Elvan menoleh tanpa suara memandang tajam sosok sang istri ketika nama kekasih hati disebut oleh Jihan. Bukannya takut, Jihan justru tertawa miris akan sikap Elvan padanya. Segitunya Elvan yang berstatus sebagai suaminya malah bersikap seolah-olah dirinya ini orang luar dan Cristal istri sah lelaki itu.Dengan mata berkaca-kaca, Jihan balas menatap Elvan melalui pandangan buramnya akibat air mata yang hampir menetes meluncur bebas ke pipi. “Segitunya kamu seakan takut aku hendak mengatakan hal buruk tentang kekasihmu itu, Mas?”Elvan mengernyit, masih bergeming menunggu kelanjutan perkataan Jihan. Saat ini Elvan memang tidak bisa menebak apa yang ada dalam isi pikiran Jihan. Lebih baik menunggu wanita itu melanjutkan apa yang ingin dia sampaikan padanya. “Bukankah seharusnya aku yang mendapatkan keprotektifan dan kasih sayang itu dari pada dia?” Jihan menghela nafas dalam mengatur oksigen yang mungkin saat ini sudah berganti karbon monoksida karena Jihan merasa ingin mati saking
Sesuai kesepakatan, hari ini Jihan mendatangi tempat dimana sudah menjadi pilihan Jihan untuk bertemu dengan Cristal. Dari luar terlihat Cristal sudah duduk manis pada salah satu meja yang sudah Jihan booking untuk pertemuan mereka.Tentu saja pertemuan ini tidak melibatkan Elvan, akan Jihan urus wanita itu. Mungkin sedikit ancaman bisa membuat wanita itu jera. Tidak masalah jika nanti Jihan terkesan jahat, bukankah Elvan sudah memberinya cap sebagai wanita egois? Maka sekaranglah waktu untuk membuktikan semua ucapan Elvan.“Maaf terlambat.” Jihan dengan penampilan anggun dan berkelas langsung duduk pada kursi kosong depan Cristal.“Ah tidak masalah, aku juga baru saja sampai.”Jihan melirik pada gelas milik Cristal, sebuah jus alpukat sudah nyaris habis tinggal seperempat lagi. Jihan tersenyum sinis atas perkataan wanita di depannya, dia yakin jika Cristal sudah lama menunggu kehadirannya.Cristal menunduk menyadari kalau Jihan pasti tahu dirinya cukup lama menunggu kedatangan istri
“Sungguh keterlaluan kamu, Jihan! Aku tidak menyangka bahwa wanita yang aku nikahi memiliki sifat sebusuk ini. Bisa-bisanya kamu mengancam Cristal dengan kesehatan Ibunya? Tidakkah kamu punya empati sedikit saja sebagai sesama wanita?” pekik Elvan dengan kemarahan memuncak sebab mendengar semua ucapan Jihan untuk kekasihnya itu.Elvan tidak peduli akan luka di pipi istrinya akibat tamparan yang dia layangkan pada Jihan. Meski terpampang jelas ada darah keluar dari sudut bibir Jihan namun, Elvan seolah menutup mata akan kesakitan yang dirasa oleh Jihan. Baginya yang terpenting tetap Cristal, dia akan melindungi sebisa mungkin supaya wanita tercintanya tidak terluka baik fisik maupun mental tanpa peduli akan luka fisik dan mental istri sendiriMendengar perkataan nyaring Elvan tentang empati membuat Jihan tertawa miris. Tangan dimana memegang sebelah pipi yang terkena tamparan bergerak menghapus air mata yang keluar secara kasar. Dia tidak mau terlihat lemah, dia tidak ingin menunjukkan
Sebuah benda pipih dengan garis merah dua terpampang di depan netra seorang wanita yang berkaca-kaca. Wanita itu tidak menyangka setelah dua tahun menikah, dirinya kini tengah mengandung benih dari suami yang dia cintai. Benih yang selama ini dia tunggu-tunggu agar bisa lebih dicintai lagi oleh lelakinya. “Pasti kamu akan sangat bahagia mengetahui berita ini, Mas.” Jihan, wanita cantik dan manja pun selalu dimanjakan itu segera meraih gawainya. Dia menghubungi suaminya saat masih jam kerja, namun Jihan tidak peduli. Menurutnya, berita yang akan dia bawa lebih penting dari segalanya. Satu kali, dua kali, akhirnya panggilan tersebut disambut oleh orang di seberang sana. “Assalamualaikum, Mas.”“Walaikum salam. Iya, Jihan?” Nada datar masuk ke gendang telinga wanita itu. Karena sudah terbiasa dengan sikap suaminya, Jihan pun tak ambil pusing akan hal itu.“Mas, ada sesuatu yang ingin aku beri tahu padamu,” ucap Jihan girang.“Sama, aku juga ada sesuatu yang ingin aku beri tahu padamu.
“Aku hanya perlu ijin dari Jihan untuk menyetujui pernikahan kami berdua. Aku harap Jihan tidak egois dengan membuatku menderita karena jauh dengan orang yang kucintai.”“Aku tidak mau dimadu, Mas.” Akhirnya Jihan mengeluarkan suara keberatannya. “Seperti kataku tadi, kamu harus mau atau kita akan berpisah. Aku lelah menghadapi sifat kekanak-kanakanmu. Kamu yang manja, kamu yang banyak menuntut ini itu. Dan kamu yang selalu saja membuatku pusing. Selama ini, aku sudah berusaha menuruti semua maumu. Bukankah sejak menjadi istriku, aku sudah memenuhi semua tugasku dengan baik? Sekarang, aku mohon padamu. Tolong jangan egois dan biarkan aku juga bahagia. Satu-satunya yang bisa membuatku bahagia hanya Cristal, tolong pahami itu.” Suara bariton Elvan tegas memperingati Jihan. Elvan tidak ingin kehilangan wanita yang begitu dia cintai, cukup selama ini dia berkorban menjadi suami pengganti dari sang Kakak yang telah berpulang dengan menikahi Jihan. Sejak awal, Elvan memang tidak mencintai
Cristal memberanikan diri mengangkat kepala menatap sang kekasih pun dengan Elvan yang sedari tadi menatap Cristal. “Jihan, Pa. Jihan hamil.” Sontak sepasang kekasih yang saling pandang pun langsung menoleh bersamaan ke arah Milea. “Apa, Ma? Jihan hamil?” Tanya Elvan memastikan. Milea menatap benci ke Putranya sendiri. “Puas kamu menyakiti menantuku sedemikian rupa? Dalam keadaan hamil seperti ini, kamu malah tega-teganya membawa bencana masuk dalam rumah tanggamu yang adem ayem,” cecar Milea.Pandangannya beralih kepada wanita di sebelah Elvan. “Hei perempuan, aku tanya dan jawab yang jujur. Dari awal kamu berhubungan dengan anakku, apa kamu belum mengetahui jika dia sudah memiliki istri?” Mata Milea melotot ganas membuat nyali Cristal menciut tak berani menatap lawan bicaranya. “Jawab! Apa kamu tuli?” Milea dengan segala emosinya ingin sekali menyerang perempuan muda itu namun, Tino selalu memegangnya hingga membuat pergerakan Milea terbatas.“Maafkan saya, Bu. Saya memang sudah
Jihan mengunci pintu kamar, dia butuh sendiri memikirkan semua yang terjadi padanya hari ini. Jihan tidak habis pikir Elvan bisa melakukan hal semenyakitkan ini padanya, seharusnya permasalahan rumah tangga dia bicarakan lebih dahulu, bukan tiba-tiba membawa wanita lain dan memperkenalkan sebagai calon madunya. Ah, bukan calon madu. Elvan benar-benar tidak memandang dirinya sebagai istri, sebuah pilihan yang berat bagi Jihan karena Elvan akan menceraikannya demi bisa menikahi sang kekasih. Jihan meraba perutnya yang masih rata. “Kenapa kamu harus hadir di saat Papamu berniat menduakan Mama, Sayang? Semestinya kamu jangan hadir sekarang atau tidak sekalian, semua ini begitu menyakitkan bagi Mama.” Jihan terisak semakin kencang. Nasib buruk apa lagi ini yang menimpanya. Jihan hanya memiliki keluarga Elvan saja, dia sudah yatim piatu dan jauh dari sanak saudara. Bahkan keluarga besarnya pun seolah tidak menginginkan kehadiran dirinya, lalu langkah apa yang harus dia ambil sekarang?Ti
“Mas, sudah pulang?” Elvan mengangguk dan menyambut tangan Jihan untuk dicium. “Ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ucap Elvan datar.Jihan tersenyum menanggapi perkataan Elvan. “Kita makan dulu, yuk! Mungkin masakanku sudah dingin sejak tadi, aku akan memanaskan dulu.” Jihan tidak mempedulikan wajah protes dari Elvan, dia terus melangkah keluar walau air mata kembali mengalir. Elvan menarik nafas kasar melihat sikap Jihan yang seperti tidak terjadi apa-apa, tak berapa lama keningnya berkerut. “Apa dia bilang? Masak? Ck.” Elvan berdecih tidak percaya. Selama ini, tak sekalipun Jihan mau berkutat dengan alat-alat dapur. Yang perempuan itu tahu hanya bersenang-senang, nuntut ini itu, juga bersikap sangat manja tanpa tahu tempat. Jihan sudah seperti anak kecil yang lecet sedikit saja langsung merengek. Wanita itu tidak bisa bekerja keras, tidak bisa susah walau sedikit saja. Ternyata seperti itulah gambaran Jihan di mata Elvan, tanpa lelaki itu tahu bahwa Jihan pun bisa mandiri. T