Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)
***Malam ini aku tak bisa tidur dengan tenang lagi. Walau tadi aku mencoba memejamkan mata duluan. Namun, akhirnya terbangun.Kutatap Resti yang pulas tertidur. Posisinya memunggungiku lagi malam ini.Jam dinding menunjukkan pukul 12 lewat. Lama aku perhatikan wajah serta tubuh Resti. Semua sempurna, tak ada sedikit pun noda di wajahnya. Resti begitu cantik dan mulus.Berdebar dadaku ketika Resti menggeliat membalikkan tubuh ke arahku.Saat tidur begitu, Resti tetap terlihat cantik. Apa aku lelaki yang tak bersyukur selama ini?Tidakkah seharusnya aku menerima Resti dan menyayanginya?Tidak, tidak! Aku hanya mencintai Susi. Kami sudah saling memadu kasih sejak SMA dulu. Maafkan aku, istriku..Pagi harinya, seperti biasa aku berangkat ke kantor setelah selesai sarapan."Bang, nanti Resti ada janji di luar. Mungkin pulangnya nanti malam. Abang bawa saja kunci rumah ini," ujar Resti saat aku hendak melangkah keluar.Sontak langkahku terhenti, aku pun menoleh ke arahnya yang mengiringiku di belakang."Mau ke mana? Kenapa harus pulang malam?" tanyaku heran."Ada urusan, Bang. Bukankah selama ini Abang selalu menyuruh Resti pergi ke mana pun yang Resti mau. Lalu kenapa bertanya begitu banyak hari ini?"Degh!Seperti tamparan untukku kata-kata yang Resti lontarkan itu. "Baiklah, Abang tidak akan banyak bertanya. Hanya saja berikan satu jawaban yang lengkap dan jelas!" perintahku."Ada acara reuni teman-teman kuliah dulu. Jadi Resti akan pulang sedikit malam. Boleh?"Bergeming aku untuk beberapa detik. Hingga akhirnya aku pun mengangguk setuju.Entah kenapa, hatiku berat untuk mengiyakan. Padahal biasanya, persis yang dikatakan Resti, aku selalu menyuruhnya pergi ke mana pun dan membebaskannya, walau tanpa izin. Namun, istriku tak pernah keluar terlalu lama. Paling hanya membeli kebutuhan pokok, dan mengunjungi orang tuanya, atau pun orang tuaku..Di kantor, sama seperti kemarin. Hari ini aku pun gelisah, bahkan jauh lebih gelisah.Resti akan berangkat jam dua siang. Aku ingin pulang lebih awal, dan membuntutinya. Aku peduli padanya?Ah, entahlah ....Waktu berjalan, aku meminta Asistenku untuk mengurus semua pekerjaan di kantor. "Tuan mau ke mana?" tanya Melia, Asisiten pribadiku."Saya tidak harus menjawab pertanyaanmu itu, bukan?" ketusku, kemudian berlalu..Masuk aku ke dalam mobil, kunyalakan, dan melaju dengan cepat.Saat berada di dekat rumah, aku sengaja menepikan mobilku di dalam gang kecil. Saat ini jam menunjukkan kurang dari pukul 2 siang. Setelah pas, akhirnya mobil Resti tampak melaju. Aku mengikuti dengan jarak yang tak terlalu dekat. Takutnya Resti menyadarinya.Dua puluh menit perjalanan yang Resti tempuh. Hingga kemudian ia berhenti di sebuah Restoran mewah yang dilengkapi dengan musik.Setelah Resti turun dari mobil dan melangkah ke dalam tempat tersebut, aku pun segera memarkirkan mobilku.Sembunyi-sembunyi aku ikuti jejak Resti. Dirinya tak berbohong. Di dalam memang sangat ramai. Tampak lelaki dan perempuan datang bersama pasangan masing-masing. Walau ada beberapa yang datang sendirian juga, sama seperti Resti.Tempat mereka sudah dibooking. Ruangan itu hanya untuk merayakan pertemuan. Sedangkan aku, pemilik Restoran ini mengira, bahwa aku adalah salah satu dari mereka.Jadi aku bisa masuk, dan bersembunyi di balik sudut. Aku juga menggunakan topi dan masker."Hay, Res! Kamu tuh ya, cantiknya awet banget. Malahan bertambah cantik," puji salah seorang wanita. Pastinya itu adalah teman Resti. Tersenyum aku mendengar pujian itu dilontarkan untuk istriku.Tak lama, datang pula serombongan menghampiri Resti."Apa kabar Res? Kok kurusan sekarang? Kamu bahagia kan Res? Kalau suamimu tidak berhasil membahagiakanmu, maka aku siap menggantikannya," ucap seorang pria.Mengepal tanganku di dada. Walau mungkin pria itu hanya bercanda, tapi tetap saja aku tak suka mendengarnya.Kenapa aku ini?Ah, aku adalah seorang suami. Walau Resti bukan istri yang aku cinta. Namun, aku juga tidak akan membiarkan seseorang mendekatinya.Apa aku cemburu?Tidak mungkin."Alhamdulillah, kabar Resti baik kok Dim. Kamu sendiri bagaimana?" tanya Resti dengan diiringi senyum.Resti sungguh membuatku kesal hari ini. Dia tak tersenyum padaku sejak kemarin. Akan tetapi di sini, ia malah tertawa dan terlihat begitu senangnya."Aku juga baik. Oya, Res kenapa kamu pergi sendirian?" Pria itu terus saja menanyakan banyak hal pada istriku."Suami Resti sibuk di kantor."Mereka terus bersenda gurau. Aku bahkan sudah tak tahan melihat sikap pria itu yang tampak begitu sengaja ingin mencari perhatian Resti.Ini masih sangat siang, kenapa Resti meminta izin untuk pulang malam?Aku sungguh tak bisa membiarkannya begitu saja."Resti pulang!" hardikku sambil melepaskan masker."Bang Ardan," lirih Resti dengan mata membeliak.Aku tahu, pasti Resti terkejut.Tanpa banyak bicara, aku langsung menarik tangannya.Resti pun tidak membantah, ia menurut dan mengikuti langkahku."Masuk ke dalam mobil Abang! Nanti mobilmu biar dijemput oleh orang suruhan Abang."Resti langsung masuk tanpa menjawabku.Melaju mobilku dengan kecepatan sedang. Resti bergeming, sedangkan aku gugup dan tak tahu harus berkata apa..Sampai di rumah. Aku dan Resti segera masuk. Sepanjang perjalanan tadi, tak ada obrolan antara aku dan Resti.Kini Resti duduk di sofa, aku juga turut menjatuhkan tubuhku di sebelahnya."Dek, maafkan Abang. Sebenarnya ....""Cukup, Bang! Katakan dengan jelas, apa yang Abang inginkan?" tanya-nya memotong kalimatku.Tercengang aku dengan perubahan sikap Resti. Nada bicaranya mulai meninggi.Apa salahku?Bukankah dirinya sendiri yang memberikan aku waktu selama satu bulan ini?Lalu kenapa tiba-tiba menjadi dingin?"Apa maksudmu itu, Dek? Abang bingung dengan sikapmu dua hari belakangan ini," ucapku menatap ke arah bola matanya."Tidak ada yang berubah, Bang. Hanya saja Resti sudah sadar. Abang tak bisa menepati amanah yang Resti berikan. Lalu untuk apa lagi menunggu sampai sebulan?"Aku terdiam, masih tak mengerti dengan maksud ucapan istriku itu.Saat aku hendak menanyakan lebih jelas, tiba-tiba ponselku berdering. Lagi-lagi panggilan dari Susi. Resti berdehem pelan, detik berikutnya ia berdiri dan melangkah pergi."Halo," ucapku mengangkat telepon Susi.Lemah dan tak bersemangat aku bicara pada Susi. "Mas, kenapa tidak menelepon? Tadi aku juga mengirim pesan, tapi tak dibalas," ujarnya."Mas lagi sibuk. Nanti saja Mas telepon."Kututup panggilan dari Susi begitu saja. Hingga ponselku bergetar-getar. Susi mengirim pesan dengan begitu banyak. Aku bahkan tak peduli. Pikiranku saat ini teralihkan dengan perubahan sikap Resti.Bersambung.***POV Resti.Ini adalah hari ke-empat. Dingin memang sikapku pada Bang Ardan.Namun, bukan tanpa alasan. Hari pertama saja, Bang Ardan sudah mengingkari janjinya.Aku menyuruh seseorang membuntutinya yang pergi begitu saja. Ternyata Bang Ardan ke Apartemen Susi.Lemas tubuhku saat mendapat informasi itu. Padahal sebulan waktu yang aku berikan hanyalah semata-mata untuk membuatnya menjauh dari Susi, dan beralih mencintaiku.Akan tetapi, aku salah. Besar rasa kasih sayang Bang Ardan untuk Susi, tak bisa aku gantikan.Tiga tahun, bukan tiga bulan. Harusnya kebersamaan kami bisa membuahkan keturunan.Sayangnya, Bang Ardan memang jarang menyentuhku. Selama ini aku tak berpikir macam-macam. Aku megira ia terlalu lelah dalam bekerja.Ternyata ada wanita lain dalam hati suamiku. Rasa sakit ini bagaikan sebuah luka yang dilempari garam dan cuka. Perih, panas, sakit, tapi tak bisa berbua
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Resti."Kalau begitu, kenapa Mbak bersikap seolah-olah bagai malikat kemarin? Mbak berkata dengan begitu lembut di hadapan Mas Ardan. Mbak sendiri yang meminta waktu selama satu bulan untuk memberikan persetujuan," papar Susi dengan sinis.Aku menetralkan degup jantungku. Besar nyali wanita kecintaan suamiku ini. Ia datang ke rumahku hanya untuk bertanya perihal perubahan sikap Bang Ardan."Dirimu hanya orang asing dalam keluarga saya. Tidak ada yang harus saya jelaskan padamu. Masalah waktu yang saya berikan, bukankah kalian sudah mengingkarinya? Maka dari itu, semua saya anggap gagal menjalani amanah yang sudah saya berikan."Tersungging bibir Susi, kemudian mencibir. "Jadi, Mbak Resti tahu kalau Mas Ardan datang menemui saya? Harusnya Mbak sadar, kalau cinta Mas Ardan itu hanya milik saya. Mbak tidak usah mengancamnya lagi. Mbak cantik dan kaya, kena
Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Ardan.Aku pulang ke rumah sendirian. Istriku tinggal di rumah orang tuanya untuk dua hari ke depan.Saat malam, mataku enggan terpejam. Pikiranku selalu tertuju pada Resti.Perubahan sikapnya, mungkinkah karena permintaanku untuk berpoligami?Bagaimana jika Resti mengajukan perpisahan?Bukankah itu yang aku inginkan sedari dulu?Kenapa sekarang, aku malah gelisah dan takut kehilangannya..Pagi tiba, mataku sembab karena tak tidur dengan benar. Tak ada sarapan pagi ini di meja.Aku berangkat dengan perut kosong. Tidak ada niat untuk sarapan di luar. Biarlah nanti siang saja.Resti pasti akan mengirimkan bekal makan siang untukku nanti.Saat di kantor, aku fokus mengerjakan semuanya. Hingga ponsel yang aku silent, terus saja bergetar.Aku meraih dengan cepat, berharap Re
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan amu, istriku)***"Benar, Dek. Abang sedang kecewa, kecewa pada diri Abang sendiri karena telah menyakiti perasaanmu," ucapku dengan menggenggam tangannya."Sudahlah, Bang. Semuanya sudah terjadi, Resti adalah istri pilihan orang tua Abang, bukan pilihan hati Abang. Sedangkan Susi, dia wanita yang Abang cintai. Tempat kami berbeda dalam kehidupan Abang. Izinkan Resti merenung untuk satu malam ini lagi. Besok Resti akan pulang memberikan jawaban," papar istriku dengan datar.Ada ketakutan pada hatiku setiap kali kalimat demi kalimat keluar dari mulut Resti. Lembut memang, tapi seperti tamparan untukku.Tak lama kemudian, Ayah mertua pulang."Eh, ada Nak Ardan. Tidak ke kantor?" tanya Ayah."Ke kantor tadi, Yah. Tapi sengaja pulang lebih awal," sahutku."Oh, begitu. Nak Ardan ingin menjemput Resti?" tanya-nya lagi."Iya. Resti belum mau pulang hari ini.
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Resti.Malam ini aku membereskan semua barang-barangku. Setelah selesai, aku pun langsung melajukan mobil ke rumah orang tuaku.Air mata terus saja mengalir, baru saja 14 hari aku merasakan bahagia karena dicintai Bang Ardan. Namun, ternyata itu hanya sementara dan tipu daya.Bang Ardan mengingkari janjinya. Luka itu kembali ditorehnya dengan begitu tega.Kali ini tidak mungkin aku bisa menutupi lagi dari Ayah, Ibu. Mereka berhak tahu, agar aku tidak diminta kembali ke rumah itu.Laju kendaraanku, dengan perasaan yang tak menentu, akhirnya aku sampai di depan rumah orang tuaku.Setelah memarkirkan mobil, aku perlahan turun dan melangkah ke arah pintu.Bergetar tanganku menekan bel, sembari mengucap salam. "Assalamualaikum.""Walaikumsalam," sahut Si Mbok dari dalam.Pintu di buka, Si Mbok tercengang melihatk
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***POV Ardan.Aku terbangun dan mendapati diri sudah berada di sebuah Apartemen yang tak asing bagiku.Ya, Apartemen ini milik Susi."Apa yang terjadi?" tanyaku tanpa mengingat apa pun.Susi menangis di pojok kamar. Aku semkain bingung."Katakan, bagaimana bisa aku berada di sini?"Perlahan Susi menoleh ke arahku dan menatap dengan tak berdaya."Mas datang dalam keadaan yang sulit aku jelaskan. Mas sudah merenggut kesucianku," papar Susi dengan mata yang basah.Aku menggeleng dan tak percaya, karena aku tak bisa mengingat apa-apa."Tidak mungkin!" hardikku."Terserah. Yang jelas Mas harus bertanggung jawab, atau aku akan memperpanjang masalah ini."Terdiam aku. Pikiranku menjadi kacau, akhirnya aku meminta waktu pada Susi untuk berpikir. Susi setuju dan memperbolehkan aku pergi.
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***Waktu berjalan ....Aku datang ke rumah orang tuaku."Lho, kok sendirian? Resti mana?" tanya Mama menyelidik."Resti di rumah orang tuanya, Ma."Tak mau aku menyembunyikan kebenaran dari Mama dan Papa. Karena niatku datang ke sini adalah untuk meminta bantuan mereka."Oh, jadi Resti berkunjung ke rumah orang tuanya, terus kamu ke sini. Kalian memang pasangan yang pengertian," puji Mama.Aku berdehem pelan menanggapi ucapan Mama. Rasa gugup menyelimuti hatiku.Aku takut kedua orang tuaku menolak membantuku membujuk Resti."Iya, Ma. Sebenarnya Ardan ke sini mau meminta tolong pada Papa," ujarku beralih menatap Papa.Berkerut kening Papa saat mendengar penuturanku, kemudian bertanya. "Minta tolong apa?"Sebelum menjelaskan, aku menarik nafas panjang. Mataku terpejam beberapa detik hingga terb
Judul: Wanita lain dalam hatiku (Maafkan aku, istriku)***Pulang dari kantor, Susi terlihat bersantai di ruang tengah. Senyum sumringah ia suguhkan menyambut kepulanganku."Mas, sini Deh! Aku mau pesan tas ini," ucapnya menarikku agar duduk di sebelahnya.Seketika aku melirik ke ponsel yang ia sodorkan. Terpampang sebuah tas mahal yang bertuliskan harga 25 juta."Mas capek, buatin minum dulu!" perintahku."Ah, nanti saja. Mas mau kan beliin aku tas ini?"Bergelayut manja Susi di dada bidangku.Aku baru saja sampai di rumah, tapi Susi langsung meminta sesuatu tanpa peduli betapa lelahnya aku."Iya, nanti Mas belikan. Sekarang kamu buat minuman! Oya, jangan lupa masak juga untuk makan malam.""Aku mana bisa masak, Mas. Lagian itu kan pekerjaan pembantu. Uang Mas kan banyak, kita cari asisten rumah tangga saja ya, Mas!"Kubuang nafas kasar, Susi memang tak berbakat