Bab 5
Riri terus memejamkan mata sampai aroma tubuh maskulin itu benar-benar lenyap dari indera penciumnya, baru setelah itu ia menutup pintu apartemen, kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa.
Riri memegang keningnya. Bekas bibir Leo masih begitu terasa, begitu lembut dan hangat. Harus diakui, terkadang sikap Leo begitu manis kepadanya, meski itu tak bisa menyembunyikan sifat aslinya yang dingin dan sedikit arogan
"Ah, apa yang aku pikirkan? Kenapa aku malah memikirkan ciuman Mas Leo barusan? Tidak menutup kemungkinan jika itu hanya akting, kan? Bukankah kami hanya teman dan partner sebuah perjanjian? Tidak seharusnya aku terbawa perasaan padanya." Sebuah sisi di hatinya menegur.
Namun tak urung, dadanya serasa dipukul. Pukulan bertalu-talu yang membuat gadis itu memegang dadanya.
"Ada apa denganku? Kenapa dadaku seperti ini?" Gadis itu kembali memejamkan mata seraya mengingat-ingat apa yang sudah mereka lewati hingga berada di titik ini.
Berawal dari diberhentikannya dirinya dari pekerjaannya sebagai baby sister anak perempuan Nyonya Zakia, lalu Leo menawari untuk membantu mencarikan pekerjaan baru, hingga akhirnya dia terjebak di dalam sebuah perjanjian.
Andai ibunya tidak sakit keras, tak sudi rasanya Riri menandatangani perjanjian ini. Namun tak sampai tiga minggu kemudian, tiba-tiba saja pandangannya terhadap Leo berubah.
Apakah Leo yang terlalu pandai berakting, atau pada dasarnya dialah yang baper dengan perlakuan lelaki itu?
Kenyataannya, Leo memperlakukan Riri dengan begitu manis, karena dia memang ada maunya.
Waktu tiga hari benar-benar tak terasa. Pagi-pagi sudah ada orang yang menjemput Riri untuk menuju sebuah hotel. Meskipun pernikahan ini dilaksanakan secara sederhana dan tertutup serta tidak mengundang banyak orang, tetapi tetap saja Leo mengeluarkan uang untuk menyewa ruangan di sebuah hotel berbintang tiga.
"Benar-benar pemborosan. Kalau mau nikah, ya nikah saja." Gadis itu hanya pasrah dan membiarkan para perias menjalankan tugasnya. Hari ini ia tampil sangat cantik dengan kebaya berwarna putih dan sarung yang dimodifikasi menjadi rok. Dia sangat cantik. Kecantikannya terpancar secara alami. Auranya seketika keluar, bahkan Leo sempat pangling. Dia tidak menyangka, gadis lugu yang dipilihnya sebagai istri pura-pura ini bisa tampil begitu mempesona.
Mulut Leo dengan lantang mengucapkan akad dan resmilah Riri menjadi istri Leo, ah lebih tepatnya istri pura-pura. Riri mencium tangan Leo yang dibalas oleh lelaki itu dengan mencium kening istrinya.
Meskipun bagi Riri ini bukan ciuman pertama, tetapi semuanya terasa begitu syahdu dan ia sangat menikmati momen itu.
"Kamu capek, Ri?" tanya Leo. Saat ini mereka sudah berada di kamar hotel, ruangan yang dirias sebagai kamar pengantin mereka.
Kamar pengantin?!
Boro-boro menjalankan aktivitas sebagai pengantin baru, Riri dan Leo kemungkinan akan pisah tempat tidur. Bukankah itu merupakan janji Leo kepada Riri?
"Lumayanlah, tetapi itu memang tugasku, bukan?" ujarnya penuh kesadaran. Ada sedikit rasa tidak rela, karena ternyata ia hanya istri pura-pura. Andai saja momen bahagia ini benar-benar nyata adanya, betapa ia merasa beruntung bisa mendapatkan suami yang mencintainya. Apalah daya, nasib seolah tak berpihak.
"Kerja bagus, Ri. Terima kasih ya. Tapi seharusnya kamu bilang kepadaku kalau capek, sehingga kita bisa ke kamar lebih cepat." Pria itu menghembuskan nafas.
"Tidak apa-apa, Mas." Riri beranjak dan berjalan menuju meja rias. Pakaian pengantin ini membuatnya merasa gerah. Dia bermaksud untuk menghapus riasan yang membuatnya merasa tak nyaman.
Riri memang tidak terbiasa menggunakan make up, padahal penata rias hanya mengaplikasikan make up natural di wajahnya.
"Biar aku membantumu," tawar Leo yang melihat Riri nampak repot melepas semua aksesoris yang ada di kepalanya. Tangan kokoh itu dengan cekatan melepaskan semua aksesoris yang ada di kepala Riri, lalu membantunya untuk menyisir rambut.
Leo menahan nafas saat mencium aroma memabukkan yang keluar dari helaian hitam nan panjang ini. Satu alasan yang membuat Leo seketika menjauh setelah memberikan sisir kepada Riri.
***
Lelaki itu berjalan cepat menuju balkon hotel. Tempat itu satu-satunya tujuannya saat ini. Dia tidak mungkin terus-menerus berada di kamar pengantin itu. Aroma tubuh Riri yang harum bisa membuatnya lupa diri. Dia baru mencium aroma rambutnya dan itu entah kenapa membangkitkan hasratnya.Bukankah dia sudah berjanji untuk tidak menyentuh gadis itu? Dia sudah menganggap gadis itu adalah temannya, lebih tepatnya teman saat mereka sama-sama bekerja pada nyonya Zakia.
"Apa karena suasana di kamar yang sangat mendukung, sehingga tiba-tiba saja hasratku bangkit saat mencium aroma rambut gadis itu?" Leo bertanya dalam hati. Kini dia sudah sampai di balkon dan tengah menikmati pemandangan di bawahnya.
"Tampaknya aku tidak boleh tidur sekamar dengan Riri malam ini. Jika tidak, bisa-bisa aku hilang kendali. Aku sudah berjanji kepada Riri untuk tidak menyentuhnya." Pria itu memejamkan matanya sejenak. Perasaannya bimbang.
"Tetapi mau tidur di mana? Jika aku menyewa satu kamar lagi, pasti orang-orang akan curiga dengan pernikahan ini," batin Leo.
Hari menjelang malam. Setelah merasa cukup menenangkan diri, akhirnya Leo memutuskan untuk kembali ke kamar. Kali ini dia harus benar-benar meneguhkan hati. Jangan sampai ia tergoda. Leo harus menebalkan keyakinan, Riri adalah temannya dan mereka hanya sekedar berpura-pura. Jadi bukan hanya Riri yang dituntut untuk tidak melibatkan perasaan, dirinya pun juga.
"Riri bukanlah tipeku. Tipe wanita yang aku idamkan adalah wanita yang seperti Zakia. Cantik, pintar, sederhana, meskipun berasal dari keluarga kaya raya," gumam Leo terus mengayunkan langkah.
"Sayangnya semua wanita yang disodorkan oleh Papa dan Mama jauh dari kriteria yang kuinginkan. Mereka memang cantik dan berkelas, tetapi sombong, angkuh dan terlalu mendewakan harta dan keluarganya, apalagi kepentingan orang tua mereka juga bermain di balik perjodohan itu." Leo kembali teringat Nilam wanita terakhir yang disodorkan oleh orang tuanya.
"Ogah! Masa iya jejaka dapat janda? Pantang bagi seorang Leo mendapatkan sisa!"
***Sementara itu di kamar, Riri meneruskan menyisir rambutnya. Rambutnya lumayan kusut, karena tadi ia menggunakan sanggul. Dia harus ekstra hati-hati, jangan sampai rambutnya jadi rontok akibat ia menyisir sembarangan. Setelah berhasil menghapus sisa make up dan melepaskan pakaian pengantinnya, Riri segera menyambar handuk dan pergi ke kamar mandi.Gadis itu memejamkan mata saat tetes-tetes air menyentuh tubuhnya yang telanjang. Terasa begitu nyaman. Riri meresapi tetes demi tetes air yang jatuh mengenai tubuhnya.
Setelah selesai mandi, Riri pun keluar. Kaki-kaki jenjangnya bergerak menuju koper yang teronggok di sudut kamar.
"Ya ampun! Pakaian macam apa ini?!" Matanya membelalak saat melihat onggokan pakaian kurang bahan yang memenuhi koper miliknya.
Riri memijat pelipisnya. Seingatnya dia tidak memasukkan pakaian-pakaian itu. Dia memasukkan pakaian yang biasa ia kenakan. Lalu siapa yang memasukkan pakaian itu dan mengeluarkan pakaian yang dimilikinya? Apakah ini salah koper?
Riri meneliti koper itu, dan benar saja. Koper itu memang miliknya. Tidak mungkin tertukar, karena password untuk membuka koper itu memang password yang diketahuinya.
"Kenapa pakaian ini ada di sini?" Riri mengambil sebuah gaun dan langsung bergidik dengan pakaian yang ia pegang.
"Kalau harus mengenakan pakaian seperti ini, sama aja aku tidak berpakaian," keluh Riri. Dia melirik pakaian pengantinnya.
"Tidak mungkin aku memakai pakaian pengantin. Benar-benar nggak enak. Tapi aku harus memakai pakaian apa?" Kepala Riri semakin cenat-cenut. Tak punya pilihan, akhirnya ia melepas handuk yang dipakainya, kemudian segera mengenakan pakaian itu.
Riri berkaca di depan cermin menatap malu pada dirinya sendiri. Pakaian ini benar-benar terbuka dan menampakkan seluruh tubuhnya.
"Aku tidak punya pilihan. Harus bagaimana lagi?" keluh Riri sembari kembali duduk di bangku depan meja rias. Dia mulai menyisir rambutnya, lalu mengoleskan pelembab di wajah, kemudian mulai mengoleskan bedak tipis-tipis. Hanya itu yang ia gunakan untuk merias wajahnya. No make up.
"Riri...." Suara pintu yang terbuka disertai pekik tertahan Leo membuat gadis itu spontan memutar tubuhnya.
"Riri! Kamu...." Ekspresi terkejut Leo tampak begitu jelas. Lelaki itu spontan menunjuk kepada Riri yang juga sangat kaget dengan kehadiran Leo di ruangan ini.
***
Lalu apa yang akan terjadi setelah Leo melihat Riri dengan penampilan menggoda seperti ini? Baca episode selanjutnya ya...🤭
Bab 60Beberapa minggu sudah berlalu dan Riri masih saja bimbang. Lila sudah berkali-kali memberi pendapat. Namun entah kenapa Riri masih saja merasa berat. Padahal Satria tampaknya sudah berhasil mengambil hati Devano, bahkan di hari pertama mereka bertemu."Aku harus bagaimana?" Wanita itu berdiri di balkon rukonya seorang diri. Desir angin malam membelai tubuhnya. Wanita itu mengangkat tangan kiri dan pandangannya tertuju pada cincin yang tersemat di jari manisnya."Aku belum kasih jawaban, tapi sudah mengenakan cincin ini. Bagaimana mungkin aku bisa menolak?""Tapi.... Kenapa terasa begitu berat?" Wajahnya kembali mendongak, memandang langit malam. Kerlip bintang bertaburan memenuhi angkasa."Apa yang membuatmu merasa berat, Sayang?" Sebuah suara tiba-tiba mengejutkan Riri.Perempuan itu menoleh sekilas. Satria tepat berada di sampingnya, begitu dekat, bahkan dia mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh lelaki itu. Penampilan Satria malam ini begitu sederhana, mengenakan ka
Bab 59Peristiwa itu memang sudah berlalu begitu lama, tapi tentu saja sangat membekas di dalam jiwa Riri. Mentalnya terguncang hebat. Beruntung, Riri ditangani orang-orang yang tepat dan peduli padanya. Hal itu yang menjadi alasan kenapa Satria selalu saja memiliki stok kesabaran untuk menunggu Riri. Dia sangat mencintai wanita itu dan ingin membahagiakannya, mengganti semua derita yang selama ini wanita itu terima akibat perlakuan keluarganya sendiri.Kepopuleran keluarga Arnando Richard kini hanya sekedar cerita. Amanah Group sudah dinyatakan failed dan Arnando sendiri sekarang rutin menjalani terapi kejiwaan, sementara Sinta meninggal dunia lantaran bunuh diri karena tak tahan dengan tekanan emosional. Meninggalnya Leo menjadi titik awal kehancuran keluarganya. Ya, mungkin ini karma, karena mereka sudah menindas seseorang secara berlebihan, bahkan ingin menghilangkan nyawa orang lain secara keji."Om mau mengajak kami ke mana?" tanya Riri saat Satria mulai melajukan mobilnya. R
Bab 58"Mbak nggak berpikir untuk memberikan Devano papa baru?" usik Lila saat mereka sudah berada di ruang tamu. Lila menutup pintu rapat-rapat, sementara itu pintu depan ruko pun juga sudah tertutup. Mereka memang sengaja tutup lebih awal karena Devano lagi-lagi tantrum merindukan papanya.Riri langsung terkekeh. "Papa yang mana lagi? Aku nggak berpikir untuk menjalin hubungan baru. Sudah cukup semuanya. Aku hanya ingin membesarkan Devano. Aku sanggup kok menjadi Papa dan Mama sekaligus....""Tapi bagaimanapun Mbak butuh sandaran," bantah Lila."Kan ada kamu, La. Bukannya selama ini kamu yang paling bisa kuandalkan, bahkan di saat aku harus menghadapi situasi sulit?" Riri merotasi bola matanya. Dia paham benar arah pembicaraan Lila.Lila mendesah. Sebenarnya ia sudah lelah berdebat dengan Satria di belakang Riri. Satria yang begitu ingin masuk kembali ke dalam kehidupan Riri dan Devano. Namun Lila selalu mencegahnya. Lila tak mau membuat Riri kembali depresi. Sudah cukup perlakuan
Bab 57Hawa panas yang menyergap seketika membuat Riri menggeliat. Semula ia mengira hawa panas itu berasal dari tubuh Leo yang masih dalam posisi memeluknya. Tapi ternyata tidak. Riri membuka mata dan sangat terkejut saat menyaksikan si jago merah mulai melahap dinding kamar yang mereka tempati saat ini."Mas, kebakaran!"Usai memekik, kepalanya seketika berdenyut. Dan perlahan kesadarannya mulai menghilang.Leo yang panik segera menyelimuti tubuh istrinya. Sembari menggendong tubuh berselimut tebal itu, Leo nekat menerobos api yang berkobar dan akhirnya mereka bisa keluar dari tempat itu menuju ke halaman belakang.Sungguh, Leo mempertaruhkan nyawanya demi Riri dan calon buah hatinya selamat. Dia membiarkan tubuhnya di jilat api demi melindungi tubuh berbalut selimut itu.Dengan sisa tenaganya dan menahan hawa panas yang membakar tubuhnya, Leo membuka selimut yang membungkus tubuh Riri. Aroma kain dan daging terbakar menusuk hidung. Rasa sakit di tubuhnya pun semakin tak tertahanka
Bab 56"Kalian nggak apa-apa, kan?" Hendrik bertanya setelah mobil taksi yang mereka tumpangi meluncur jauh meninggalkan tempat itu."Seperti yang kamu lihat," jawab Leo seraya melirik Riri yang hanya bisa menunduk. Begitu banyak pertanyaan di otaknya sejak ia memutuskan untuk kembali mengikuti Leo. Berbagai kejutan ia dapatkan, dari Nilam dan Vira yang menyambangi apartemennya, kemudian sikap Leo yang keras kepala di saat berhadapan dengan kedua orang tuanya, lalu Leo yang memilih menanggalkan semua atribut yang ia miliki.Apakah benar Leo memang sedang bersungguh-sungguh untuk membangun rumah tangga mereka yang hampir saja karam?!"Syukurlah, tapi yang jelas mulai saat ini kehidupan kalian tidak akan mudah. Kamu paham resikonya, Leo?" Hendrik mengingatkan."Bukannya dari dulu aku sudah terbiasa dengan kehidupan yang susah? Bukankah kita ini satu profesi?"Hendrik tertawa sumbang. "Teman satu profesi untuk sementara, sebelum kamu memutuskan untuk menikahi Riri dan kembali ke Amanah G
Bab 55"Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan...." Leo mengerang.Melihat perubahan di wajah istrinya, Leo merasa sangat cemas. Riri belum percaya betul dengan ketulusannya untuk berubah. Tapi tiba-tiba saja Vira dan Nilam datang mengusik. Wajar jika Riri kembali menunjukkan sikap antipati terhadapnya."Sebaiknya kamu tahu diri. Leo dan Nilam akan segera menikah dan seharusnya kalian mempercepat proses perceraian, bukannya malah mau rujuk kayak gini," tukas Vira. Bibir wanita itu menyeringai. Dia merasa cukup percaya diri akan berhasil menyingkirkan anak perempuan dari rivalnya di masa lalu.Sama seperti dulu ia menyingkirkan Diana, seperti itu pula dia akan menyingkirkan Riri dari kehidupan Leo yang sangat ia inginkan untuk menjadi suami Nilam. Padahal Vira tahu persis, Leo memang tidak pernah menggauli Nilam, tetapi mereka memang sengaja untuk menjebaknya, karena mereka tidak mau menanggung aib ini. Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya lelaki yang sudah menghamili, saking ban