. Semua pria bisa ia atasi, tapi tidak dengan Adrian. Pria itu ... menyimpan segala luka buatnya di masa lalu sampai ia lengah dengan sedikit hal seperti ini. 

Langkah Ayunda berlari lekas masuk ke ruangan staf. Ia mengunci dirinya di salah satu bilik toilet. Duduk sambil meringis dalam-dalam.  

“Sial. Berengsek.” 

Ia marah sekali pada dirinya. Ia tidak pernah membiarkan orang lain macam-macam padanya. Ia mengusap bibirnya yang basah.  

“Si berengsek itu! Apa yang baru saja dilakukannya?!” teriak Ayunda. 

Ia melepas gaun dan menggantungkannya di tempat semula. Tak lama ia lalu memandang gaun itu. Boy selalu mengirimkan gaun-gaun cantik ke tempat ini. 

Apa hubungan Boy dengan Adrian? Apakah mereka bisa dikatakan sebagai rekan? 

Ayunda tidak ingin ambil pusing. Dia tidak pamit secara langsung pada Venus dan hanya mengirimkan pesan bahwa dia tidak enak badan. 

*** 

Malam berikutnya, Ayunda tidak mendapatkan kalimat apa pun dari Venus. Perempuan itu hanya bertanya, “Apakah kamu sudah baikan?” 

Sementara itu, ia berharap ada interograsi hingga bisa menghancurkan poinnya di minggu ini. Namun, semua yang ia pikirkan tidak terjadi. Poinnya malah makin bertambah besar, membuat teman-temannya makin membicarakan dirinya di belakang ataupun di depan. 

“Bukankah Miss A pulang cepat kemarin? Tapi lihat, poinnya bahkan bertambah dua kali lipat dari malam biasanya. Apa dia memanipulasi semua ini?” 

Ayunda pun heran. Ia membuka ponselnya dan mengecek siapa yang memberikannya poin besar malam lalu. Tidak ada yang lain, tentu saja Adrian. 

Mata Ayunda membulat membaca baris nama pria itu kini menjadi top klien di laman miliknya. Sial, apakah dia benar-benar melakukan ini? Untuk apa? 

Ayunda berkali-kali memikirkan itu sampai pada klien kesekian yang tampak memperhatikannya lebih. 

“Miss A, kamu sepertinya banyak pikiran, ya? Ada apa?” 

Ayunda langsung mengubah mode dirinya jadi lebih manis. “Ah, nggak kok. Aku ... tadi berpikir kenapa nggak sebaiknya Anda datang lagi besok? Tambah durasi dan poin tentunya. Aku akan menemanimu dengan baik.” Ia memasang senyuman manisnya lebih lebar. 

“Kamu manis sekali, Miss A. Aku nggak tahan untuk melakukan tantangan.” Klien itu berkata dengan penuh harap. 

“Hahaha. Kalau kamu mau, kamu bisa upgrade poin untukku, jadi levelmu bisa meningkat untuk tiba di sana.”  

“Berengsek, jangan pernah lakukan itu! Aku tidak ingin melakukannya,” batin Ayunda. 

Ia lantas beralih memandang ke arah bar dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelab hingga akhirnya terpaku pada pintu masuk yang dijaga oleh salah satu anak buah Venus. 

Satu-dua orang pria masuk. Mata Ayunda menilik mereka lalu bergantian pada layar ponselnya. 

Tanpa sadar, Ayunda menunggu. 

Namun, Adrian tidak muncul di notifikasinya. Malah pria-pria membosankan itu lagi yang menemuinya. 

“Apa dia nggak akan datang?” 

  

Bersambung .... 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 25: The Stardust Agreement

    Sinar sore menelusup melalui celah tirai kaca kantor pusat Stardust. Di ruangan yang luas dan modern, Ayunda duduk kaku di hadapan dua pria yang pernah—dan masih—membolak-balikkan emosinya.Adrian Laksana duduk di seberang, tangan kirinya menopang dagu sementara mata elangnya meneliti setiap gerak-gerik Ayunda. Boy, yang duduk di sebelahnya, justru bersikap jauh lebih santai. Matanya yang jenaka memandangi Ayunda dengan semangat khasnya yang penuh ide-ide liar.“Jadi, kamu benar-benar mau ninggalin Tempus Fugit?” tanya Boy, memecah keheningan yang menegang.Ayunda melirik Adrian sebelum menjawab, “Bukan soal mau atau nggak. Tapi aku … sudah dikeluarkan.” Suaranya datar, nyaris dingin, tapi masih ada sisa luka di sana. Luka yang tak bisa dipoles kosmetik atau disamarkan dengan senyuman.Boy menganga. Ia memandang Adrian terkejut yang sungguhan. Pria itu memelototinya.“Ya. Aku dipecat oleh Rose,” jelas Ayunda gamblang.Adrian mencondongkan tubuhnya. “Dan sekarang kamu bisa mulai

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 24: Don’t You Dare

    Ayunda menatap layar ponselnya lama. Ada satu nama yang selama bertahun-tahun hanya ia kutuk dalam hati—Adrian Laksana, atau yang dulu ia kenal dengan panggilan Ian. Pria yang menghancurkan hidupnya, tapi kini satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya keluar dari keterpurukan ini.Ia menarik napas dalam-dalam. Lalu menekan tombol panggil.“Halo?”Suara itu. Dalam. Dingin. Tidak berubah sedikit pun.“Aku… Ayunda.”“Ya. Aku tahu.”Hening. Jantung Ayunda berdetak keras, nyaris menyakitkan.“Aku cuma mau bicara.”Klik.Telepon ditutup. Begitu saja.Tak lama, saat ponsel masih menempel di telinga Ayunda, sebuah mobil datang dan berhenti tepat di samping gadis itu. Matanya masih basah.Adrian menurunkan kaca mobil, tanpa diminta Ayunda naik tanpa bicara. Adrian hanya meliriknya singkat hingga gadis itu duduk di sampingnya.“Ke mana kita?” Ayunda bertanya pelan.“Tempat tenang. Aku nggak mau kita berteriak.”Ucapan itu sontak membuat senyum tipis terbentuk di bibir Ayund

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 23: The Fall of Miss A

    Musik menghentak dari balik pintu merah beludru yang bertuliskan Tempus Fugit. Dunia malam belum sepenuhnya hidup, tapi para staf sudah mulai bersiap. Di balik cermin panjang ruang ganti, Ayunda—atau yang malam selalu berubah menjadi Miss A—memasang wajah yang tak lagi asing: riasan sempurna, gaun pas tubuh, dan senyum palsu yang telah ia latih bertahun-tahun.Namun malam ini, tidak ada senyum di matanya.“Miss A, kamu nggak libur minggu ini,” ucap Venus tanpa basa-basi. “Poin kamu turun drastis.”Ayunda hanya mengangguk. Ia sudah tahu. Kesalahannya minggu lalu—saat kliennya ke toilet dan membantu Snow White berujung penalti. Di dunia ini, waktu dan perhatian adalah uang. Dan ia sudah melanggar aturan emasnya.Di lorong belakang panggung, para wanita lain sibuk memoles diri—berdandan dan tertawa, tapi semuanya palsu. Persaingan di sini tajam, lebih tajam dari heels sepuluh senti yang mereka pakai.Tapi Ayunda bisa merasakan bisik-bisik yang tak pernah benar-benar berhenti sejak inside

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 22: One More Last Time

    Ayunda melangkah masuk lobi rumah sakit besar yang belakangan menampung ibunya yang sakit-sakitan. Sejak bertemu Rose, Ayunda merasa tertolong sekali. Beruntungnya dia bekerja di tempat wanita itu lantas memulai kesepakatan untuk terjun di Tempus Fugit.Dia berhasil memindahkan ibunya ke rumah sakit terbaik di kota ini dengan biaya yang cukup mahal. Tentu semua ada biayanya, dan Ayunda sadar bahwa ini memang yang harus ia lakukan demi ibunya bisa tetap hidup.“Kak Ayunda!” Adinda berseru di lorong saat dia tiba di dekat bangsal yang cukup mewah untuk ibunya. Gadis belia itu terlihat senang melihat kehadiran Ayunda.“Katanya Kakak nggak bisa datang,” Adinda mencebik.“Ah, iya. Tapi kakak hanya mampir sebentar. Ada pekerjaan lagi setelah ini.”“Kakak pakai blazer?” Adinda lebih tertarik dengan pakaian baru yang dilihat melekat pada tubuh Ayunda. “Apakah kakak bekerja di tempat lain sekarang? Itukah alasan kenapa kakak sangat sibuk belakangan ini?”Mata gadis belia itu sungguh berb

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 21. Everything Now

    “Udah denger kabar, belum? Ketua OSIS kita yang sok perfeksionis itu ternyata nilep duit dari dana amal acara sekolah kemarin.”“Serius??”“Iya.”“Hari ini dia bahkan dipanggil kepala sekolah. Nggak tahu deh gimana, dipecat kali, atau mungkin dilaporin polisi.”“Nggak nyangka, kok bisa, ya? Jahat banget.”“Dia mungkin nggak pernah ngeliat uang sebanyak itu.”“Eh, denger-denger sih, katanya dia sengaja ngambil uang itu untuk biaya berobat ibunya di rumah sakit.”“Hahh??”“Sampai sebegitunya?”“Nggak heran, sih. Dia kelihatan kampungan, kalaupun bukan karena beasiswa dia juga nggak bisa masuk sekolah ini, kan?”***“Ayunda! Semua orang bicara yang nggak-nggak tentang kamu.”“Biar aja.”Manda kebingungan menghibur temannya yang terasa makin menjauh darinya. Dia juga makin bingung yang mana yang benar. Semua bukti dikatakan nyata oleh OSIS. “Apa semua yang mereka katakan benar begitu, Ayunda? Apa benar kamu ….”Ayunda menatap Manda agak lama, lalu tersenyum tipis. “Menurutm

  • Wanita Kelas Atas Milik sang CEO   Bab 20. Something Just Like This

    “Aku sudah memberikannya pada Ayunda.” Egi kembali membela diri usai Surya terus mendesaknya.“Baiklah, baiklah, kita akhiri aja dan cari Ayunda. Masalah ini nggak bisa dibiarkan berlarut-larut,” kata Surya.“Lebih baik lo cari Ayunda dan kalian bicarakan ini secepatnya,” saran Adrian.Surya menoleh pada yang lainnya, meminta persetujuan. Mereka semua mengangguk.“Kita berdiam diri di sini aja juga nggak menghasilkan apa-apa.” Surya pun akhirnya menyetujui Adrian untuk pergi mencari Ayunda. “Oke, tapi lo harus ikut gue cari Ayunda.”“Sialan, gara-gara dia gue nggak bisa istirahat,” keluh Adrian.“Apa boleh buat. Peran lo di sekolah ini lebih dari Ayunda,” sahut Surya.Adrian pun mau tidak mau mengikuti ke mana Surya melangkah. Tujuan mereka pertama adalah kelas Ayunda, tapi gadis itu tidak ada di sana. Sementara itu, dari area gymnasium, tim lawan baru saja keluar diiringi pendukungnya. Adrian yang melihat kerumunan lawan timnya berhenti dengan cepat. Ada sesuatu yang mencuri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status