Jihan mencoba bertahan dalam hubungan sepihak karena Elvan memilih melabuhkan hatinya kepada wanita lain. Ternyata pernikahan satu tahun lamanya tak berhasil membuat Elvan bisa mencintai dirinya. Jihan sadar jika Elvan menikahinya hanya untuk menggantikan sang kakak yang meninggal seminggu sebelum pernikahan berlangsung. Demi calon sang buah hati yang kini bersarang dalam kandungannya, Jihan memilih bertahan hingga waktu yang belum bisa dia tentukan. Mungkinkah Jihan mencoba untuk mengambil hati suaminya atau malah menyerah dengan membawa serta anaknya kelak?
Lihat lebih banyakSebuah benda pipih dengan garis merah dua terpampang di depan netra seorang wanita yang berkaca-kaca. Wanita itu tidak menyangka setelah dua tahun menikah, dirinya kini tengah mengandung benih dari suami yang dia cintai. Benih yang selama ini dia tunggu-tunggu agar bisa lebih dicintai lagi oleh lelakinya.
“Pasti kamu akan sangat bahagia mengetahui berita ini, Mas.”Jihan, wanita cantik dan manja pun selalu dimanjakan itu segera meraih gawainya. Dia menghubungi suaminya saat masih jam kerja, namun Jihan tidak peduli. Menurutnya, berita yang akan dia bawa lebih penting dari segalanya.Satu kali, dua kali, akhirnya panggilan tersebut disambut oleh orang di seberang sana. “Assalamualaikum, Mas.”“Walaikum salam. Iya, Jihan?” Nada datar masuk ke gendang telinga wanita itu. Karena sudah terbiasa dengan sikap suaminya, Jihan pun tak ambil pusing akan hal itu.“Mas, ada sesuatu yang ingin aku beri tahu padamu,” ucap Jihan girang.“Sama, aku juga ada sesuatu yang ingin aku beri tahu padamu. Kita bertemu di rumah, Mama. Kamu bersiaplah dan jalan dulu, aku akan berangkat dari kantor langsung ke rumah, Mama,” titah pria di seberang sana.“Baik, Mas.”“Hem.”“Ass….” Jihan tidak melanjutkan salamnya karena keburu suaminya menutup panggilan telefon tersebut.“Huft, selalu saja begitu,” keluh Jihan menatap nanar gawainya.Jihan memilih bersiap untuk segera datang ke rumah mertuanya, dia harus tiba lebih awal dari suaminya. Meraih kunci mobil, Jihan melajukan audinya menuju kediaman sang mertua. Jihan berhenti di sebuah toko kue terkenal dimana menjadi langganan keluarga sang suami.Jihan membeli tiga tipe kue sesuai selera masing-masing, yaitu kedua mertua dan kue kesukaan suaminya. Elvano Difran, lelaki yang menyelamatkan kehormatannya dengan menikahi dirinya setelah calon suami mengalami kecelakaan hingga membuat nyawanya melayang sehari sebelum pernikahan.Berkat kebaikan dan kelembutan yang pria itu tunjukkan pada Jihan, tak sulit bagi Jihan jatuh cinta pada Elvan. Hingga sekarang, Jihan tidak mengetahui tentang perasaan Elvan terhadapnya. Dia berpikir, mungkin Elvan juga merasakan hal sama seperti yang dia rasakan saat ini. Elvan sukses mencuri cinta Jihan dari Devan Difran, Kakaknya.Sepanjang jalan, senyum tak pernah luntur dari wajah Jihan. Kepalanya membayangkan respon yang nanti akan dia dapatkan dari Elvan. Pasti lelaki itu akan menghadiahi ciuman bertubi-tubi di wajahnya, belum lagi menggendong ala bridalstyle seperti di film-film kebanyakan.Sepolos itu cara berpikir Jihan, sebagai penggemar drama korea, bayangan romantis dari Elvan memenuhi isi kepalanya. “Aku benar-benar tidak sabar untuk segera bertemu denganmu, Mas.”Mobil memasuki carport rumah mewah milik keluarga Difran. Jihan segera mengambil beberapa kue di samping kemudi lalu keluar penuh semangat. “Assalamualaikum,” salam Jihan riang.Jihan merasa beruntung karena orang tua suaminya sangat sayang padanya seperti anak sendiri. Tak jarang ketika Jihan mengeluh tentang sikap Elvan yang terlalu cuek dan datar, wanita itu akan mendapat pembelaan dari kedua mertuanya.“Hai, Sayang! Kamu datang kok gak kabari Mama, dulu?” Milea menyambut menantu kesayangan dan satu-satunya itu dengan sebuah pelukan.“Iya, Ma. Maaf mendadak, Jihan kesini diajak oleh Mas Elvan. Kami sudah janjian untuk bertemu di sini. Jihan punya kabar baik buat Mama dan Papa, tetapi nanti setelah Mas Elvan datang, baru Jihan umumkan kabar baiknya itu.”“Ah, kamu ini ada-ada saja, suka banget bikin Mama penasaran.” Jihan nyengir kuda lalu melenggang pergi dengan kepercayaan diri penuh.Sepuluh menit menunggu, akhirnya Elvan datang juga. Jihan tersenyum manis berlari ke depan pintu utama. Jihan mendekati Elvan ketika pria itu keluar dari mobil. “Mas!” Jihan segera menyambut tangan besar lelakinya dan menciumnya takzim.“Kita masuk!” Jihan melingkarkan tangannya ke lengan Elvan.Tanpa Jihan tahu, wajah Elvan berubah tidak nyaman atas perilaku Jihan. Saat hendak melangkah, pintu samping kemudi terbuka. Jihan mengernyitkan keningnya penasaran akan perempuan cantik yang sudah berdiri di samping mobil Elvan.“Dia siapa, Mas?” Tanya Jihan.“Kita bicara saja di dalam, nanti kamu juga akan tahu.” Elvan masih dengan sikap tenangnya mengajak wanita itu masuk rumah. “Ayo kita, masuk!” Ajaknya.Jihan masih dengan wajah ceria dan mengapit tangan Elvan posesif. “Mari, mba,” Jihan turut mempersilahkan wanita itu masuk.“Akhirnya kamu pulang juga,” tegur Milea saat anak dan menantunya masuk rumah.“Kamu tahu, Elvan? Sejak tadi Mama itu penasaran sekali sama apa yang ingin Jihan kasih tahu ke kita semua. Dia….” Ucapan Milea terhenti setelah suara salam terdengar dari arah pintu.“Assalamualaikum.”“Walaikum salam,” jawab semua orang yang ada di sana.“Duduklah,” ucap Elvan.Jihan menelisik gadis yang dibawa oleh suaminya, apa lagi tatapan mata teduh yang Elvan berikan pada gadis itu. Sangat berbeda bila Elvan berhadapan dengannya selalu datar, hanya dia yang selalu memberi senyum lebar dan tulus, tatapan memuja serta penuh cinta.Meski Jihan merasa sedikit aneh, namun wanita itu tidak berani mengambil kesimpulan apa-apa. Dia takut akan terjadi salah paham jika sampai dia membuka mulut untuk menyuarakan rasa penasarannya.“Ma, perkenalkan, dia sekertarisku. Aku sengaja mengajaknya ke sini hari ini karena ada sesuatu yang ingin aku sampaikan.” Suasana di ruangan itu mendadak hening.Jihan mulai tidak nyaman dengan situasi yang ada, perasaan Jihan mulai menangkap ada sesuatu hal antara suaminya dengan gadis di depannya ini. Elvan berdiri dari duduknya di samping Jihan, beranjak menjauhi Jihan lalu mendaratkan tubuhnya di sofa panjang yang sama dimana gadis bawaannya itu duduk.“Ma, Jihan, Pa.” Elvan menyebut satu per satu orang yang ada pun dengan sang Papa yang baru saja bergabung.“Elvan ingin menikah lagi.” Elvan mengatakan dengan sangat lancar dalam satu tarikan nafas.“Apa?” Jawab ketiga orang dalam ruangan itu.“Kamu sadar dengan perkataanmu itu, Van?” tanya Milea tidak yakin. “Tapi kenapa? Apa kurangnya Jihan sampai kamu ingin menikah lagi?”“Maaf, Ma. Elvan mencintai Cristal,” jawab Elvan mantap.Jihan menatap nanar suaminya, sebegitu tidak pedulikah lelaki itu terhadap perasaannya? Bahkan Elvan tanpa meliriknya sedikit pun berkata seolah dia masih bujang, tidak perlu menjaga perasaan orang lain yang tersakiti.“Cinta? Lalu kamu anggap apa Jihan, Van? Dia istri kamu, selama dua tahun ini dia selalu merawatmu dengan tulus. Apa kamu tidak memikirkan bagaimana sakit hatinya Jihan atas ucapanmu barusan?” Milea meninggikan nada suaranya.Mendengar sang Mama menyinggung soal hati, barulah Elvan memandang Jihan yang sudah berderai air mata. Elvan masih sama, menatap wajah Jihan dengan tatapan datar seperti biasanya. “Maaf, Ma. Aku akan bersikap adil, Elvan yakin Elvan bisa membimbing kedua istri Elvan dan tidak akan ada yang Elvan bedakan.” Elvan masih menatap Jihan tanpa mengalihkan sedikit pun."Aku....""Kau harus setuju aku menikah lagi atau kita akan berpisah," putus Elvan memotong ucapan Jihan.“Sungguh keterlaluan kamu, Jihan! Aku tidak menyangka bahwa wanita yang aku nikahi memiliki sifat sebusuk ini. Bisa-bisanya kamu mengancam Cristal dengan kesehatan Ibunya? Tidakkah kamu punya empati sedikit saja sebagai sesama wanita?” pekik Elvan dengan kemarahan memuncak sebab mendengar semua ucapan Jihan untuk kekasihnya itu.Elvan tidak peduli akan luka di pipi istrinya akibat tamparan yang dia layangkan pada Jihan. Meski terpampang jelas ada darah keluar dari sudut bibir Jihan namun, Elvan seolah menutup mata akan kesakitan yang dirasa oleh Jihan. Baginya yang terpenting tetap Cristal, dia akan melindungi sebisa mungkin supaya wanita tercintanya tidak terluka baik fisik maupun mental tanpa peduli akan luka fisik dan mental istri sendiriMendengar perkataan nyaring Elvan tentang empati membuat Jihan tertawa miris. Tangan dimana memegang sebelah pipi yang terkena tamparan bergerak menghapus air mata yang keluar secara kasar. Dia tidak mau terlihat lemah, dia tidak ingin menunjukkan
Sesuai kesepakatan, hari ini Jihan mendatangi tempat dimana sudah menjadi pilihan Jihan untuk bertemu dengan Cristal. Dari luar terlihat Cristal sudah duduk manis pada salah satu meja yang sudah Jihan booking untuk pertemuan mereka.Tentu saja pertemuan ini tidak melibatkan Elvan, akan Jihan urus wanita itu. Mungkin sedikit ancaman bisa membuat wanita itu jera. Tidak masalah jika nanti Jihan terkesan jahat, bukankah Elvan sudah memberinya cap sebagai wanita egois? Maka sekaranglah waktu untuk membuktikan semua ucapan Elvan.“Maaf terlambat.” Jihan dengan penampilan anggun dan berkelas langsung duduk pada kursi kosong depan Cristal.“Ah tidak masalah, aku juga baru saja sampai.”Jihan melirik pada gelas milik Cristal, sebuah jus alpukat sudah nyaris habis tinggal seperempat lagi. Jihan tersenyum sinis atas perkataan wanita di depannya, dia yakin jika Cristal sudah lama menunggu kehadirannya.Cristal menunduk menyadari kalau Jihan pasti tahu dirinya cukup lama menunggu kedatangan istri
Elvan menoleh tanpa suara memandang tajam sosok sang istri ketika nama kekasih hati disebut oleh Jihan. Bukannya takut, Jihan justru tertawa miris akan sikap Elvan padanya. Segitunya Elvan yang berstatus sebagai suaminya malah bersikap seolah-olah dirinya ini orang luar dan Cristal istri sah lelaki itu.Dengan mata berkaca-kaca, Jihan balas menatap Elvan melalui pandangan buramnya akibat air mata yang hampir menetes meluncur bebas ke pipi. “Segitunya kamu seakan takut aku hendak mengatakan hal buruk tentang kekasihmu itu, Mas?”Elvan mengernyit, masih bergeming menunggu kelanjutan perkataan Jihan. Saat ini Elvan memang tidak bisa menebak apa yang ada dalam isi pikiran Jihan. Lebih baik menunggu wanita itu melanjutkan apa yang ingin dia sampaikan padanya. “Bukankah seharusnya aku yang mendapatkan keprotektifan dan kasih sayang itu dari pada dia?” Jihan menghela nafas dalam mengatur oksigen yang mungkin saat ini sudah berganti karbon monoksida karena Jihan merasa ingin mati saking
“Aku akan membujuk kedua orang tuaku dan juga Jihan. Aku pastikan mereka akan segera merestui hubungan kita berdua. Jika Jihan tetap bersikeras menolak pernikahan kita, maka aku tidak segan-segan untuk langsung menceraikannya.” Tanpa perasaan dan pikiran yang matang, Elvan lantang bicara demikian.Cristal menatap nyalang pria di sampingnya usai mendengar penuturan menyakitkan di telinga. Dia tahu seperti apa rasanya bila semua perkataan Elvan tadi sampai terdengar di telinga Jihan, sudah tentu perempuan itu akan semakin hancur perasaannya.Berkali-kali Cristal menggeleng tidak percaya akan apa yang barusan masuk ke gendang telinganya. Sepanjang dia mengenal Elvan, pria itu selalu berperingai baik dengan attitude yang tidak perlu di ragukan lagi. Bahkan Cristal sangat mengetahui jika Elvan merupakan seorang tekun beribadah, sungguh Cristal tidak menyangka sama ucapan pria tercintanya. Semua benar-benar di luar dugaannya.Cristal menghargai perjuangan Elvan untuk tetap bersama dirinya t
“Tadi itu siapa?” tanya Juna dengan wajah kesal. Dia tidak habis pikir, bagaimana mungkin ada seorang suami lebih memilih mengantar perempuan lain pulang sedangkan istri sendiri tidak. Juna tidak terima atas sikap Elvan barusan. Menurutnya, Elvan tidak mencerminkan suami yang baik bagi Jihan. “Bukan siapa-siapa,” jawab Jihan gamang. “Bukan siapa-siapa tapi lelakimu malah memilih perempuan lain di banding mengantarkanmu yang istrinya. Suamimu benar-benar tidak punya hati,” umpat Juna marah. “Sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Toh aku baik-baik saja, kok.” Senja berusaha tersenyum meski wajahnya tidak bisa menutupi kesedihan itu sendiri. “Gaya banget kamu bilang baik-baik saja. Lihat saja itu matamu,” tunjuk Juna. “Merah di sini dan ini. Apa seperti itu namanya baik-baik saja? Sebenarnya, apa yang terjadi? Jangan menutupinya dariku, bukankah kita sudah seperti saudara? Tolong beri tahu aku kalau kamu ada masalah. Meski tidak bisa membantu, siapa tahu bisa sedikit mengurangi beban piki
Tak lama akhirnya kami sampai juga ke tempat yang di maksud oleh Mas Elvan. Nampak beberapa pedagang pinggir jalan menggunakan tenda seadanya serta kursi dan meja bagi pengunjungnya. Tidak banyak hanya ada tiga pedagang dengan beda menu dagangan.Mas Elvan membawaku ke salah satunya dimana tertulis di spanduknya ‘nasi goreng cak Man’. Aku sedikit kagum karena meski larut malam, nasi goreng tersebut masih banyak pembelinya.“Rame sekali ya, Mas. Pasti makanannya enak sehingga banyak yang suka,” ucapku kagum.Bak seperti bicara sama batu, orang itu justru tidak menjawabku dan terus melangkah sampai berdiri tepat sebelah kiri pedagang. “Pak, nasi goreng special dua, ya! Teh hangatnya dua.”“Baik, Mas. Silahkan duduk dulu, maaf kalau nanti agak lama karena sedang banyak pengunjung,” ucap si pedagang merasa bersalah, mungkin karena lama pelayanannya.“Iya, Pak. Tidak masalah.” Mas Elvan kembali padaku lalu menyuruhku duduk di salah satu trotoar saking penuhnya tenda. Kebanyakan di isi oleh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen