Share

Suguhan Dari Seorang Perawan

Bab 6

"Jangan bilang kamu ingin menggodaku, Ri, desis Leo seraya melangkah mundur. Matanya menatap sekilas gadis di hadapannya, sesudah itu ia membuang muka.

Leo lelaki normal. Munafik rasanya jika ia tidak tergoda dengan penampilan gadis itu. Seluruh tubuh Riri terekspos dan ia tahu betul, Riri masih perawan. Kenyataan itu memacu adrenalinnya. 

Sekali lagi Leo mundur selangkah, sembari mati-matian berusaha menahan diri. Jika menurutkan hati, ingin rasanya ia menerkam Riri saat itu juga. Tapi ia ingat, bukan cuma Riri yang tidak boleh terbawa perasaan, tetapi juga dirinya

"Kenapa kamu menggunakan pakaian laknat ini?! Jangan melanggar perjanjian, Ri." Sepasang mata itu berkilat-kilat. Leo benar-benar kecewa. Rahangnya bahkan mengeras lantaran emosi.

"Mas, aku bisa jelaskan...." l.idah Riri serasa kelu saat melihat tangan Leo yang terangkat.

"Stop! Aku nggak butuh penjelasan apapun darimu. Kamu udah bikin aku kecewa. Buat apa kamu mengenakan pakaian seperti ini? Ini bukan pernikahan yang sebenarnya, jadi kamu nggak perlu memakai pakaian ini untuk menyambut malam pertama kita. Cepat, ganti bajumu!" bentak Leo.

Riri menggeleng lemah seraya menunjuk ragu ke arah kopernya. Leo melangkah menuju koper itu dan matanya terbelalak melihat onggokan pakaian yang kurang lebih sama dengan pakaian yang dikenakan oleh Riri.

"Kamu benar-benar keterlaluan! Buat apa kamu membawa pakaian-pakaian seperti ini?!" Leo menarik kasar sebuah gaun yang tak kalah seksi dengan yang tengah dikenakan Riri saat ini. 

"Jangan bilang jika kamu ingin pernikahan ini nyata. Kamu pikir aku akan tergoda dengan penampilanmu yang seperti ini, lalu kita melanggar perjanjian, dan kita akan menikah selamanya? Kamu ingin aku selamanya menjadi suamimu, begitu?" bentak Leo. Dia melemparkan pakaian di tangannya ke sembarang arah.

"Bukan seperti itu maksudku, Mas. Aku tidak pernah berpikiran begitu," sahut Riri lirih. Dia tahu percuma saja membela diri, karena di mata Leo, Riri lah yang salah.

"Tapi kamu memakai pakaian seperti ini!" Jari telunjuknya kembali menuju gadis itu. Riri yang hanya bisa menunduk.

"Itu karena aku tidak punya pilihan lain, Mas. Masa iya aku tidak berpakaian sama sekali? Pakaian yang ada di koperku hanya itu. Aku tidak tahu siapa yang menukar baju-bajuku dengan pakaian seperti ini," sahut Riri memelas.

"Stop! Jadi kamu mau menimpakan kesalahanmu kepada orang lain?! Riri, itu adalah kopermu dan password-nya hanya kamu yang tahu. Mustahil ada orang yang bisa membuka koper itu dan menaruh pakaian-pakaian ini ke dalam kopermu, selain kamu sendiri. Jangan bercanda, Ri!" Leo mendengus.

"Aku bersumpah, Mas. Aku tidak pernah membawa pakaian ini!"

"Aku tidak percaya! Alasanmu sama sekali nggak logis, nggak bisa diterima!" Pria itu segera berbalik. Namun sebelum ia melangkah melewati pintu, Leo masih sempat menatap Riri yang terlihat sedang menyusut air matanya.

"Kamu salah besar jika berpikiran bahwa aku akan tergoda dengan penampilanmu yang seperti ini. Kamu itu bukan tipeku, Ri. Aku tidak mencintaimu. Kita hanya teman dan partner, meski di atas kertas kamu adalah istriku dan aku boleh menyentuhmu sesukaku.!" Leo menelan ludahnya kasar. Sesungguhnya ia tidak tega mengucapkan kata-kata kasar kepada Riri. Namun dia harus tegas untuk membuat gadis itu sadar akan posisinya.

"Aku benar-benar kecewa sama kamu. Kamu sudah melupakan tujuan pernikahan ini. Ingat, kamu itu bekerja untukku. Pekerjaanmu hanya menjadi istri pura-pura, bukan menjadi teman ranjangku. Jangan pernah merubah dirimu menjadi seorang jalang!"

Setelah mengucapkan kata-kata itu, akhirnya Leo pun berlalu, meninggalkan Riri yang terduduk lemas di kursi depan meja rias.

Riri menangis sesenggukan. Kata-kata terakhir Leo benar-benar merobek hatinya.

Jalang!

Sudah sedemikian hinakah dirinya di mata Leo? Dia istri Leo, meskipun hanya di atas kertas, tapi halal baginya untuk menampakkan seluruh tubuhnya di hadapan laki-laki itu.

Pakaian ini pun di luar kendalinya. Dia juga tidak mau mengenakan pakaian ini, tetapi jika tidak mengenakan pakaian ini, maka dia akan benar-benar telanjang, karena tidak ada pakaian lain di kamar ini. Semua isi kopernya hanya lingerie aneka warna dan model.

Entah siapa yang memasukkan pakaian-pakaian ini ke dalam kopernya dan mengeluarkan pakaian-pakaian yang sudah ia siapkan. Dan yang lebih aneh lagi, dari mana orang itu tahu password kopernya? Seingatnya, dia tidak pernah memberitahu password kopernya kepada siapapun, termasuk kepada Leo sekalipun.

Kepala Riri berdenyut-denyut. Dan dengan langkah sempoyongan, dia melangkah menuju tempat tidur. Masih ada selimut yang bisa ia gunakan untuk menutupi tubuhnya. Di balik selimut, air mata Riri tumpah ruah. 

"Kenapa jadi seperti ini? Siapa yang memasukkan pakaian itu ke dalam koper dan ke mana pakaian-pakaianku yang lain?" Riri mencoba mengingat-ingat. 

Sehari sebelum acara pernikahan, dia sudah menyiapkan koper itu. Tidak ada yang salah. Dia membawa pakaian yang normal, pakaian yang biasa ia kenakan sehari-hari dan tidak ada pakaian seksi yang ia bawa.

"Apa maksudnya orang itu menukar pakaianku dengan pakaian-pakaian seperti ini? Apakah aku mengenalnya? Lalu, apa yang ia inginkan? Keuntungan apa yang ingin ia dapatkan?" Berbagai pertanyaan memenuhi isi kepalanya, membuat kepalanya terasa begitu berdenyut-denyut. 

Tangisnya kini sudah reda. Riri berusaha memejamkan mata, tapi tak bisa. Hatinya benar-benar sakit. Kata-kata Leo benar-benar menyakiti hatinya. Dia nyaris tak percaya seorang Leo bisa mengucapkan kata-kata itu.

Meskipun dingin dan sedikit arogan, tetapi dia tidak pernah berkata-kata kasar, bahkan belakangan ini sikapnya pun berubah lebih manis dan sering membuat dirinya baper sendirian.

"Jika pun aku terbawa perasaan di dalam pernikahan ini, salahkah aku jika menyerahkan diriku kepada suamiku?" Riri mengusap dadanya. 

"Kenapa dia justru marah-marah? Bukankah seharusnya dia merasa beruntung mendapat suguhan dari seorang perawan?" 

"Jika pun kami melakukannya tanpa cinta, bukankah itu pun juga tidak salah? Mas Leo sudah berjasa dalam pengobatan ibu, jadi salahkah aku jika menyerahkan diriku sebagai ucapan terima kasih? Kenapa dia justru menganggapku sebagai wanita jalang?! Sedemikian hinakah diriku sehingga dia tidak memiliki ketertarikan sedikitpun kepadaku?" Riri kembali menangis.

***

Merasa tak mampu mengontrol dirinya, Leo memutuskan untuk keluar dari hotel dan mengendarai mobilnya. Dia menuju sebuah tempat hiburan malam dan memesan minuman. Sembari menunggu pelayan datang, Leo menatap sekeliling. Kelap-kelip lampu justru membuat adrenalinnya terpacu. Namun dia tidak punya mood untuk turun dan bergabung dengan orang-orang yang tengah berjoget mengikuti irama musik hasil racikan seorang DJ.

"Aku sudah berbuat baik dengan berkomitmen tidak akan menyentuhmu, tapi kenapa kamu seolah mengundangku? Aku ini pria normal, Ri. Dan bisa saja aku menerkammu tadi jika tidak buru-buru keluar dari kamar pengantin kita." ucap Leo dalam hati. Sekilas ia terbayang wajah gadis itu sebelum ia keluar dari kamar. Terlihat jelas Riri yang tengah menangis.

"Maaf jika aku sudah menolakmu. Tapi aku tidak akan pernah menyentuhmu tanpa cinta. Lagi pula, perjanjian kita tidak membolehkan ada sentuhan fisik seperti itu. Kamu jangan merusak dirimu sendiri, Ri."

Leo terus menyebut nama Riri sembari menegak minumannya. Matanya mulai berkabut dan memerah. Dia mulai mabuk. Leo mengerjapkan matanya berulang kali. Entah kenapa tubuhnya terasa ringan meskipun sebenarnya langkahnya sempoyongan. Dia berjalan menuju kasir dan menyelesaikan pembayaran, lalu keluar dari tempat itu dan masuk ke mobilnya. Susah payah ia menjaga kesadarannya. Tentunya dia tidak ingin mati konyol, bukan?

Waktu sudah menjelang dini hari saat Leo akhirnya masuk ke dalam kamar hotel tempat mereka menginap. Dia menatap tempat tidur. Tampak gadis itu berbaring di sana dengan kain lebar yang menyelimuti tubuhnya. Bibir lelaki itu seketika tersenyum. Dia melangkah mendekat, lalu tangannya terulur membelai pipi gadis itu.

"Tetaplah menjadi wanita lugu pilihanku, Ri. Kamu jangan berubah. Kamu nggak perlu melakukan apapun, cukup duduk manis di sisiku sebagai istri pura-pura. Kenyataan itu nggak akan berubah. Saat ini kita hanya partner, hanya teman dan semua yang kita lakukan berdasarkan kesepakatan. Kamu harus paham itu, Ri." Tangan Leo segera naik ke atas, dia menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi dahi gadis itu. 

Namun sentuhannya kali ini membuat gadis itu menggeliat. Tampaknya Riri merasakan sesuatu, hingga akhirnya mata yang bengkak itu pun terbuka.

"Mas Leo...."

***

Setelah itu, apa yang akan terjadi lagi sama mereka ya? Apakah Leo akan unboxing Riri di dalam keadaan mabuk? Tunggu episode berikutnya ya...🤭

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status