Hanum: Kamu ke mana aja, Mas? Kenapa nomernya baru aktif?Balasan yang Hanum kirim kepada sang suami yang sejak pergi tugas tidak ada kabar selama beberapa hari. Lama tidak mendapatkan balasan, Hanum pun memutuskan menghubungi Dava dalam sambungan telepon, tetapi tidak ada yang menjawab, hingga akhirnya ia pun memutuskan kembali mengirim pesan.Hanum: Kenapa nggak diangkat?Dava: Maaf, Sayang. Di sini susah sinyal, mau ganti kartu juga tanggung banget cuma satu Minggu di sini. Kamu apa kabar?Hanum: Aku nggak bisa bilang kabar aku baik, karena pada kenyataannya sekarang aku lagi nangis, aku takut kamu kenapa-kenapa. Kamu tau, selama kamu nggak ada kabar, selama itu juga aku nggak bisa tidur.Pada kalimat terakhir Hanum menyisipkan emoticon menangis.Dava: Jangan nangis dong, nanti aku ikut nangis di sini. Kamu sabar sebentar ya, Sayang. Aku pasti pulang."Hanum: Iya, Mas. Tapi kapan kamu pulang?Dava: Kemungkina
Setelah pingsan beberapa menit, akhirnya Hanum pun sadar. Dia membuka matanya perlahan, melihat Dava ada di sebelahnya sedang memegang tangannya dengan erat."Kamu udah sadar, Sayang?" tanya Dava tanpa melepaskan genggamannya. Dia mengusap kening Hanum yang sedikit mengeluarkan keringat.Hanum melihat ke arah Dava, Nani juga Haru yang saat ini berdiri di belakang Dava, lalu melihat ke ujung ranjang ada Nara. Saat melihat Nara, Hanum langsung bangkit dari tidurnya."Jangan dulu bangun. Kamu istirahat dulu, Num," ucap Dava."Lepas!" Hanum berusaha melepaskan tangannya, tetapi Dava malah semakin mengeratkan genggamannya."Kamu mau ke mana?"Sambil beringsut turun Hanum berkata, "Ini bukan rumah aku lagi. Kamu bukan suami aku, kita udah nggak punya hubungan apa-apa lagi. Buat apa aku tinggal di sini?""Hanum! Jangan egois kamu. Dava berhak bahagia dengan memiliki keturunan di mana kamu sendiri nggak bisa ngasih. Masih untung
Iya, sejak hari di mana mereka menikah di kota Cirebon, sampai tiba di Jakarta, dan sudah selama satu minggu itu Dava belum menyentuhnya kecuali mengecup kening Nara ketika selesai mengucapkan ijab kabul. Dan, hari ini saat mereka sedang berdua, Nara memberanikan diri mempertanyakan alasan kenapa sampai sekarang Dava belum juga menyentuhnya."Maafkan aku, Nara. Aku belum bisa selama Hanum belum menerima pernikahan kita.""Apakah menyentuhku harus mendapatkan izin dari Hanum?""Bukan izin dari dia, tapi dalam keadaan seperti ini aku nggak bisa melakukan apa-apa. Aku bisa melakukannya jika dalam keadaan tenang dan hal yang membuat aku tenang adalah menemukan di mana Hanum berada.""Itu artinya, aku masih harus menunggu?" tanya Nara lagi."Iya, aku sudah mengatakannya sejak awal. Aku harap kamu bisa menerima keputusan aku."Dengan berat hati Nara pun mengiyakannya. "Baiklah.""Maafkan aku."Nara melingkarkan tangan pada lengan Dava, lalu menyandarkan kepala di atas bahunya. "Tetaplah sep
"Hanum." Nara terkejut saat kembali ke ruangannya, melihat Hanum sedang menangis sambil menunduk, menutupi wajah dengan kedua tangannya. Nara menghampiri Hanum, lalu duduk di sebelahnya. "Hanum."Hanum menurunkan tangannya, lalu memeluk Gina. "Mas Dava jahat, Gin. Dia mengkhianati janji suci pernikahan kita, dia nikah lagi sama Nara. Sahabat kita.""Serius?" Pernyataan tersebut membuat Gina benar-benar terkejut.Masih menangis Hanum menganggukan kepalanya. "Buat apa gue bohong?""Kok bisa sih?"Hanum melepaskan pelukannya, Gina tidak berhenti mengusap bahu Hanum seraya menenangkan. Setelah merasa tenang, Hanum pun kembali bercerita."Tiga tahun gue nikah sama mas Dava dan sampai sekarang gue belum juga hamil. Mertua gue pengen cucu, Gin. Cuci dari darah daging mas Dava. Itulah alasan kenapa mas Dava nikah lagi." Hanum menjelaskan sambil sesegukan."Anjir. Baru tiga tahun nikah dia udah nikahin anaknya sama perempuan lain?"Hanum mengangguk tanpa berkata. Gina menggeleng-gelengkan kepa
"Nara yang buat tweet itu?" tanya Dava tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop."Iyalah. Siapa lagi?" ketus Hanum.Dava menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu menyangkal. "Nggak, Num. Aku belum tidur sama dia, kita tidur terpisah. Aku di kamar kita, dia di kamar tamu.""Kamar tamu yang ada di atas?" tanya Hanum lagi."Iya, nggak mungkin juga kan aku menempatkan dia tidur di kamar yang ada di bawah?""Terus kenapa sampai dia bisa buat tweet seperti ini?""Aku nggak tau, Sayang. Nanti aku tanyakan. Aku akan melarang dia mengunggah foto atau apa pun.""Jangan cuma itu. Keluarkan dia dari rumah kita, aku nggak mau dia tinggal di sana.""Akan aku carikan dia kontrakan.""Secepatnya," tegas Hanum."Iya, Sayang." Dava meraih tangan Hanum, mengecupnya singkat, lalu berterima kasih. "Terima kasih.""Jangan dulu berterima kasih, Mas. Aku belum memaafkan kamu.""Nggak apa-apa, Num. Dengan kamu mau bicara sama aku aja, aku udah sangat berterima kasih sama kamu.""Iya, karna seharusnya aku buk
Tiba jam makan siang, Meli satu-satunya anggota keluarga yang Hanum miliki datang ke butik membawa banyak makanan untuk makan siang. Dia ang baru saja tiba pun meletakkan jinjingannya di dekat meja, lalu duduk di samping Hanum, menanyakan kabar sambil menggenggam erat tangannya. "Kamu baik-baik aja hari ini?"Hanum menjawab sambil tersenyum. "Alhamdulillah baik, Tante.""Syukur deh kalau gitu. Pantesan kamu mulai kerja lagi.""Iya, soalnya banyak diem di rumah juga malah kepikiran terus, mending kerja. Lagian juga tanggung jawab aku masih banyak, aku juga nggak mau mengecewakan Gina.""Aku nggak maksa loh, Tan." Gina menambahkan. Saat ini Gina sedang menaruh kantung berisi box makan siang itu di atas meja, lalu mengeluarkan isinya."Nggak usah di bilangin juga tante tau, kok," ucap Meli sambil tersenyum."Udah ah, ayo kita makan," ajak Hanum seraya melepaskan tangannya dari genggaman sang tante. Hanum menggeser duduknya lebih condong ke depan, lalu membuka salah satu box yang bergamba
"Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Nara saat melihat Dava berjalan tergesa-gesa menuruni anak tangga. Di tangan kanannya ia memegang sebuah kunci mobil, itu artinya Dava akan pergi ke suatu tempat yang penting, karena penampilannya yang terbilang sangat rapi."Aku mau menemui Hanum," jawab Dava tanpa menghentikan langkahnya.Nara berdiri, lalu kembali bertanya, "Emangnya Mas Dava udah tau di mana Hanum tinggal?""Udah, Haris temen aku yang menemukannya.""Mas Dava mau ajak Hanum pulang?"Dengan cepat Dava menjawab, "Iya, aku akan membujuk Hanum sampai dia bersedia pulang." Saat ini ia berdiri di dekat Nara seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku jas."Semoga Hanum mau diajak pulang ya, Mas.""Nggak, kayaknya Hanum nggak bakal mau pulang, sebelum aku menemukan rumah buat kamu.""Oh gitu, ya udah bilang sama Hanum besok aku pindah rumah, biar dia bisa pulang ke sini.""Nanti aku sampaikan."Dava berjalan menuju pintu utama, diikuti oleh Nara dari belakang. Saat Dava berjalan menuju mobil
Dengan sangat terpaksa Hanum pun mengizinkan Dava masuk dengan membiarkan pintu tetap terbuka ketika ia berjalan ke arah jendela.Dava yang berjalan di belakang Hanum pun menutup kembali pintu, lalu mengucapkan ucapan terima kasih sambil menghampiri sang istri. "Makasih ya, Num. Kamu udah izin aku masuk.""Jangan berterima kasih kepadaku, Mas. Aku terpaksa membiarkan kamu masuk, karena nggak mau kena masalah sama orang-orang sekitar. Aku meninggalkan buku nikah di rumah, kita nggak punya bukti kalau kita ...."Dengan cepat Dava memangkas kalimat Hanum yang belum sepenuhnya diucapkan. "Sepasang suami istri." Dava bicara sambil memeluk Hanum dari belakang, melingkarkan tangan pada pinggangnya.Hal itu sontak membuat Hanum terkejut, dia sempat mengibas-ngibaskan tangan Dava, tetapi gagal saat Dava malah mengeratkan pelukannya."Please, Hanum. Izinkan aku memelukmu.""Aku nggak mau disentuh oleh tangan yang sudah menyentuh wanita lain. Lepaskan aku!""Jangan siksa aku dengan cara seperti